12.25.2008

urgensi mengenal tuhan

Tanpa melihat dampak praktis individual atau sosial yang muncul dari pengenalan terhadap Tuhan, Asmâ`, dan sifat-sifat mulia-Nya, hal itu merupakan satu hal berharga yang dapat berpengaruh dalam kebahagiaan manusia. Karena kesempurnaan manusia terletak pada pengetahuan yang benar berkenaan dengan Diri-Nya. Manusia yang tidak mengenal Tuhan sebagaimana mestinya, ia tidak akan mungkin sampai pada kesempurnaannya, bagaimanapun ia berusaha dan beramal saleh.



Pengetahuan yang benar tentang Tuhan merupakan kesempurnaan spiritual tertinggi yang mampu membawa manusia kepada hakekat di sisi-Nya.



إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ



“Kepada-Nya membumbung perkataan-perkataan yang baik dan amal yang salehlah yang menaikkan-Nya”. (QS. Fâthir : 10)[2]



Syahid Mutahhari dalam konteks ini menuturkan, “Kemanusiaan menusia terletak pada pengetahuannya tentang Tuhan, karena pengetahuan manusia tidak bisa terpisah dari-Nya, bahkan pengetahuan tersebut merupakan hal termulia dan termurni dalam eksistensi-Nya. Sejauh mana manusia mengetahui eksistensi, sistem, awal dan sumber eksistensi itu, maka terbentuklah kemanusiaannya yang separuh dari substansinya adalah ilmu pengetahuan. Menurut perspektif Islam, khususnya dalam perspektif Syi’ah, tanpa memandang efek praktis dan sosial yang ditimbulkan, mengenal Tuhan merupakan tujuan dari manusia dan kemanusiaan itu sendiri”.[3]

Tuhan, Siapakah itu?



Siapa wujud yang disebut Allah oleh orang Arab, God oleh orang Barat, dan Khudo oleh orang Persia? Apa sifat-sifat-Nya? Apa hubungannya dengan kita? Bagaimana cara kita berhubungan dengan-Nya? Dan seterusnya.



Dengan memperhatikan sejarah manusia, kita akan dapat memahami bahwa keyakinan terhadap keberadaan Tuhan telah muncul sejak dahulu kala. Dengan kata lain, sejarah keyakinan terhadap Tuhan muncul seiring dengan keberadaan manusia. Tetapi, hal ini bukan berarti semua orang yang meyakini Tuhan memiliki persepsi dan definisi yang sama.



Polemik dan perbedaan pendapat tentang Tuhan ini sangatlah dahsyat sekali, terlebih di kalangan orang-orang yang mengandalkan akal dan pemikiran pribadi tanpa mendengarkan tuntunan para duta Ilahi. Sebelum kita menjelaskan sifat-sifat Tuhan dalam kaca mata Islam, alangkah baiknya jika kita bandingkan terlebih dahulu konsep Tauhîd dalam Islam dan konsep ke-Tuhanan dan beragama dalam pandangan agama lain. Untuk itu, di sini kami akan bawakan beberapa pandangan para ilmuwan nomor satu dunia mengenai Tuhan.

a. Tuhan Dalam Perspektif Sokrates



Sokrates (399-470) tidak berbeda dengan orang Yunani kebanyakan. Ia meyakini Tuhan yang berbilang. Berdasarkan sejarah filsafat yang dinukil dari karya-karyanya, Sokrates berkeyakinan bahwa manusia tidak butuh lagi bimbingan dan “uluran tangan” Tuhan untuk sampai pada kebahagiaannya. Sokrates juga tidak menyebut sama sekali posisi dan hubungan Tuhan dengan kehidupan manusia, walaupun pada tempat lain ia berkeyakinan bahwa kesempurnaan manusia harus berlandaskan moral dan etika.

b.Tuhan Dalam Perspektif Plato



Plato (348/347-428/427) berasumsi bahwa ada dua eksistensi yang disebut sebagai Tuhan: pertama, kebaikan absolut, dan kedua, Pencipta. Plato beranggapan bahwa kebaikan absolut adalah Tuhan asli atau Tuhan Bapak, sedang Pencipta adalah Tuhan Anak. Menurut keyakinannya, pengetahuan tentang kebaikan absolut sangatlah sulit, bahkan merupakan pengetahuan tersulit yang dapat dicapai. Dua Tuhan ini hanya bisa diketahui dan dipahami oleh para filsuf, di mana mereka adalah pribadi-pribadi yang memiliki keistimewaan spiritual, nalar, dan bahkan fisik. Perlu diingat bahwa bukan sembarang filsuf yang ia maksud. Yang dimaksud adalah hanya para filsuf yang telah menginjak usia 50 tahun yang mampu memahami kebenaran absolut. Sedangkan kelompok lain yang merupakan mayoritas, tidak akan mampu memahami keberadaan-Nya sampai kapanpun.

c. Tuhan Dalam Perspektif Arestoteles



Menurut keyakinan Arestoteles (322/321-384/383), alam senantiasa ada dari sejak dulu kala, dan tidak diciptakan oleh siapa pun. Oleh karenanya, Tuhan versi Arestoteles bukan Pencipta alam, tetapi penggerak alam itu sendiri yang diyakininya sebagai Tuhan; penggerak yang ia sendiri tidak bergerak. Ciri paling dominan yang dimilki oleh Tuhan versi Arestoteles ini adalah ia penggerak dan ia sendiri tak bergerak. Adapun poin penting dalam pengenalan Tuhan dalam perspektif Arestoteles adalah Tuhan tidak layak disembah, dicintai dan dinanti pertolongan-Nya. Tuhan Arestoteles tidak bisa menjawab dan membalas cinta hamba-Nya. Ia tidak memiliki andil sedikitpun dalam setiap tindakan manusia. Ia hanya sibuk memikirkan diri-Nya sendiri.[4]

d. Tuhan Dalam Perspektif Kaum Kristiani Abad Pertengahan



Pada pembahasan faktor-faktor yang membuat orang lari dari agama di Barat, telah kita singgung illustrasi gereja tentang Tuhan. Di sini kita akan tambahkan bahwa pada abad pertengahan, konsep ber-Tuhan adalah salah satu penyebab dari sekian banyak sebab yang berpengaruh dalam kehidupan. Orang-orang yang meyakini keberadaan Tuhan pada era ini selalu berasumsikan bahwa setiap fenomena yang tidak diketahui penyebab aslinya, seperti gerhana matahari dan bulan, mereka larikan semuanya kepada Tuhan dan menganggap Tuhanlah penyebab segalanya.



Kongklusi dari pendapat ini adalah Tuhan hanya bisa diketahui dalam kebodohan mereka, dan secara otomatis, semakin bertambah pengetahuan kita, maka semakin sempitlah ruang lingkup Tuhan, sehingga andaikata pada suatu saat segala tabir yang menutupi manusia tersingkap dan manusia telah memahami faktor naturalis dari berbagai fenomena, niscaya tidak ada tempat lagi bagi Tuhan dalam kehidupannya untuk selamanya.



Berdasarkan persepsi ini, hanya sebagian saja dari eksistensi yang menunjukan keberadaan Tuhan. Eksistensi tersebut adalah eksistensi yang tidak diketahui sebab keberadaan-Nya. August Comte mengatakan, “Ilmu pengetahuan adalah pemisah Tuhan dari kerja-Nya”.[5]



Maksud dari ungkapan ini adalah sampai sekarang manusia berasumsi bahwa sebab dari segala sesuatu adalah Tuhan. Artinya, Tuhan adalah seperti simbol kekuatan yang dipahami oleh mereka. Tak ubahnya bagaikan tukang sihir yang tanpa pendahuluan apapun sanggup menciptakan sesuatu. Contohnya, jika seseorang sakit kepala, kemudian ia ditanya kenapa kau sakit kepala, jawabannya adalah Tuhan yang menciptakannya. Maksud dari ungkapan ini adalah tidak ada faktor alami yang membuat sakit kepala itu. Sebagai konsekuensinya, ketika dipahami bahwa sakit kepala itu disebabkan oleh firus ini dan itu, maka Tuhan tidak mendapatkan tempat lagi di dalam benak mereka. Dan begitulah seterusnya, semakin tersingkap sebab-sebab (segala fenomena alam) yang dulunya terselubung, maka pengaruh Tuhan akan semakin sempit dan sempit hingga akhirnya tidak mereka yakini sama sekali.



Pada dasarnya, kelompok yang meyakini Tuhan seperti ini, mereka menganggap Tuhan tak lebih dari bagian alam semata.[6]

e.Tuhan Dalam Perspektif Galileo



Setelah abad pertengahan berlalu dengan mementaskan parade akbar ilmu-ilmu empiris, para ilmuwan yang tentunya memiliki landasan empirik, seperti Galileo (1564-1642), berpandangan lain tentang Tuhan. Ia berpendapat, “Alam adalah kumpulan dari sekian milyard atom yang tak terhingga. Setiap benda tersusun dari atom-atom itu, sedang “kerja” Tuhan hanyalah menciptakan dan menyediakan atom-atom itu, sehingga ketika alam sudah tercipta berkat Tuhan (sebagai Pencipta atom), ia tidak butuh lagi kepada-Nya, dan berjalan sendiri secara independen”.[7]

f.Tuhan Dalam Perspektif Newton



Newton (1642-1727) menganggap bahwa hubungan Tuhan dan makhluk-Nya seperti hubungan jam dan pembuatnya. Sebagaimana jam bisa berjalan sendiri setelah dirancang dan disusun, alam pun juga demikian setelah diciptakan oleh Tuhan. Secara independen, ia wujud sebagaimana kita lihat sekarang. Newton juga menambahkan satu poin yang menjadi faktor pembeda pendapatnya dengan pendapat Galileo. Ia mengatakan, “Tuhan terkadang turun tangan dalam masalah tertentu. Tuhan juga meluruskan dan menata ketidakteraturan gerak planet-planet, dan mencegah benterokan-benterokan antara bintang satu dengan yang lain”.



Pendapat ini dapat kita katakan sebagai kelanjutan dari pandangan umum yang populer di abad-abad pertengahan yang meyakini Tuhan berada dalam tempat-tempat yang tak diketahui sebabnya. Ketika terungkap bahwa tidak terjadinya bentrokan antara galaksi bukan karena campur tangan langsung dari Tuhan dan sesuai dengan undang-undang ilmiah, maka untuk kesekian kalinya ”kerja” Tuhan kembali menyempit dan terbatas.[8]



Mayoritas ilmuwan yang hidup pada abad ke-17 dan 18 lebih meyakini pendapat Galileo ketimbang yang lain. Keyakinan tersebut, seperti yang kita bawakan sebelumnya, mengatakan, Tuhan menciptakan alam yang – dalam kelanjutannya – tidak membutuhkan lagi kepada Tuhan, seperti sebuah bangunan yang tidak butuh lagi kepada arsitek untuk kelanggengannya.

Ringkasan



1. Kemanusian manusia tergantung pada seberapa banyak pengetahuannya terhadap Tuhan, karena ilmu dan pengetahuan manusia merupakan bagian terpenting dan termulia dari eksistensinya. Mengenal Tuhan juga merupakan tujuan kemanusiaan.



2. Sokrates (399-470 SM.) meyakini adanya beberapa Tuhan, dan manusia untuk sampai pada kebahagiaannya tidak butuh lagi pada petunjuk dan bimbingan Tuhan. Sokrates tidak menjelaskan secara rinci kedudukan Tuhan serta hubungan-Nya dengan kehidupan manusia.





3. Plato (348/7-428 SM.) meyakini adanya dua Tuhan. Namun, hanya para filsuf sajalah yang mampu memahami dan mengenal dua Tuhan tersebut. Itupun setelah melalui beberapa jenjang dan tahapan yang amat padat di usia 50 tahunan. Sedang lapisan masyarakat yang lain, mereka tidak akan dapat mengenal Tuhan untuk selamanya.



4. Arestoteles (322/1-384 SM.) berasumsi bahwa alam itu Qadîm yang tidak diciptakan oleh siapapun. Tuhan versi Arestoteles bukanlah Pencipta alam, akan tetapi Ia hanya penggerak alam. Dalam keyakinannya, Tuhan tidak layak untuk disembah, dicintai, dan tak dapat dinanti pertolongan-Nya, sebab Ia tak mampu menjawab cinta kasih manusia, dan tak dapat melakukan apapun untuk manusia.



5. Kaum Kristiani abad pertengahan memiliki gambaran lain akan Tuhan. Mereka mensejajarkan Tuhan dengan sebab-sebab lain yang berpengaruh dalam kehidupan, dan ketika penyebab sebuah pristiwa tidak mereka ketahui, mereka langsung mengembalikannya kepada Tuhan.



6. Dalam perspektif Galileo, “kerja” Tuhan hanyalah menciptakan atom-atom saja. Dunia, setelah tercipta, tidak lagi membutuhkan Tuhan. Oleh karena itu, ada-tidaknya Tuhan setelah itu tidak berpengaruh sama sekali atas alam. Teori dan pendapat ini banyak dianut oleh para ilmuwan abad ke-17 dan 18-an Masehi.



7. Newton meyakini hubungan Tuhan dan alam seperti hubungan arloji dan pembuatnya. Ia berkeyakinan, sewaktu-waktu Tuhan juga turun tangan untuk mengatur alam. Dan Ia juga mencegah sebagian ketidakteratuan dalam gerak dan perputaran galaksi.

TUHAN DALAM ISLAM

Sekilas Tentang Sifat-Sifat Tuhan Dalam Perspektif Al-Qur’an



Bisa dikatakan bahwa argumen pokok munculnya Islam adalah penjelasan tentang hakikat Tuhan sebagaimana mestinya.[9] Tidak ada teks dan literarur agama yang selengkap dan sebaik Al-Qur’an dalam memaparkan sifat-sifat Allah SWT. Bahkan agama sebelum Islam pun tak mampu menjelaskannya secara komprehensif. Al-Qur’an telah menjelaskan sifat-sifat Allah SWT dalam bentuk yang paling komplit walaupun dalam batas kemampuan pemahaman dan bahasa manusia.



Menurut Al-Qur’an, Tuhan adalah Maha Luas (rahmat-Nya), Maha Mengetahui,[10] Paling Cepat Menghisab,[11] Maha Hidup, Maha Kekal dan Senantiasa Mengurus Makhluk-Nya,[12] Maha Tinggi, Maha Besar, Maha Benar (Maha Benar, Tepat dan Pemilik Hakikat)[13], Dzat Yang Memiliki Kebesaran dan Kemuliaan,[14] Tuhan Yang Tidak Bergantung pada sesuatu yang lain, dan segala sesuatu bergantung kepada-Nya.[15]



Tuhan adalah Maujud sebelum terwujudnya segala sesuatu, dan sekaligus Ia Akhir dari segala sesuatu, Maha Zhâhir dan sekaligus Bâthin.[16]



Tuhan Yang Tinggi (Transedental)[17], artinya Ia lebih tinggi dari segala yang kita tak akan dapat memahami dan menggambarkan sedikitpun hakikat, keindahan, dan keagungan-Nya.[18]



Mata-mata telanjang tak akan mampu melihat-Nya, sedang Ia melihat mata-mata.[19]



Tuhan Yang Tunggal dan Tidak Ada Tuhan Selain-Nya,[20] Ia Esa (Ahad),[21] Ia Satu (Wâhid),[22] dan tiada sesuatu yang sepadan dengan-Nya.[23]



Nama-nama terbaik adalah milik-Nya dan Ia dapat dipanggil dengan nama-nama tersebut.[24]



Ia adalah Raja Dunia yang sejati, Maha Suci dari segala cela, Pemberi selamat, Yang Mengaruniakan keamanan, Maha Pemelihara segala sesuatu, Maha Perkasa, Maha Kuasa, Yang Pantas Sombong.[25]



Pemilik sifat-Sifat Terbaik.[26] Kemanapun kita arahkan wajah kita, Ia senantiasa berada di sana.[27]



Ia Mengetahui segala sesuatu,[28] dan Kuasa atas segala sesuatu.[29]



Tuhan yang walaupun Maha Agung, Tidak Terbatas, tak memiliki tandingan dan partner, namun Ia lebih dekat kepada manusia dari urat nadi mereka, bahkan Ia mengetahui segala bisikan dalam jiwa manusia.[30]



Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang. Dua sifat ini begitu banyaknya di mana setiap surah Al-Qur’an selalu diawali dengan dua sifat ini “Bismillâhirrahmânirahîm”. Tuhan yang mewajibkan rahmat dan kelembutan bagi diri-Nya.[31]



Tuhan yang Maha Pengampun, Penghapus dosa, Maha Mengampuni, Maha Kuat,[32] Penakluk,[33] Maha Penakluk,[34] Penerima Taubat,[35] Maha Pemberi Anugerah,[36] Maha pencinta,[37] Maha pengasih,[38] Pemilik nikmat,[39] Pemilik rahmat,[40] Maha pengampun,[41] Pemilik keutamaan yang agung.[42]



Ia adalah Tuhan yang mendengar permintaan hamba-Nya sekaligus mengabulkannya,[43] tangan penuh rahmat dan kuasa-Nya senantiasa terbuka lebar, setiap yang diminta, pasti diberikannya, Ia Dzat Pemberi rizki.[44]



Tuhan dalam perspektif Al-Qur’an adalah Tuhan yang Maha Pencipta,[45] Pencipta langit dan bumi.[46] Bahkan lebih tinggi lagi, Ia adalah Pencipta segala sesuatu.[47] Dengan demikian, segala fenomena dan eksistensi yang ada di dunia bergantung dan butuh pada-Nya.



Tuhan, yang di langit sebagai Tuhan dan di bumi sebagai Tuhan pula.[48]



Di mana kita berada, Tuhan selalu bersama kita, dan Ia mengetahui segala perbuatan yang kita kerjakan.[49]



Tuhan dalam Al-Qur’an adalah Rabb (pemilik ikhtiar, raja, pengatur dan pengurus segala sesuatu) dan Tuhan semesta alam.[50]



Ia tak memiliki tandingan dan padanan, baik dalam Penciptaan, pemerintahan,[51] pengaturan,[52] pengadilan,[53] syafa’at,[54] dan kesempurnaan. Setiap bagian dan sempalan kesempurnaan bersumber dan berasal dari-Nya.[55]



Pada dasarnya, Al-Qur’an adalah sebuah kitab pengenalan terhadap Tuhan. Dari kedalaman dan kedetailan ayat-ayat-Nya sampai-sampai cendekiawan besar manapun tak sanggup untuk mengetahui hakikat dan realita-Nya. Definisi Al-Qur’an tentang Tuhan merupakan definisi terlengkap dan termudah, serta paling komperehensif. Oleh karena itu, Imam Khomeini ra, seorang arif nan bijak, pemikir dan mufassir besar mengatakan, ”Andaikan Al-Qur’an tidak ada, niscaya pintu untuk mengenal Allah akan tertutup selamanya…. Tak ada satu kitab pun yang dapat menjelaskan Tuhan sebagaimana yang dipaparkan olehnya, bahkan dalam kitab-kitab irfânî sekalipun…”.[56]

Ringkasan



1. Tidak ada Satu kitab pun yang mampu mengenalkan Tuhan selain kitab suci Al-Qur’an.



2. Tuhan memiliki segala sifat kesempurnaan, dan nama-nama terbaik hanya milik-Nya semata.



3. Ia Tunggal, Satu, dan tiada sesuatu yang sepadan dengan-Nya.



4. Tuhan, kendati Maha agung dan besar, namun Ia lebih dekat kepada manusia daripada urat nadi mereka, dan di manapun kita arahkan wajah kita, Ia pasti berada di sana.



5. Maha Pemberi Anugerah, Maha Pengasih, dan Tuhan Yang Rahmat-Nya Mengalahkan amarah dan murka-Nya.



6. Tangan-Nya selalu terbuka lebar, pengabul segala do’a, dan pecinta para hamba-Nya.



7. Tuhan Pencipta segala sesuatu dan pengatur segala urusan.



8. Andaikan Al-Qur’an tidak ada, niscaya pintu untuk mengenal Allah akan tertutup untuk selamanya (Imam Khomeini).

TUHAN, WUJUD BADÎHÎ (APRIORI)[57]

Aprioritas Eksistensi Tuhan Dalam Kaca Mata Al-Qur’an[58]



Buku-buku filsafat dan Kalâm seringkali dimulai dengan kajian mengenai penetapan keberadaan Tuhan yang dengan berbagai argumentasi berupaya membuktikan bahwa alam ini mempunyai Tuhan dan Ia bukanlah makhluk dan ciptaan siapapun.



Adapun dalam kitab-kitab langit seperti Al-Qur’an, tema tentang Tuhan dijelaskan sangat berbeda. Dalam kitab-kitab suci jarang ditemukan argumentasi secara langsung dalam menetapkan asal keberadaan Tuhan. Seakan-akan keberadaan-Nya adalah suatu hal yang gamblang dan jelas, yang tidak bisa diingkari dan tidak membutuh dalil maupun argumentasi.



Allamah Thabathabai dalam tafsir Al-Mîzânnya menegaskan, “Al-Qur’an menganggap keyakinan terhadap Tuhan merupakan permasalahan apriori (badîhî). Dengan artian, meyakini hal itu tidak memerlukan argumentasi. Yang perlu diargumentasikan adalah sifat-sifat-Nya saja, seperti ke-Esaan Tuhan, Penciptaan, ilmu dan kekuasaan-Nya.[59]



Menurut keyakinan mufassir besar ini dalam syi’ar Islam lâ ilâha illalâh– sebagai inti tuntunan Al-Qur’an – yang perlu diargumentasikan adalah sisi negatifnya yang berarti “tidak ada Tuhan selain Allah”. Adapun “Tuhan itu ada” sama sekali tidak memerlukan agumentasi sedikitpun”.[60]



Logika Al-Qur’an dalam menetapkan eksistensi Tuhan, adalahafillâhi syakk (apakah ada keraguan dalam keberadaan Allah?) [61]

Aprioritas Eksistensi Tuhan Dalam Perspektif Agama Lain



Sebagaimana telah kami terangkan di atas tadi, dalam kitab agama-agama langit yang lain teori semacam ini juga dipakai. A.J. Alberry dalam bukunya ‘Aql va Wahy dar Qur’ân (Akal dan Wahyu Dalam Al-Qur’an) mengatakan, “Di zaman Plato, Yunani menjadi asal muasal di mana penetapan keberadaan Tuhan membutuh argumentasi. Ini merupakan langkah pertama yang dilakukan masyarakat Barat dalam mencari Tuhan. Tidak ada seorang pun dari penulis kitab Perjanjian Lama (Taurat) yang mengalami kebuntuan dan kejelimetan dalam menjelaskan keberadaan Tuhan, yang menimbulkan pertanyaan dan keraguan. Karena bangsa Sâmî (bangsa Arab dan Yahudi) mengenal dan mengetahui Tuhan dalam wahyu itu sendiri. Hal ini juga terdapat dalam kitab Perjanjian Baru (Injil) kendati terdapat sedikit perbedaan”.[62]



Dari kitab Avesta (kitab suci agama Zoroaster – Pen.) juga bisa dipahami bahwa keberadaan Tuhan adalah sebuah hal yang apriori. Dengan demikian, aprioritas wujud Tuhan bukanlah keyakinan kaum Sâmî semata.



Alhasil, dalam UpaniShâds yang termasuk kitab-kitab suci agama Hindu, kendati terdapat penjelasan akan pertayaan tentang keberadaan Pencipta,[63] akan tetapi, lebih banyak didapati ungkapan siapa Pencipta itu? Apa sifat-sifat-Nya? Dan jarang ditemukan ungkapan tentang keraguan wujud Tuhan.

Masyarakat Jahiliyah Dan Keyakinan terhadap Tuhan



Dari ayat-ayat Al-Qur’an kita dapat memahami bahwa keberadaan Tuhan sudah diyakini oleh masyarakat jahiliyah kala itu. Tak terkecuali para penyembah berhala.



وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنُ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَاْلقَمَرَ لَيْقُوْلُنَّ اللهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُوْنَ



“Dan jika mereka ditanya, “Siapa Pencipta langit dan bumi, dan siapa yang mengendalikan matahari dan rembulan?, niscaya mereka akan menjawab, “Allah!”, maka betapa mereka dapat dipalingkan dari jalan yang benar”.[64]



وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ نَزَّلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَحْيَى بِهِ اْلأَرْضَ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهَا لَيَقُوْلُنَّ اللهُ قُلِ الْحَمْدُ ِللهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لاَ يَعْقِلُوْنَ



“Dan disaat kamu bertanya pada mereka, “Siapakah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Ia menumbuhkan bumi setelah matinya, niscaya mereka akan akan berkata, “Allah!”. Katakanlah segala puji bagi Allah, akan tetapi sebagaian besar dari mereka tidak berakal dan tak berfikir”.[65]



وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضَ لَيَقُوْلُنَّ خَلَقَهُنَّ الْعَزِيْزُ الْعَلِيْمُ



“Dan ketika kamu bertanya pada mereka, “Siapa yang menciptakan langit-langit dan bumi, niscaya mereka akan mengatakan bahwa Dzat yang Maha Agung dan Maha mengetahuilah yang menciptakan semuanya”.[66]

Keyakinan Kaum Nuh, ‘Âd, Dan Tsamûd Terhadap Eksistensi Tuhan



Dari beberapa ayat Al-Qur’an juga dapat dipahami bahwa keberadaan Tuhan tidak hanya diyakini oleh masyarakat yang hidup sezaman dengan nabi SAWW. Kaum Nuh, ‘Âd, dan Tsamûd, serta kaum-kaum yang hidup setelah mereka, sama sekali tidak berpolemik dengan para nabi zamannya tentang masalah keberadaan Tuhan. Yang mereka pertentangkan adalah ke-Esaan Tuhan, kenabian, dan hari pembalasan. Para penyembah berhala juga demikian. Mereka menerima wujud Tuhan sebagai Pencipta alam, sedang patung dan berhala-berhala itu mereka sembah karena dianggap sebagai manifestasi wujud Tuhan.



Dengan kata lain, mereka menyembah berhala-berhala sebagai sarana dan penolong bagi mereka untuk berdialog dan mendapatkan keinginannya dari Tuhan.



أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَبَأُ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ قَوْمُ نُوْحٍ وَعَادٍ وَثَمُوْدَ وَالَّذِيْنَ مِنْ بَعْدِهِمْ لاَ يَعْلَمُهُمْ إِلاَّ اللهُ … فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُتَوَكِّلُوْنَ



“Apakah telah sampai pada kalian kabar tentang kaum sebelum kalian; kaum Nuh, ‘Âd, dan Tsamûd serta generasi setelah mereka yang tidak diketahu kecuali oleh Allah? Para nabi di zaman mereka telah datang dan berusaha mengajak mereka, namun mereka menutup mulut-mulut mereka dengan tangan mereka,[67] dengan suara lantang mereka berkata, ”Kami tidak meyakini risalah dan misi yang kalian bawa dan kami sangat meragukan apa yang kalian serukan kepada kami untuk mempecayainya”.



Para nabi bertanya kepada mereka, “Apakah ada keraguan bahwa ada Pencipta langit dan bumi? Ia menyeru kalian sehingga dosa-dosa kalian terampuni, dan pada waktu yang telah ditentukan Ia telah memberikan tenggang waktu”. Akan tetapi mereka malah mengatakan, ”Tidak, kalian manusia biasa seperti kami, dan kalian ingin memalingkan kami dari apa yang telah disembah oleh para leluhur kami. Oleh karena itu, paling tidak berikan kami dalil yang lebih jelas lagi”.



Para nabi berkata, ”Memang kami manusia biasa seperti kalian, namun Tuhan telah memberikan nikmat-Nya pada hamba-Nya yang memiliki keinginan, dan misi ini sama sekali bukan ikhtiar kami sendiri untuk menjelaskan pada kalian, tetapi berkat izin Allah. Dan para Mukmin hanya bertawakkal kepada-Nya. Kemudian, kenapa tidak pasrahkan pada-Nya, padahal Ia telah menunjukkan jalan bagi kita? Kami tabah akan siksaan yang kalian lancarkan pada kami, dan orang-orang yang pasrah hanya bertawakal pada Allah”.



Allamah Thabathabai dalam menafsirkan ayat-ayat di atas, lebih menitikberatkan pada satu poin bahwa keraguan para penyembah berhala tidak tertuju pada konteks wujud Tuhan. Akan tetapi, mengenai ke-Esaan-Nya, risalah (kenabian), dan hari kebangkitan. Bahkan jika dicermati lebih dalam lagi, penggalan ayat yang mengatakan fâthiris samâwâti wal ardh juga dalam konteks pemberian argumentasi tentang ke-Esaan Tuhan, bukan mengenai wujud dan keberadaan-Nya.[68]



Thabarsî dalam tafsir Majma’ul Bayân dan Sayyid Qutub dalam Fî Zhilâlil Qur’annya serta sekelompok mufassir yang lain juga berpendapat yang sama, bahwa pengingkaran para penyembah berhala itu tertuju pada konteks ke-Esaan Tuhan, bukan wujud-Nya.

Ringkasan



1. Dalam kitab-kitab langit, seperti Al-Qur’an, keberadaan wujud Tuhan merupakan hal yang telah diterima (oleh semua) dan amat gamblang sehingga tidak perlu diragukan dan diargumentasikan lagi.



2. Seperti dikatakan oleh sebagaian penulis Barat, tidak ada seorang pun penulis kitab Taurat dan Injil yang mengalami kerancuan dalam keberadaan Tuhan, dan menganggapnya sebagai hal yang tak perlu diargumentasikan. Hal serupa juga dapat kita jumpai dalam Avesta dan kitab-kitab suci agama yang lain.



3. Dari ayat-ayat Al-Qur’an kita dapat memahami kalau masyarakat yang hidup sezaman dengan Nabi, tak terkecuali para penyembah berhala, telah meyakini wujud Tuhan.



4. Dari berbagai ayat Al-Qur’an juga dapat dipahami bahwa keyakinan akan wujud Tuhan juga telah diyakini oleh kaum Nuh, kaum ‘Âd, kaum Tsamûd, dan kaum-kaum lain setelah mereka. Polemik dan pertentangan yang digalang oleh mereka hanya berkisar pada ke-Esaan (Tauhîd), kenabian (Nubuwwah), dan hari kebangkitan (Ma’ad).

FITRAH DAN TUHAN



Dari ayat-ayat Al-Qur’an kita dapat meyimpulkan beberapa poin penting berikut ini:



1. Keyakinan akan wujud Tuhan.



2. Kecenderungan untuk ber-Tuhan.



3. Kecenderungan untuk menyembah-Nya merupakan hal fitri. Artinya, hal itu sudah ada dalam diri manusia.



Sebelum kita bawakan ayat-ayat yang memuat pon-poin di atas, alangkah baiknya jika kita sebutkan beberapa proposisi lazim berikut ini:

Arti Linguistik Fitrah



Fitrah yang bermakna robek dari sisi panjang, diambil dari akar kata فطر Kemudian, semua yang terbelah dan terkoyak disebut fitrah. Ciptaan disebut juga demikan, sebab wujud dan keberadaan telah merobek alam kegelapan dan ketiadaan yang membungkusnya. Makna ini adalah arti paling populer dari kata fitrah, sebagaimana inovasi dan kreasi baru juga bisa dipahami dari kata ini.



Fitrah yang mengikuti wazan fi’lah berarti nau’ (kualitas dan cara). Oleh karena itu, secara linguistik fitrah bermakna sebuah sistem khusus penciptaan. Dengan demikian, fitrah manusia artinya ciptaan khusus yang tersimpan dalam diri manusia.[69]



Kata fitrah ini juga pertama kali dipakai oleh Al-Qur’an dalam kaitannya dengan manusia, dan sebelumnya tidak pernah ada pemakaian kata fitrah seperti ini.[70]

Fitrah Dalam Al-Qur’an



Al-Qur’an banyak sekali memakai kata fitrah dan musytaqnya, seperti berikut:



- فَاطِرِ السَّمَوَاتِ وَ الأَرْضَ[71].



- فَطَرَكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ[72].



- فَطَرَنَا[73].



- فَطَرَنِي[74].



- فَاطِرُ السَّمَوَاتِ وَ الأَرْضَ[75].



ِِِِAdapun arti dari penggalan ayat-ayat di atas adalah berbeda-beda. Ada yang bermakna ciptaan, maujud, dan sebagainya. Futhûr dalam ayat ke-8 surah Al-Mulk bermakna belahan, sedangkan Munfathirdalam ayat ke-18 surah Al-Muzzammil berarti sesuatu yang terbelah.



Sedangkan kata fitrah sendiri hanya sekali dibawakan oleh Al-Qur’an. Itu pun dengan dinisbatkan kepada Allah (Fithratallâh), dan hanya dikhususkan pada manusia (fatharan nâsa alaihâ). Kata itu terdapat dalam ayat 30 surah Ar-Rûm.



Ayat inilah yang menjadi sumber munculnya terminologi fitrah dalam Islam dan mengilhami para filsuf, cendekiawan, dan kaum arif dalam mengkaji ma’rifatullâh dan ma’rifatul insân.

Fitrah Ilahi Manusia



Setiap aliran yang mengklaim bahwa kesempurnaan dan kebahagiaan manusia bisa dicapai dengan mengamalkan segala tuntunannya, lazimnya memiliki pandangan dan definisi tersendiri mengenai manusia, yang pada akhirnya, berdasarkan definisi dan pemahaman tersebut, mereka dapat menentukan jalan dan kiat untuk sampai padanya.



Dalam Islam, pandangan dan kajian tentang manusia yang termuat di dalam Al-Qur’an atau dalam riwayat para ma’shûm as tidak bisa dihitung jumlahnya. Begitu banyaknya kajian dan analisa berkenaan hal itu, membahasnya akan banyak memakan waktu dan memunculkan buku-buku yang sangat tebal.[76]



Kata terbaik untuk mengungkap dan mengekspresikan pandangan Islam tentang manusia adalah istilah fitrah. Dengan demikian, bisa dikatakan teori Islam dalam menganalisa dan menyelami wujud manusia adalah teori fitrah.

Penjelasan Global Tentang Teori Fitrah



Manusia dengan bentuk ciptaannya memiliki format khusus. Ia juga memiliki pengetahuan-pengetahuan serta kecenderungan-kecenderungan khusus yang muncul dari dalam wujudnya, bukan dari luar fisik. Dengan kata lain, manusia bukanlah kain putih nan polos dan tak bertulis sebelumnya (kosong dari segalanya). Akan tetapi, dalam lubuk hati setiap manusia sudah tersimpan sejumlah kecenderungan-kecenderungan dan pengetahuan-pengetahuan khusus.





Kecenderungan yang berada dalam diri manusia itu sebagian berhubungan dengan bagian hewani, dan sebagian lagi berhubungan dengan kemanusiannya. Fitrah Ilahi manusia hanya bertalian dengan kecenderungan kelompok kedua (kecenderungan manusiawi), dan tidak berhubungan sama sekali dengan insting kebinatangan mereka, seperti insting seksualitas.





Kecenderungan-kecenderungan inilah yang menjadi faktor pembeda dan kelebihan manusia dari binatang. Oleh karena itu, siapapun yang kehilangan kecenderungan-kecenderungan tersebut, ia tak ubahnya seperti hewan dalam bentuk manusia.





Kecenderungan ini adalah spesies manusia. Artinya, kecenderungan itu tidak terbatas pada segelintir orang saja atau khusus dimiliki kelompok masyarakat dalam masa tertentu. Kecenderungan itu dimiliki oleh semua manusia di setiap waktu dan tempat serta dalam kondisi bagaimanapun.





Kecenderungan ini potensial sifatnya. Dengan kata lain, ia dimiliki oleh setiap manusia. Akan tetapi, tumbuh dan berkembangnya bergantung pada upaya dan usaha masing-masing individu manusia.





Jika manusia mampu memelihara dan memupuk kecenderungan ini, ia akan menjadi makhluk terbaik, bahkan lebih baik dari para malaikat sekalipun, dan ia akan sampai pada kesempurnaannya. Tapi sebaliknya, jika kecenderungan itu mati yang secara otomatis kecenderungan hewani akan menguat dan unggul, orang semacam ini akan lebih rendah dari setiap binatang dan terjerembab ke dasar neraka yang paling dalam.





Sebagaimana telah kita katakan tadi, fitrah manusia terkadang masuk dalam kategori persepsi dan pengetahuan, terkadang masuk dalam kategori kecenderungan dan keinginan. Ekstemporal primer (badihiyât awwaliyah) yang dibahas dalam ilmu logika, merupakan bagian dari pengetahuan-pengetahuan fitri manusia. Sedangkan hal-hal, seperti rasa ingin tahu, cinta keutamaan, dan cinta kecantikan dan keelokan adalah bagian dari kecenderungan-kecenderungan fitrah manusia.



Mengenal Dan Menyembah Tuhan Adalah Hal Fitri



Dari ajaran Al-Qur’an bisa kita pahami bahwa mengenal Tuhan dan kecenderungan ber-Tuhan merupakan sebuah hal yang fitri. Sebagaimana yang telah kami jelaskan dalam pembahasan “Tuhan Wujud Aprior bagi Semua”, keyakinan akan wujud Tuhan adalah sebuah “kesepakatan” dan bukan hal samar yang terselubung sehingga memerlukan argumentasi untuk membuktikannya. Dari pembahasan itu kita bisa memahami arti mengenal Tuhan adalah fitri.



Salah satu ayat yang mengidikasikan hal tersebut adalah ayat ke 30 surah Ar-Rûm.



فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًا فِطْرَةَ اللهِ الَّتِيْ فَطَرَالنَّاسَ عَلَيْهَا لاَ تَبْدِْيلَ لِخَلْقِ اللهِ ذَلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَالنَّاسِ لاَ يَعْلَمُوْنَ



Ayat ini dengan gamblang menegaskan bahwa agama adalah hal yang fitri. Dalam menjelaskan arti dari “agama” (dîn) yang terdapat dalam ayat di atas, para mufassir terbagi ke dalam dua kelompok:



a. Kelompok pertama berpendapat bahwa maksud dari agama (dîn) tersebut adalah sekumpulan ajaran, hukum yang berlandaskan ke-Islaman. Berdasarkan pendapat ini, semua yang terdapat dalam agama – dimana tuntunan terbaiknya berupa pengenalan dan penghambaan terhadap Tuhan – adalah bersifat fitri dan tersimpan dalam setiap diri manusia. Allâmah Thabathabai, salah satu dari sekian banyak mufassirîn yang meyakini pendapat ini.



b. Kelompok kedua berpendapat bahwa maksud dari agama yang sesuai dengan fitrah adalah kondisi pasrah dan tunduk secara murni di hadapan Tuhan. Karena tunduk dan taat sepenuhnya atas perintah Tuhan merupakan inti dari agama.



إِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللهِ اْلإِسْلاَمُ



Berdasarkan pendapat ini, maksud dari naluri beragama adalah sebuah fitrah )kecenderungan( untuk menyembah Tuhan sudah ada dari dulu dalam jiwa manusia. Dan jelas, ketika kita katakan penyembahan terhadap Tuhan suatu yang fitri, maka pengenalan tentang-Nya pun harus fitri juga. Karena bagaimana mungkin secara fitrah kita menyembah Tuhan, di saat kita tidak mengenal-Nya (secara fitri)?

Ringkasan



1. Ayat-ayat Al-Qur’an secara gamblang menjelaskan bahwa keyakinan terhadap keberadaan Tuhan, kecenderungan untuk ber-Tuhan dan naluri untuk menyembah-Nya adalah hal yang fitri.



2. Salah satu arti kata fathara adalah penciptaan, sedangkan fitrah secara linguistik bermakna sistem khusus penciptaan. Dengan demikian, fitrah manusia berarti sebuah sistem ciptaan khusus bagi manusia.



3. Kata fitrah hanya sekali disebutkan dalam Al-Qur’an (Ar-Rûm : 30), itupun dengan bentuk penisbatan kepada Allah, dan khusus bagi manusia.



4.Perspektif Islam tentang manusia dapat dijelaskan melalui teori fitrah.



5.Berdasarkan teori fitrah:



Manusia sesuai dengan tabiat ciptaannya yang pertama, memiliki bentuk khusus, dan sudah sejak awal memiliki pengetahuan dan kecenderungan-kecenderungan khusus.





Fitrah Ilahi manusia hanya berkaitan dengan kelompok kecenderungan-kecenderungan khusus insani, bukan kecenderungan yang sama-sama dimiliki oleh manusia dan hewan.





Pengertian dan kecenderungan fitrah manusia merupakan faktor pembeda antara manusia dan hewan.





Kecenderungan fitri dimiliki oleh setiap individu manusia.





Kecenderungan tersebut tersimpan dalam diri manusia dan potensial sifatnya, di mana tumbuh dan berkembangnya tergantung pada setiap usaha masing-masing individu.





Apabila manusia dapat memupuk dan mengembangkan kecenderungan itu, ia akan lebih utama dari pada malaikat, dan sebaliknya, andaikan kecenderungan potensial ini gersang dan mati, niscaya ia akan lebih rendah dari posisi hewan.





Badihiyât awaliyah(apriori primer) termasuk pengetahuan fitrah, sedang rasa ingin tahu, rasa ingin unggul dari yang lain, rasa cinta keindahan termasuk kecenderungan-kecenderungan fitriyah.





6. Sesuai dengan ayat-ayat Al-Qur’an, mengenal Tuhan dan naluri ber-Tuhan adalah hal yang bersifat fitri.



7. Maksud dari dîn dalam ayat fitrah (Ar-Rûm : 30) bisa berarti sekumpulan ajaran-ajaran dan hukum-hukum pokok Islam, atau kondisi penyerahan diri dan tunduk secara total di hadapan Allah. Alhasil, dari ayat di atas dapat dipahami bahwa mengenal Tuhan dan meyembahannya adalah hal yang bersifat fitri.

ARGUMENTASI KETERATURAN



Telah kami jelaskan bahwa wujud Tuhan adalah hal yang jelas. Dan keyakinan itu termasuk fitrah manusia. Artinya keyakinan ini muncul dari lubuk hati manusia. Akan tapi, hal ini bukan berarti tidak ada argumen dan dalil untuk membuktikan-Nya.[77] Ada beberapa argumentasi yang sudah pernah muncul di sepanjang sejarah.



Salah satu dari argumentasi tersimpel dan tergamblang adalah argumentasi keteratuaran. Argumen ini memiliki dua proposisi:



a. Ada sebuah sistem harmonis dan teratur dalam dunia ini.



b. Setiap sesuatu yang harmonis dan teratur pasti memiliki pengatur. Dengan demikian, keteraturan dan keharmonisan alam memiliki pengatur.



Pemahaman kandungan argumentasi ini sangatlah mudah. Setiap manusia, orang buta huruf sekalipun, mampu memahaminya, dan keberadaan Tuhan sebagai pengatur akan dapat dipahami dengan mengamati efek dan dampak keteraturan alam. Akan tetapi, untuk memahaminya lebih dalam lagi, terlebih dahulu kita harus menjelaskan definisi keteraturan itu dan sedikit menjelaskan mengenai dua proposisi di atas.

Definisi keteraturan



Keteraturan adalah berkumpulnya bagian-bagian beragam dalam sebuah tatanan dengan kualitas dan kuantitas khusus, yang berjalan seiring menuju sebuah tujuan tertentu.



Seperti sebuah jam. Kita katakan sebagai sebuah benda yang teratur, karena di sana didapati berbagai komponen-komponen yang memiliki kualitas dan kuantitas tersendiri. Artinya, jarum jam harus terbuat dari bahan ini, dan harus seukuran ini, kerja sama dan interaksi di antara komponen-komponen itu harus terjalin; jarum jam harus berputar dengan benar, sehingga hasilnya yang berupa penunjukan waktu bisa tercapai dengan tepat dan seterusnya.

Proposisi pertama



Tak seorang pun dapat memungkiri – kecuali para penolak keberadaan Tuhan –, bahwa alam memiliki keteraturan. Keharmonisan dan keteraturan inilah yang menjadi bahan kajian dan telaah ilmu-ilmu empirik. Dengan berkembangnya sains dan ilmu pengetahuan, pentas dan nuansa baru tentang sistem baru alam mulai terkuak. Sekarang ini, jika kita bertanya kepada seorang ilmuwan tentang keteraturan alam, baik ia meyakini Tuhan atau tidak, ia akan menjawab bahwa di dalam alam ini terdapat sebuah sistem menakjubkan nan mempesona, mulai dari kinerja super detail organ-organ tubuh kita, keharmonisan yang terjalin di antara masing-masing organ tubuh dengan organ yang lain atom terkecil dari wujud kita (senyawa) dan kerangkanya yang rumit, sampai pada masing-masing organ-organ tubuh kita (hati, otak, saluran urat nadi), hubungan dan kerja sama erat antara satu dan yang lain, sampai kumpulan besar langit yang kita ketahui, semua berjalan sesuai dengan keteraturan yang detail, sempurna, dan menakjubkan.

Proposisi kedua



Proposisi kedua yang terdapat dalam argumen keteraturan adalah satu hal yang jelas dan diterima oleh semua orang, dan tanpa kita sadar selalu kita gunakan dalam pergaulan kita sehari-hari.



Ketika kita saksikan sebuah bangunan mentereng nan megah, niscaya kita akan berguman bahwa pastilah bangunan ini dibangun oleh insinyur yang profesional dan sangat ahli di bidangnya.



Ketika kita baca Nahjul Balâghah atau Shahîfah Sajjâdiyah, kita dapat menerka dan memahami bahwa kedua kitab tadi adalah hasil karya orang yang memiliki kefasihan, hikmah, ma’rifah, dan pengetahuan tak terhingga.



Dan ketika kita lihat sebuah arloji kecil yang sangat tepat dan apik kerjanya, kita akan memahami bahwa perancangnya adalah seorang spesialis yang sangat tahu tentang kerja arloji dan komponennya.



Apakah dengan kasus-kasus tadi dan ribuan kasus lain, dapat dimungkinkan semua hal yang ada (di dunia ini) terjadi akibat kebetulan saja, dan semua berasal dari non spesialis di bidangnya?



Apakah kita akan mengklaim bahwa kertas yang berisi sebuah kajian ilmiah yang detail, ditulis oleh anak kemarin sore dan tanpa disadari, tangannya bergerak dengan sendirinya dan mengetik kajian detail itu?



Dengan demikian, semua tahu bahwa setiap keteraturan itu pasti memiliki pengatur.

Poin-poin penting

Kemampuan dan kebijakan selalu beriringan dengan keterturan. Artinya, semakin teratur dan detail sebuah benda dan sistem, semakin besar pula keyakinan kita akan kebijakan dan kemampuan pengaturnya.



Dalam argumentasi keteraturan, tidak perlu pembuktian adanya keteraturan di seluruh sejagad raya, tetapi cukup kita ketahui bahwa di dunia ada keteraturan. Dengan kata lain, dari keteraturan yang kita lihat, kita dapat memahami bahwa alam ini memiliki keteraturan, terlepas bagian lain dari alam – yang tidak kita ketahui – memiliki keteraturan ataukah tidak.



Argumen keteraturan menolak asumsi sekelompok ilmuwan yang mengatakan bahwa alam ini lahir dari alam yang tak memiliki perasaan dan akal, serta asumsi bahwa alam ini tercipta akibat gerak dinamis berbagai atom yang saling berinteraksi antara satu dengan lainnya.



Semakin ilmu empiris berkembang, akan semakan banyak keteraturan baru yang akan terkuak. Konsekuensinya, hal itu akan mengokohkan argumentasi keteraturan. Karena setiap inovasi dan penyingkapan baru dari sistem alam, akan menambah petunjuk dan tanda-tanda baru keberadaan Tuhan. Dalam pandangan para ilmuwan, seperti yang diungkapkan Hertsel, seorang astronom kenamaan, “Semakin luas sains dan pengetahuan, semakin kuatlah argumen keberadaan Tuhan Yang Azali dan Abadi”.[78]



Al-Qur’an kendati tidak menyebutkan argumentasi wujud Tuhan secara gamblang – karena menurut Al-Qur’an keberadaan Tuhan sebuah hal apriori –, namun tidak jarang Al-Qur’an menyebutkan dan menyinggung bahwa Tuhan tidak memiliki sekutu dan partner dalam urusan penciptaan, pengaturan alam, dan menetapkan bahwa hanya Dialah pengatur segala alam, serta kerap kali disebutkan keharmonisan dan keteraturan alam yang menakjubkan, sekaligus menyeru manusia untuk merenungkannya, karena setiap fenomena yang ada di alam merupakan bukti dan tanda keberadaan-Nya. Di bawah ini kami bawakan ayat yang berkaitan dengan hal itu:





إِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ الَّليْلِ وَالنَّهَارِ َلآيَاتٍ ِلأًولِي اْلأَلْبَابِ



“Sesungguhnya di dalam Penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya siang dan malam, terdapat tanda-tanda (keberadaan Allah) bagi orang-orang yang berakal”.[79]



وَفِيْ خَلْقِكُمْ وَمَا يَثْبُتُ مِنْ دَابَّةٍ َلآيَاتٍ لِقَوْمٍ يُوْقِنُوْنَ



“Dan di dalam penciptaan kalian serta hewan-hewan melata terdapat tanda-tanda (keberadaan Allah) bagi kaum yang beriman”.[80]



إِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ الَّليْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِيْ تَجْرِيْ فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَى بِهِ اْلأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيْهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيْفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ َلآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُوْنَ
»»  read more

pemuda dan otonami

PROBLEMATIKA GENERASI MUDA DAN OTONOMI DAERAH

Gerakan reformasi yang ditandai dengan runtuhnya rezim otoriter Orde Baru, merupakan berkah bagi bangsa Indonesia karena gerakan ini telah membawa perubahan yang berarti bagi demokrasi di negara Indonesia. Salah satu kebijakan penting yang dilahirkan dari rahim era reformasi adalah dikeluarkannya kembali kebijakan tentang desentralisasi dan otonomi daerah. Secara legal formal, kebijakan tersebut mulai berjalan sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kebijakan pemerintah ini dapat dianggap sebagai gerbang yang mengembalikan peran dan otoritas rakyat sebagai pemilik kedaulatan atas kehidupan berbangsa dan bernegara.
Diskursus mengenai otonomi daerah di Indonesia bukanlah merupakan suatu hal yang baru karena diskursus tentang hal ini sudah ada seiring dengan berdirinya republik ini. Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945, misalnya, telah memberikan landasan yuridis yang jelas tentang eksistensi otonomi daerah, yang kemudian menjadi inspirasi dikeluarkannya undang-undang tentang otonomi daerah di Indonesia. Namun demikian, tema tentang otonomi daerah tetap menjadi kajian yang aktual dan memiliki relevansinya dengan kondisi bangsa hari ini.
Secara teoritis, penerapan asas desentralisasi akan melahirkan otonomi daerah. Dengan diberlakukannya asas desentralisasi dalam sistem pemerintahan diharapkan mampu menghasilkan pemerintahan daerah yang akuntabel, transparan dan responsif. Hakekat dari kebijakan otonomi daerah adalah untuk menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan otonomi daerah diharapkan pemerintah daerah mampu mengelola secara optimal potensi-potensi lokal sehingga dapat mensejahterakan kehidupan masyarakat. Di sisi yang lain kebijakan desentralisasi akan menghasilkan wadah bagi masyarakat lokal untuk mengembangkan dirinya secara mandiri dan dapat berperanserta dalam menentukan kebijakan publik yang berkaitan langsung dengan kepentingan masyarakat setempat.
Sampai saat ini upaya meretas jalan menuju penerapan otonomi daerah bagi masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) masih menimbulkan kegamangan. Hal ini dapat dilihat dari belum terwujudnya berbagai hal penting dari tujuan diterapkannya otonomi daerah, seperti upaya penguatan perekonomian rakyat. Faktor ini semakin menemukan masalah karena dalam kenyataannya kekuatan swasta di NTT masih sangat rapuh. Kondisi ini berbanding terbalik dengan populasi generasi muda (baca: pencari kerja) di NTT yang begitu lumayan banyak. Lemahnya upaya pemerintah menghadirkan program penguatan ekonomi rakyat di satu sisi dan minimnya swasta yang berupaya menciptakan lapangan kerja disisi yang lain telah menyebabkan keberadaan pegawai negeri sipil sebagai satu-satunya lahan yang diperebutkan untuk mendongkrak ekonomi keluarga. Sekitar 80.000 pemuda di NTT yang berasal dari berbagai tingkat pendidikan harus berjuang keras untuk merebut sekitar 800 lowongan pegawai negeri sipil pada awal tahun 2005.
Kenyataan ini sungguh ironis karena sesungguhnya NTT juga mempunyai sumber daya alam yang potensial tapi belum secara maksimal dikembangkan. Dunia pertanian dan kekayaan laut yang begitu besar sampai saat ini masih dikelola secara tradisional. Potensi yang ada tersebut belum menggugah kaum muda terutama tamatan sarjana agar berpikir kreatif untuk mengembangkannya menjadi lahan penguatan ekonomi rakyat sekaligus dapat membuka lapangan kerja. Apalagi saat ini sektor bisnis swasta di NTT belum berkembang dengan baik. Dua problematika ini sesungguhnya telah menyebabkan meningkatnya pengangguran di NTT. Apalagi pengangguran para sarjana dari berbagai disiplin ilmu juga terus bertambah setiap tahun dengan berbagai persoalannya.
Bagi propinsi kaya, kehadiran otonomi daerah tentu disambut dengan gegap gempita karena memiliki penghasilan yang begitu tinggi. Tetapi bagi NTT, propinsi yang terbilang miskin di tanah air ini, kesiapan untuk berotonomi tampaknya masih dalam taraf wacana. Banyak pihak meragukan kesiapan NTT memasuki era otonomi daerah. Keraguan itu disebabkan oleh berbagai persoalan, selain seperti telah dijelaskan diatas, problem lain yang juga dihadapi NTT adalah lemahnya sumber daya manusia serta manajemen pemerintahan yang dirasakan masih dikelola dengan semangat primordialisme. Semangat ini konon lahir dari kandungan kualitas aparat yang berorientasi merebut kue kecil di birokrasi (Kompas, 21 Maret 2001). Secara sosial tampak ada kecenderungan kuat para sarjana baru di NTT lebih suka memilih menjadi pegawai negeri sipil ketimbang menciptakan lapangan kerja.
Kemiskinan, yang akrab dengan NTT membuat banyak orang membuat anekdot tentang propinsi ini. Sudah tidak asing lagi bagi kita mendengar NTT dijadikan singkatan “Nasib Tak Tentu, Nasib Tambah Terang, Nanti Tuhan Tolong, Ngalor-ngidul Tidak Tentu, Numpang Tanda Tangan, Negeri Tidak Tentram”, dan masih banyak lagi bentuk pelesetan yang akhirnya hanya memberi kesan begitu kental tentang betapa terbelakangnya daerah ini dalam hampir semua aspek kehidupan.
Dalam konteks ini, Pius Rengka sebagai pengamat sosial dan pemerhati otonomi di NTT menilai, sesungguhnya banyak aparat di NTT yang mampu membuat program pembangunan, hanya saja program yang dibuat tersebut cenderung berorientasi pada peningkatan kesejahteraan mereka sendiri. Program itu didesain sedemikian rupa untuk memenuhi dua kepuasan sekaligus. Pertama, untuk menyenangkan dan menyelaraskan dengan keinginan program Jakarta. Dan kedua, untuk kepentingan lokal, khususnya kesejahteraan aparatur. Karena itu, desain program bukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau melayani kepentingan masyarakat, tetapi dirancang untuk melayani kepentingan birokrasi itu sendiri. (Kompas, 21 Maret 2001).
Realitas itu membuat NTT semakin terbelenggu dengan kemiskinan. Dr Deno Kamelus memaparkan, keadaan penduduk miskin di NTT pada Juli 1999 tercatat 567.591 kepala keluarga (KK). Jika setiap keluarga terdiri atas lima orang, berarti jumlah penduduk miskin di daerah ini sekitar 2,83 juta jiwa atau 78,2 persen dari 3,62 juta jiwa penduduk NTT. Tidak hanya miskin harta, penduduk NTT terbilang miskin pendidikan. Kamelus mengungkapkan, 81,04 persen penduduk NTT hanya berpendidikan SD, bahkan tak tamat, 8,67 persen berpendidikan SLTP, 8,64 persen berpendidikan SLTA, dan hanya 1,65 persen menamatkan pendidikan di perguruan tinggi (Kompas, 21 Maret 2001).
Kondisi obyektif ini membuat banyak pihak di NTT merasa sangat was-was menghadapi otonomi. Tetapi, siap atau tidak siap, otonomi daerah harus diterima, bahkan menjadi harapan baru untuk memperkenalkan paradigma baru, yakni suatu model pelayanan publik yang bersifat desentralistik. Jika paradigma lama yang sentralistik menghasilkan pembelengguan sosial yang ditandai dengan menjamurnya KKN yang mengakibatkan kemiskinan kian terstruktur di NTT, dengan paradigma baru yang desentralisasi diharapkan sebagai antithesa yang menghasilkan pembebasan sosial yang memungkinkan belenggu rantai kemiskinan dapat lepas dari leher kehidupan masyarakat NTT.
Namun, untuk mencapai semua itu tidaklah mudah. Pius Rengka menyimpan sejumlah pertanyaan untuk mencapai itu. Apakah perubahan paradigma itu bisa mengubah perilaku budaya birokrasi ? Apakah elite birokrat rela membuang kebiasaan lama dan masuk ruang era baru memperbaharui diri ? Apakah dengan perubahan paradigma serta merta mengubah daya kritis aparatur ? Apakah dengan Otonomi Daerah, aparatur tiba-tiba kritis, kreatif, dan mengubah wataknya secara mendasar? (Kompas, 21 Maret 2001). Fase ini tentunya harus melalui sebuah fase transisi budaya yang diharapkan di ujung sana ada otonomi individu. Jika individu-individu sudah berotonomi, maka sekelompok warga pun bisa berotonomi. Jika sekelompok masyarakat berotonomi maka peran negara akhirnya tidak sekadar subsidium.
Berangkat dari realitas di atas, penulis menawarkan dua hal penting yang harus segera diperjuangkan di NTT, yaitu: pertama, mendorong pemerintah daerah agar lebih peka terhadap realitas yang terjadi serta lebih apreseatif terhadap berbagai tuntutan perubahan. Oleh karenanya mulai saat ini pemerintah daerah di wilayah NTT harus sudah mulai mendesain program-program pemberdayaan masyarakat dalam berbagai sektor kehidupan, sehingga dengan demikian masyarakat juga akan mulai terlibat secara langsung dalam pembangunan di daerah. Karena salah satu hal penting yang harus juga diperjuangkan setelah diberlakukannya otonomi daerah adalah mendorong munculnya keterlibatan masyarakat dalam pembangunan daerah. Hal ini dikarenakan saat ini keterlibatan masyarakat dalam pengertian yang sesungguhnya belum terwujud di hampir setiap daerah di NTT. Secara teoritik, ada dua asumsi dasar di balik makna penting keterlibatan masyarakat, yaitu: masyarakat lebih mengerti tentang apa yang terbaik buat mereka dan masyarakat berhak ikut serta dalam perumusan setiap kebijakan publik yang secara pasti akan mempengaruhi kehidupan mereka. Dengan kata lain, kebijakan publik dalam era otonomi daerah terlalu penting untuk hanya diserahkan kepada segelintir orang (pejabat pemerintah dan wakil rakyat) tanpa melibatkan partisipasi masyarakat.
Kepada para generasi muda, terutama para sarjana dari berbagai disiplin ilmu perlu merumuskan langkahnya agar turut serta membangun gagasan-gagasan briliyan untuk pembangunan daerah NTT, terutama dalam menciptakan lapangan kerja dengan ilmu yang dimilikinya. Dalam hal ini harus dimulai dari kekuatan-kekuatan Organisasi Kemahasiswaan dan Pemuda (OKP), seperti PMKRI, GMKI, HMI, IPNU, PMII, IMM, GP Anshor dan Fatayat NU, KNPI dan lain sebagainya yang ada di NTT agar mulai mendorong setiap aktivitasnya ke arah pemberdayaan generasi muda agar turut serta menyelesaikan problemnya sendiri. Kegiatan pemberdayaan generasi muda dalam konteks ini, terkait erat dengan memberdayakan masyarakat pada umumnya karena di samping untuk memerangi kesenjangan sosial yang ada, seperti kemiskinan, juga untuk mendorong masyarakat menjadi lebih aktif dan penuh inisiatif. Sudah banyak bukti yang memperlihatkan bahwa ketika inisiatif tentang pembangunan tersebut hanya datang dari pihak pemerintah dan tidak pernah diletakkan pada masyarakat, perjalanan pembangunan selalu diwarnai oleh berbagai bentuk monopoli dan manipulasi.
Pembangunan yang diwarnai monopoli dan manipulasi pada gilirannya akan melemahkan masyarakat. Karenanya, dalam mewujudkan pembangunan yang partisipatif sesuai dengan semangat otonomi daerah, perlu dibarengi dengan penciptaan iklim yang partisipatif sekaligus kondusif dalam pelaksanaan pembangunan. Untuk menciptakan iklim yang demikian, penerapan (implementasi) good governance dalam pembangunan daerah merupakan pra-syarat utama agar pembangunan yang dilaksanakan dapat mencapai target yang dicita-citakan, yakni menciptakan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat.
Dengan demikian, pembangunan harus dilakukan secara terencana dan sistematis dengan melibatkan partisipasi masyarakat terutama generasi muda. Pembangunan di NTT harus dimaknai sebagai proses perbaikan, peningkatan dan perubahan atau pembentukan kualitas masyarakat sipil yang kuat (civil society), yaitu masyarakat yang bermoral, berilmu, bermartabat, egaliter, demokratis. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kewenangan dan tanggungjawab pada masyarakat sekaligus peningkatan kualitas kemandirian masyarakat NTT dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Secara teoretis, masyarakat sipil yang kuat berhubungan dengan prinsip good governance yang merupakan sebuah mental programming dari sebuah pemerintahan, yaitu cara berpikir, berperasaan, dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang timbul dari suatu proses penyesuaian dengan lingkungan eksternal dan internal, yaitu masyarakat dengan pemerintah. Prinsip-prinsip good governance berbasis pada prinsip fairness, transparancy, accountability dan responsibility serta profesionalisme dan efisiensi. Jika sebuah pemerintahan tidak mengadaptasi prinsip-prinsip di atas, bisa dipastikan bahwa pemerintahan itu bersifat manipulatif dan cenderung memonopoli kehidupan masyarakat.
Desentralisasi merupakan salah satu new strategy untuk menghadapi era new game yang penuh dengan new rules di millenium ketiga nanti. Dengan desentralisasi diharapkan akan mampu menghasilkan pemerintah daerah otonom yang efisien, efektif, akuntabel, transparan dan responsif secara berkesinambungan. Arahan seperti ini adalah keharusan karena dengan model pemerintah seperti inilah pembangunan bagi seluruh rakyat Indonesia di seluruh penjuru tanah air dapat dilaksanakan. Di sisi yang lain kebijakan desentralisasi akan menghasilkan wadah bagi masyarakat setempat untuk berperan serta dalam menentukan cara-caranya sendiri untuk meningkatkan taraf hidupnya sesuai dengan peluang dan tantangan yang dihadapi dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam konteks ini dibutuhkan moralitas segenap elemen di NTT untuk turut serta mensukseskan kebijakan baru ini, yang kita yakni bersama akan membawa perubahan secara signifikan bila dilaksanakan secara sungguh-sungguh. Oleh karena itu, moralitas harus dimulai dengan kesediaan kita semua untuk bertindak adil. Bertindak adil berarti memperlakukan semua orang dengan cara yang sama dan dalam kondisi yang sama pula. Selain itu keadilan menuntut agar ketidak-adilan harus segera ditiadakan. Keadilan masyarakat adalah keadilan yang berlakunya tergantung proses-proses yang berlangsung dalam masyarakat seperti struktur ekonomi, politik, sosial-budaya,dan ideologi dalam masyarakat. Mengusahakan masyarakat yang berkeadilan berarti mengubah untuk sebagian atau seluruhnya struktur-struktur ekonomis, politik, sosial-budaya dan ideologis yang menyebabkan sebagian besar orang tidak memperoleh apa yang seharusnya menjadi haknya.
Mengusahakan keadilan masyarakat, sebagian merupakan tugas pemerintah kabupaten dan kota di wilayah NTT karena kebijakan yang diambil oleh pemerintah daerah di wilyah NTT tersebut mempunyai pengaruh yang besar terhadap struktur-struktur ekonomi, politik, sosial dan budaya NTT. Namun karena keadilan hanya dapat diusahakan dengan membongkar struktur-struktur tersebut yang berarti mengancam kepentingan pemerintah, maka keadilan masyarakat harus pula diupayakan oleh civil siciety, komunitas non negara. Oleh karena itu keadilan harus diupayakan sendiri oleh mereka yang menderita ketidakadilan atau mereka yang menyadari ketidakadilan sebagai musuh.
»»  read more

penciptaan manusia

Mukjizat Penciptaan Manusia Dalam Al Qur’an

“Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari sari tanah, kemudian kami menjadikannya air mani pada tempat yang kukuh dan terpelihara (rahim) kemudian kami menjadikan air mani itu segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, lalu segumpal daging kami jadikan tulang-tulang, maka kami liputi tulang-tulang itu dengan daging, kemudian kami menjadikannya satu bentuk yang lain. Maha suci Allah sebaik-baik pencipta”[1].

“ Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari air mani yang bercampur”[2].

Proses kejadian manusia berawal dari dalam kandungan selama lebih kurang sembilan bulan. Selama di dalam kandungan kejadian manusia mengalami beberapa proses: Dari setetes air mani. Setelah beberapa lama, menjadi segumpal darah. Allah berfirman di dalam surat Al-Alaq: “Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah”[3]. Kemudian setelah beberapa lama menjadi segumpal daging. Kemudian dari segumpal daging tadi dijadikan tulang-tulang yang dibungkus oleh daging-daging tersebut. Kemudian dijadikanlah bentuk rupa yang sempurna.

Di dalam tafsir Mafatihul Gaib dijelaskan: “kami ciptakan seorang makhluk dalam penciptaan pertama yang akan nantinya menjadi manusia akan tetapi dia kami non aktifkan. Dia memiliki mulut tetapi bisu. Dia memiliki telingga tetapi tuli, memiliki mata tetapi buta”. (Tafsir Fakhrurozi, 85/23).

Di dalam hadits Bukhari Muslim, masa tiap-tiap perubahan adalah 40 hari dan setelah sempurna maka Allah mengutus malaikat untuk menulis empat ketentuan:

1. Menuliskan amal perbuatannya selama hidupnya
2. Menuliskan rizkinya kaya atau miskin
3. Menuliskan nasibnya baik atau buruk
4. Menuliskan ajalnya kapan, dimana dan bagaimana ia mati

Di sini penulis kemukakan juga proses penelitian para ahli yang sejalan dengan Qur`an tentang proses kejadian manusia.

Riset dan penelitian ilmiah kontemporer membuktikan bahwa Al-Quran banyak memiliki tanda-tanda ilmiah (sains). Hal ini diperkuat dengan banyaknya lahir buku-buku yang membahas korelasi antara Al-Quran dan sains modern. Meskipun Al-Quran bukanlah buku sains, namun jika ia sarat dengan sinyal-sinyal sains; hal ini tidak dapat dipungkiri keberadaannya.

Hal ini disinyalir oleh Dr. Dzakir Abdul Karim (2003) bahwa Al-Quran bukanlah buku sains, tetapi ia adalah buku yang memuat tanda-tanda (sains) saja. Di dalamnya terdapat 6.000 ayat lebih dan sekitar 100 ayat lebih berbicara masalah sains tersebut.

Dr. Ahmad Syauqi al-Fanjary (2000) menyatakan bahwa masalah reproduksi (al-tanâsul) dan pertumbuhan embrio (nasy’ah al-janîn) merupakan salah satu rahasia ilmiah yang sangat kompleks. Ia begitu rahasia bagi manusia hingga ditemukannya mikroskop yang canggih, seperti mikroskop elektron yang mampu membesarkan benda hingga mencapai 200.000 kali. Hal ini tidak ada sebelumnya, kecuali pada abad ke-20.

Hal ini juga disinyalir oleh Dr. Zakaria Hamîmiy di dalam bukunya al-‘I`jâz al-`Ilmiy fî al-Qur’ân al-Karîm bahwa hingga mendekati abad ke-19 para ahli embrio (ulamâ` al-‘ajinnah) terbagi dua kubu; kubu pertama kelompok yang menyatakan bahwa manusia telah menjadi makhluk (tercipta) dengan sempurna di dalam sperma dalam bentuk yang hina dan kelompok kedua adalah kelompok yang menyatakan bahwa manusia telah tercipta dengan sempurna di dalam sel telur (ovum) seorang wanita. Beliau kemudian menjelaskan bahwa di saat para ilmuwan itu belum mampu untuk mengetahui kebenaran tersebut, kita melihat bahwa Al-Quran sejak empat belas abad silam telah memastikan hal itu…[4]

Hal tidak diragukan lagi merupakan salah satu mukjizat ilmiah dalam Islam yang dikemas dalam Al-Quran sebagai wahyu pamungkas bagi manusia.

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhamu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah”[5].

Menurut Dr. Zagloul Najjar, surat tersebut dinamakan dengan surat “Al-`Alaq” karena di dalamnya terdapat fase penciptaan manusia. Dimana bentuk dan cara makan embrio itu menyerupai lintah (dûdah al-`alaq)[6].

Adalah Dr. Keith L. Moore, seorang ilmuwan Barat kontemporer pertama yang menulis tentang kelebihan Al-Quran yang lebih maju dalam embriologi. Beliau menulis sebuah buku yang berjudul The Developing Human. Buku tersebut telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan diajarkan di berbagai fakultas kedokteran di Amerika, Jepang, Jerman dan seluruh negara-negara di dunia sebagai referensi embriologi.

Dr. Ketih L. Moore sendiri belum memiliki informasi bahwa awal dari jadinya embrio berbentuk seperti segumpal darah (`alaqah). Untuk menguji kebenaran tersebut, beliau melakukan riset fase awal embrio dalam sebuah mikroskop di laboratorium pribadinya. Beliau melakukan komparasi catatannya dengan bentuk segumpal darah tersebut. Setelah itu beliau sangat tercengang ketika melihat kesamaan bentuk antara keduanya. Akhirnya, beliau memperoleh berbagai informasi (pengetahuan) yang belum diketahuinya dari Al-Quran. Terbukti bahwa Al-qur`an telah menceritakan salah satu kemukjizatanya.

Selanjutnya, fase segumpal darah (`alaqah) berlanjut terus dari hari ke-15 sampi hari ke-24 atau ke-25 setelah sempurnanya proses pembuahan. Meskipun begitu kecil, namun para ahli embriologi mengamati proses membanyaknya sel-sel yang begitu cepat dan aktivitasnya dalam membentuk organ-organ tubuh. Mulailah tampak pertumbuhan syaraf dalam pada ujung tubuh bagian belakang embrio, terbentuk (sedikit-demi sedikit ) kepingan-kepingan benih, menjelasnya lipatan kepala; sebagai persiapan perpindahan fase ini (`alaqah kepada fase berikutnya yaitu mudhgah (mulbry stage)).Mulbry stage adalah kata dari bahasa Latin yang artinya embrio (janin) yang berwarna murberi (merah tua keungu-unguan). Karena bentuknya pada fase ini menyerupai biji murberi, karena terdapat berbagai penampakan-penampakan dan lubang-lubang (rongga-rongga) di atasnya.

Realitanya, ungkapan Al-Quran lebih mendalam, karena embrio menyerupai sepotong daging yang dikunyah dengan gigi, sehingga tampaklah tonjolan-tonjolan dan celah (rongga-rongga) dari bekas kunyahan tersebut. Inilah deskripsi yang dekat dengan kebenaran. Lubang-lubang itulah yang nantinya akan menjadi organ-organ tubuh dan anggota-anggotanya.

Di dalam Al-Quran disebutkan bahwa embrio terbagi dua; pertama, sempurna (mukhallaqah) dan kedua tidak sempurna (ghair mukhallaqah). Penafsiran dari ayat tersebut adalah: Secara ilmiah, embrio dalam fase perkembangannya seperti tidak sempurna dalam susunan organ tubuhnya. Sebagian organ (seperti kepala) tampak lebih besar dari tubuhnya dibandingkan dengan organ tubuh yang lain. Lebih penting dari itu, sebagian anggota tubuh embrio tercipta lebih dulu dari yang lainnya, bahkan bagian lain belum terbentuk. Contoh, kepala. Ia terbentuk sebelum sebelum bagian tubuh ujung belum terbentuk, seperti kedua lengan dan kaki. Setelah itu, secara perlahan mulai tampaklah lengan dan kaki tersebut. Tidak diragukan lagi, ini adalah I’jâz `ilmiy (mukjizat sains) yang terdapat di dalam Al-Quran. Karena menurut Dr. Ahmad Syauqiy al-Fanjary, kata `alaqah tidak digunakan kecuali di dalam Al-Quran.

Dari penjelasan singkat di atas dapat ditarik sebuah konklusi bahwa Al-Quran bukan hanya sebagai kitab suci yang membacanya merupakan ibadah, namun ia juga merupakan sebuah kitab yang banyak mengandung tanda-tanda ilmiah. Hal ini semakin membuktikan bahwa Al-Quran itu benar-benar wahyu dari Allah, bukan buatan Muhammad SAW. Fakta ini telah banyak dibuktikan oleh para ilmuwan Barat, seperti Maurice Bucaille, Moris Bokay dan yang lainnya. Dan akhirnya mereka mengakui keagungan agama Islam lalu memeluknya.

Sesungguhnya manusia diciptakan oleh Allah SWT adalah paling sempurna dibandingkan dengan machluk yang lainya, termasuk diantaranya Malaikat, Jin, Iblis, Binatang, dll. Tetapi kita sendiri sebagai manusia tidak tahu atau tidak kenal akan diri kita sendiri sebagai manusia. Untuk itu marilah kita pelajari diri kita ini sebagai manusia, Siapa diri kita ini? Dari mana asalnya? Mau kemana nantinya? Dan yang paling penting adalah bagaimana kita menempuh kehidupan di dunia ini supaya selamat di dunia dan akhirat nanti?.

[1] QS. Al Mu’minun: 12-15
[2] QS. Addahr: 2
[3] QS 96. Al-’Alaq: 2
[4] Dr. Zakaria Hamîmiy, 2002: 92
[5] QS. Al-`Alaq: 1-2
[6] Harian Ahram, 11/10/2004
Nomor 26/Edisi VI/Th. I
»»  read more

12.22.2008

BAHAGIA HAMKA

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulil;lah kami panjatkan kepada Allah SWT. Yang telah memberikan kepada kami unruk menyelesaikan tugas makalah tentang makalah studi tokoh tasawuf ini, sehingga dalam batas waktu yang telah ditentukan, kami dapat menyelesaikan makalah yangberjudul “Tasawuf Hamka” ini dengan baik insya Allah.
Sehubungan dengan penulisan makalah ini , bahwa sesungguhnya dalam penyusunan makalah ini bertujuan untuk: pertama, sebagai pemenuh tugas dari mata kuliah “Ahlak Tasawuf” yang dibimbing oleh ibu Zamratul Mukaffah. Kadua, sebagai wahana belajar bagi kami hususnya dan bagi semua pembaca pada umumnya.
Melalui makalah ini, kami mencoba menelusuri tentang sudut pandang Hamka terhadap ilmu tasawuf, termasuk corak pemikirannya di dalam mengarungi kehidupan yang berhubungan langsung dengan khaliqnya. Selain dari itu, kami juga mencantumkan biografi singkat dan karyr-karya Hamka yang telah dihasilkan.
Ahirnya, besar harapan kami kepada para pembaca untuk memaklumi datangnya makalah ini, karena sesungguhnys kami menyadfari bahgwa penyusunan makalah ini jauh dari sempurna. Maka dari itu, kritik dan saran saudara kami tunggu demi terciptanya makalah yang lebih sempurna pada edisi berikutnya.





Penulis
amiruddin


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagaimana telah kita ketahui bersama, bahwa banyak sekali kaum sufi yang mengatkan dan mendefinisikan ilmu tasawuf yang intinya menyatukan dirinya dengan allah dan mengharuskan untuk meninggalkan eidupan yang terkait dengan kehidupan dunia. Mereka terlalu takut dengan ancaman allah terhadap orang yang mementingkan dunia ketimbang dengan dunia akhiratnya. Seperti ibnu khaldun yang mendefinisikan tasawuf itu adalah orang yang tekun beribadah dan memutuskan hubungan dengan segala sesuatu selain allah SWT.
Dari pengertian itulah, umat islam mempunyai anggapan bahwa mereka akan bertasawuf dengan meninggalkan kehidupan dunia. Padahal islam sebenarnya tidak mengharap seperti itu, akan tetapi seharusnya ada keseimbangan antara dunia dan akhirat, sehingga umat islam tidak lemah ekonominya. Kalau sudah islam lemah ekonominya maka yang jelas, umat islam akan mengurangi rasa solidaritasnya antar umat islam, sehingga persatuan dan kesatuan umat islam tidak tercapai bahkan akan saling memusuhi sesamanya.
Karena itulah, lahirlah seorang hamka yang membawa konsep baru dalam dunia tasawuf dan hamka tahu betul akan kondisi umat islam saat ini, karenanya beliau menganggap hubungan sesama manusia juga merupakan urusan dirinya bahkan beliau berkata dalam bukunya "Negara itu adalah diri dan diri ini adalah negara".
B. Rumusan Masalah
Untuk lebih jelasnya tentang pemikiran hamka, penulis uraikan beberapa rumusan masalah sebagai landasan dalam penulisan makalah ini.
1. Siapa hamka itu?
2. Bagaimana pemikiran tasawuf hamka?
3. Bagaimana corak pemikiran hamka?
4. Apa saja karya-karya hamka?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Hamka
Hamka merupakan singkatan dari haji abdul malik bin abdul karim amrullah. Beliau adalah seorang ulama, aktifitas politik dan penulis besar Indonesia. Beliau lahir pada tanggal 17 februari 1908 dikampung molek. Hamka mendapat pendidikan rendah disekolah dasar meninjau sampai tingkat darjah dua. Ketika usia hamka mencapai 10 tahun, ayahnya yang bernama ssyeh karim bin amrullah atau terkenal dengan sebutan hajirasul, telah mendirikan sumatera thawalib dipadang panjang. Ditempat itulah hamka mempelajari ilmu agama dan mendalami ilmu bahasa arab, tetapi pada waktu itu hamka belajar disebuah surau dan masjid yang dipandu langsung oleh syekh ibrahim musa dan masih banyak lagi para syekh yang mengajarinya.
Pada tahun 1927 hamka memulai karirnya sebagai guru agama dimedan dan guru agama di padang panjang. Setelah itu hamka dilantik sebagai pengajar di universitas islam Jakarta pada tahun 1957 hingga tahun 1958. dan dilantik menjadi rector perguruan tinggi islam dan professor universitas mostopa, Jakarta. Pada tahun 1951 sampai 1960 beliau diangkat menjadi pegawai tinggi agama oleh menteri agama. Tetapi setelah mendapat pertimbangan dari soekarno untuk memilih antara pengawai negeri dan sebagai aktifitis politik majelis syuro muslimin Indonesia (masyumi), beliau memilih meninggalakan jabatannya itu.
Hamka juga aktif digerakan islam melalui kubuh muhammadiyah, dia juga ikut membangun muhammadiyah untuk melawan kurofat, bid'ah, tarekat dan keyakinan sesat dipadang panjang pada tahun 1925. hamka mendirikan pusat latihan pedakwah muhammadiyah pada tahun 1929, dan pada tahun 1931 menjadi dewan konsul muhammadiyah di makasar. Sehingga beliau terpilih menjadi ketua majlis muhammadiyah di Sumatra barat, menggantikan S. Y. sutan mangkuto tahun 1946, pada konferensi muhammadiyah. Setelah itu, pada tahun 1953, hamka terpilih menjadi penasehat pimpinan pusat muhammadiyah, hingga akhirnya beliau diangkat menjadi ketua majlis ulama Indonesia (MUI) oleh menteri agama Indonesia, prof. dr. mukti ali pada tanggal 26 juli 1977. tetapi pada tahun 1981 hamka melepaskan jabatannya karena nasehatnya tidak digubris oleh pemerintah.
Hamka merupakan orang yang aktif di berbagai bidang mulai guru, da'I, pengarang, politikus, sampai menjadi wartawan dan editor dibebagai media diantaranya: pelita andalas, seruan islam, bintang islam, dan seruan muhammadiyah. Diantara karyanya yang paling besar adalah tafsir al azhar (5jilid) yang ditulis dipenjara, kebetulan dia dituduh orang yang pro Malaysia oleh presiden soekarno, dari tahun 1964-1966. sedangkan novel-novelnya yang mendapat perhatian dari kalangan umum dan menjadi teks sastra di Malaysia dan singapura adalah tenggelamnya kapal van der wijk dibawah lindungan ka'bah dan merantau ke deli.
Hamka pernah mendapat penghargaan dan anugrah pada peeringkat nasional dan antar bangsa seperti anugerah kehormatan doctor honoris kausa, universitas al azhar, 1958; doctor honoris kausa, universitas kebangsaan Malaysia, 1974; dan gelar datuk indono dan pangeran wiroguno oleh pemerintah Indonesia. Akhirnya hamka meninggal dunia pada 24 juli 1981, namun jasad boleh tiada tapi karya-karyanya masih terpatri diberbagai media cetak maupun elektronik.

B. pemikiran hamka tentang tasawuf
Konteks tasawuf seperti yang telah saya paparkan pada pendahuluan itu, menurut hamka akan berdampak negative terhadap perkembangan umat islam, karena paling tidak dengan adanya definisi seperti itu membuat umat islam untuk bermalas-malasan dengan dalih bertasawuf dan berzuhud. Sehingga hamka memutuskan dan membagi tasawuf itu kedalam dua sisi, yaitu: tasawuf sisi negative dan positif , agar umat islam tidak mengikuti gaya tasawuf para shufi yang dalam pengertiannya harus meninggalkan kehidupan dunia. Menurut hamka itu semua tidak sesuai dengan harapan islam yang mengharuskan adanya keseimbangan antanra dunia dan akhirat. Kalau cara shufi yang demikian di praktikkan pada saat sekarang maka manusia akan tersisihkan dalam pergaulannya yang menuntuk menusia harus memiliki tempat yang layak didunia ini karena sesungguhnya dunia dan akhirat tidak bias dipisahkan.
Dalam tasawufnya, hamka menitikberatkan pada kebahagiaan, pemikirannya tentang bahagia bisa dirajut dengan kehidupan dunia, kalau para shufi terdahulu mengharuskan pemutusan terhadap kehidupan dunia untuk mencapai yang namanya ma'rifat dan kebahagiaannya, maka hamka cenderung melihat dunia dengan berbagai perangkatnya menjadi sarana yang perlu untuk mencapai kebahagiaan itu sendiri . Adapun unsur-unsur penyusun kebahagiaan hamka memaparkan faham-faham dari berbagai tokoh seperti: phitagoristen, platonisten aristoteles dan imam al ghazali.
Menurut faham phitagoristen dan platonisten anasir bahagia itu tersusun atas empat sifat utama yaitu: hikmat, keberanian, 'iffah (kehormatan) dan adil . Aristoteles menyusun bahagia dengan lima perkara yaitu: badan sehat, kekayaan cukup, indah sebutan atau terpuji, tercapai yang dicita-citakan dan tajam fikiran. Semua itu jika terkumpul maka akan tercapailah kebahagiaan yang sejati. Setelah mengemukakan pendapat yang dua itu, hamka meaparkan pula tentang penyusun bahagi menurut imam al-ghazali yang tersusun dalam lima bagian yaitu: (1) kebahagiaan akhirat, yakni kebahgiaan yang tiada taranya. Hal ini tidak akan tercapai tanpa bagian yang ke(2) ini, keutamaan akal budi yang meliputi: sempuna akal dengan ilmu, dapat menjaga kehormatan, berani karena benar dan takut karena salah serta adil. Inipun tidak tercapai tanpa melalui bagian ke(3), keutamaan tubuh yang meliputi: sehat, kuat, umur panjang dan elok. Hali ini juga harus melalui bagian ke(4), keutamaan dari luar badan yang terdiri dari: kaya harta, kaya famili, terpandang atau terhormat dan mulia keturunan. Bagian empat ini akan sempurna jika tercapai bagian ke(5), keutamaan yang karena taufiq dan pimpinan Allah yang mengandung empat bagian yaitu: petunjuk, pimpinan, sokongan, dan bantuan Allah.
Dari anasir-anasir bahagia yang diungkap oleh hamka itu, jelaslah bahwa untuk mencapai kebahagian yang sempurna harus melalui kebahagian yang ada didunia, seperti kecukupan harta. Hamka menjelaskan bahwa banyak maksud-maksud suci dari orang yang suci hatinya menjadi terhalang karena kemiskinan . Rukun islam dan juga kewajiban yang lain yang diserukan dalam islam banyak sekali yang membutuhkan peran kehidupan dunia seperti harta karena apabila orang tidak memiliki harta maka untuk melaksanakan rukun islam seperti zakat tidak akan terlaksana, rukun islam yang kelima juga membutuhkan yang namanya uang sebagai ongkos untuk sampai ketanah suci mekkah.
Selain itu sebagai manusia, yang namanya kehormatan tetap menjadi pilihan dalam hidup karena apabila namanya telah tercemar maka orang akan menghindarinya. Menurut hamka penghormatan itu penting walaupun kata hamka " kita tidak boleh takabur dan mencari nama, tetapi tidak terlarang kita berusaha mencari kehormatan dengan memperbaiki budi sendiri. Gila hormat tidak boleh, tetapi menjadi orang terhormat, haruslah jadi tujuan hidup" . Dari itu Jelaslah bahwa kehidupan dunia adalah jalan menuju kebahagiaan yang sejati. Dengan adanya tawaran seperti itu maka jelaslah bahwa pemikiran hamka cocok sekali dengan jaman sekarang ini, karena beliau tidak menyuruh untuk meninggalkan perkara keduniaan bahkan menyuruh kita untuk bekerja keras karena kehidupan dunia merupakan penopang untuk mencapai kebahagiaan yang sejati. Hamka juga menyeru kita untuk kembali kepada tasawuf yang diajarkan oleh nabi Muhammad. Yaitu "memegang sikap hidup yang hati tidak berhasil dikuasai oleh hidup kedunian" . Dengan seperti itu kita hidup boleh bekerja asalkan tidak lebih mementingkan dunia dari pada akhirat.

C. Corak Pemikiran Hamka
Dilihat sepintas corak pemikiran hamka seakan mengacu pada tasawuf falsafi, mengingat konsep tentang tuhan merupakan perkembangan lebih lanjut dari pemikiran para ahli kalam dan filusof. Hamka pun mengakui sendiri dalam buku taswuf modernnya, bahwa itu bukan ciptaan otaknya, mengingat beliau masih muda dan sedikit pengetahuannya akan tetapi, itu hanyalah ditilik dari buku karangan ahli filsafat dan tasawuf islam dibandingkan dengan Al-qur'an dan hadist . Akan tetapi hamka juga banyak mengembalikan kepada Al-qur'an dan hadits sehingga hamper sama dengan tasawuf salafi.
Dengan adanya dua pemikiran itu maka dapat disimpulkan bahwa tasawuf hamka merupakan perpaduan antara salafi dan falsafi dan disbut tasawuf neo-sofiisme. Neo-sofisme berarti sufi yang yang baru dalam artian konteks yang diajarkannya lain dengan ajaran tasawuf terdahulu. Hamka mnyadari betul akan kondisi saat ini yang serba membutuhkan materi sehingga kalau tasawuf terdahulu dikembangkan saat ini maka akan tersisihkan dari dunia social.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa kehidupan modern mempunyai cirri khusus, seperti yang dipaparkan oleh Deliar Noer, masyakat modern bercirikan: bersifat rasional, berpikir objektif, menghargai waktu, berpikir jauh kedepan dan bersikap terbuka . Dengan kondisi yang seperti itu, jika ajaran tasawuf yang harus menjauhi dunia itu tidak cocok lagi, yang cocok adalah ajaran tasauf yang bisa menjembati antara kehidupan dunia dan akhirat.

D. Daftar karya Hamka
1. Khatibul Ummah, Jilid 1-3. Ditulis dalam huruf Arab.
2. Si Sabariah. (1928)
3. Pembela Islam (Tarikh Saidina Abu Bakar Shiddiq),1929.
4. Adat Minangkabau dan agama Islam (1929).
5. Ringkasan tarikh Ummat Islam (1929).
6. Kepentingan melakukan tabligh (1929).
7. Hikmat Isra' dan Mikraj.
8. Arkanul Islam (1932) di Makassar.
9. Laila Majnun (1932) Balai Pustaka.
10. Majallah 'Tentera' (4 nomor) 1932, di Makassar.
11. Majallah Al-Mahdi (9 nomor) 1932 di Makassar.
12. Mati mengandung malu (Salinan Al-Manfaluthi) 1934.
13. Di Bawah Lindungan Ka'bah (1936) Pedoman Masyarakat,Balai Pustaka.
14. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (1937), Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka.
15. Di Dalam Lembah Kehidupan 1939, Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka.
16. Merantau ke Deli (1940), Pedoman Masyarakat, Toko Buku Syarkawi.
17. Margaretta Gauthier (terjemahan) 1940.
18. Tuan Direktur 1939.
19. Dijemput mamaknya,1939.
20. Keadilan Ilahy 1939.
21. Tashawwuf Modern 1939.
22. Falsafah Hidup 1939.
23. Lembaga Hidup 1940.
24. Lembaga Budi 1940.
25. Majallah 'SEMANGAT ISLAM' (Zaman Jepun 1943).
26. Majallah 'MENARA' (Terbit di Padang Panjang), sesudah revolusi 1946.
27. Negara Islam (1946).
28. Islam dan Demokrasi,1946.
29. Revolusi Pikiran,1946.
30. Revolusi Agama,1946.
31. Adat Minangkabau menghadapi Revolusi,1946.
32. Dibantingkan ombak masyarakat,1946.
33. Didalam Lembah cita-cita,1946.
34. Sesudah naskah Renville,1947.
35. Pidato Pembelaan Peristiwa Tiga Maret,1947.
36. Menunggu Beduk berbunyi,1949 di Bukittinggi,Sedang Konperansi Meja Bundar.
37. Ayahku,1950 di Jakarta.
38. Mandi Cahaya di Tanah Suci. 1950.
39. Mengembara Dilembah Nyl. 1950.
40. Ditepi Sungai Dajlah. 1950.
41. Kenangan-kenangan hidup 1,autobiografi sejak lahir 1908 sampai pd tahun 1950.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Hamka merupakan singkatan dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah
2. Pemikiran tasawuf Hamka sangat relevan dengan zaman modern, yaitu konsep dari tasawuf Hamka cocok dengan keadaan sekerang karena beliau menyeru agar tidak meninggalkan dunianya sejauh tidak di kuasai hatinya oleh dunia.
3. Hamka tergolong pada tasawuf yang bercorak neo-sufisme
4. diantara karya-karyanya yang paling besar adalah tafsir al-azhar 30 juz dan dibidang tasawuf hamka menulis buku yang berjudul tasawuf modern.
DAFTAR PUSTAKA

Sholehan, H.2006 Relevansi Pemikiran Tasawuf Hamka, Alpha, Surabaya
Hamka. 1984, Revolusi Ideologi dan Keadilan Sosial, Pustaka Panjimas, Jakarta
Hamka. 1993. Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya.Jakarta : Pustaka Panjimas.
Hamka. 1939. Tasawuf Modern. Medan : Yayasan Nurul Islam.
Solihin,M. dan M. Rasyid Anwar. 2005. Akhlaq Tasawuf. Bandung : Nuansa
Jamil, M. 2007. cakrawala tasawuf. Jakarta: gaung persada press.
Haeri, syaikh fadhalla. 2000. jenjang-jenjang sufisme. Yogyakarta: pustaka pelajar.
»»  read more

12.19.2008

pemanasa global

Global warning

Saat ini masyarakat dunia diresahkan oleh suatu kenyataan yang sulit untuk dihindari. Kenyataan yang dianggapnya sebagai malaikat maut yang akan mencabut nyawa mereka, atau Isrofil yang akan meniupkan sangkakala sebagai isyarat berahirnya kehidupan dan hancurnya alam semesta. Kenyataan itulah yang disebut dengan Global Warning.

Mungkin kita sebagi mahasiswa yang berkecimung dalam bidang agama kurang begitu paham akan isu ini, sehingga menganggapnya sebagai suatu gejala alami biasa yang tidak akan ada pengaruhnya bagi kelangsungan hidup kita. Padahal dalam majalah Online People Weekly World (2007) para peneliti mengungkapkan keresahan mereka dengan kalimat ‘Global warming means dark future’ (Pemanasan global membawa masa depan yang suram). Sementara kita hanya tenang-tenang saja dan tak pernah hawatir kalau bumi yang kita huni ini terancam hancur dan musnah.

Secara kasarnya Global Warming adalah pemanasan global yang disebabkan oleh meningkatnya kadar emisi CO2 yang berasal dari hasil pembakaran bahan bakar fosil (Minyak Bumi, batu bara dll) yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor dan limbah pabrik. Efek yang ditimbulkannya adalah perubahan iklim (Climate Change) yang akan semakin memanas hingga mampu melelehkan lapisan es di berbagai wilayah dunia.

Pada bulan Januari 2002 Intergovermental Panel and Climate Change (IPCC) sebuah lembaga international di bawah PBB telah melakukan penelitian yang bertajuk “global warming”, hasilnya mereka menyatakan bahwa suhu atmosfir bumi diperkirakan akan meningkat mencapai 10.4 derajat Fahrenheit dalam jangka 100 tahun kedepan. Ini artinya telah terjadi pemanasan yang lebih intens jika dibanding dengan efek pemanasan serupa yang terjadi seabad yang lalu.

Dua tahun kemudian (2005) IPCC melakuakan penelitian kembali, hasilnya terjadi peningkatan suhu di dunia 0,6-0,70 sedangkan di Asia relative lebih tinggi, yaitu 10. selain itu ketersediaan air di negeri-negeri tropis berkurang 10-30 % dan terjadi pelelehan Gleser (gunung es) di Himalaya dan Kutub Selatan. Secara general yang juga dirasakan oleh seluruh dunia saat ini adalah makin panjangnya musim panas dan makin pendeknya musim hujan, selain itu makin maraknya badai dan banjir di kota-kota besar (el Nino) di seluruh dunia. Serta meningkatnya cuaca secara ekstrem, yang tentunya sangat dirasakan di negara-negara tropis.

Dalam kontek ke Indonesiaan, sejak tahun 70-an Indonesia sudah beralih dari negara agraris ke negara industri, kemuadian dari negara industri beralih ke negara industri berteknologi komunikasi-informasi. Sejak itulah sawah dan ladang di sulap menjadi industri-industri dan gedung pencakar langit yang menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan dan kerusakan ekosistem karena polusi udara dan air limbah. Kemudian diperparah lagi dengan terjadinya penebangan liar dan kebakaran hutan. Sehingga hilanglah fungsi hutan yang merupakan paru-paru dunia.

Maka sebagai akibatnya, hingga hari ini dampak dari gejala global warming sudah mulai terasa dinegri kita—sebagimana dikabarkan oleh Verena Puspawardhani seorang koordinator kampanye bidang iklim dan energi World Wild Fund (WWF) Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari terjadinya perubahan musim di mana musim kemarau menjadi lebih panjang dari musim hujan sehingga menyebabkan panen gagal. Selain itu terjadi peningkatan kasus penyakit tropis seperti malaria dan demam berdarah Kemudian diperkirakan pada 2070 sekitar 800 ribu rumah yang berada di pesisir harus dipindahkan dan sebanyak 2.000 dari 18 ribu pulau di Indonesia akan tenggelam akibat naiknya air laut..

Konsekwensi dari Kemajuan
Penemuan teknologi di Barat punya pengaruh besar terhadap perkembangan industri di berbagai belahan dunia. Sejak itulah setiap negara berlomba-lomba untuk mengembangkan drinya menjadi negara maju melalui proses industrialisasi. Dan negara-negara yang sudah terbilang maju pun meng-alokasikan industri mereka ke negara-negara berkembang sebagai bentuk pemasaran. Hingga menyebarlah industri-industri di setiap penjuru dunia.

Maka kalau kita akumulasikan hasil pembakaran gas rumah kaca (CO2, CH4, N2O) dalam skala global akan kita ketahui bahwa ada sekitar miliaran ton dalam setiap tahun gas rumah kaca itu di semburkan ke atsmosfir. Akibatnya, sinar matahari yang tiba ke permukaan bumi tak leluasa dipancarkan kembali ke ruang angkasa. kemudian panas tersebut terperangkap dekat permukaan bumi, sehingga menghasilkan gejala sebagaimana halnya di rumah kaca yang digunakan untuk menyemaikan tanaman. Dan gejala inilah yang melelehkan lapisan es di berbagai wilayah dunia, khususnya benua antartika.

Jelasnya tidak bisa kita pungkiri bahwa gejal Global Warming merupakan suatu konsekwensi dari kemajuan teknologi dan perkembangan zaman yang semakin hari semakin pesat. Jadi mau tidak mau kita sebagai manusia yang hidup di zaman ini akan menjadi ‘mangsa’-nya.

Bagaimana Solusinya?
Keresahan itu mengetuk hati para pemimpin Negara- Negara di dunia untuk berkumpul membicarakan secara serius masalah ini. Perkumpulalan itu dilaksanakan pada tanggal 11 Desember 1997 di Kyoto-Jepang dan melahirkan Protokol Kyoto yang ditandatangani oleh 84 negara. Dalam Protokolat ini negagra-negara industri maju diwajibkan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca minimal 5,5%. Namun anehnya Amerika Serikat sebagai negara termaju saat ini, dengan angkuh menolak untuk menandatangani. Padahal AS adalah negara terbesar penghasil gas CO2. Alasan mereka sangat licik sekali “karena dengan mengurangi emisi gas rumah kaca, itu berarti dapat mengurangi incame Negara”.

Disamping itu Negara-negara maju berupaya meminimalisir pemanasan global itu dengan pengembangan teknologi. Misalnya Di Jerman trend yang sedang marak diterapkan adalah disain rumah yang disebut Rumah Pasif. Artinya rumah ini menggunakan enerji kecil (ketika panas, tak membutuhkan AC, ketika dingin membutuhkan pemanas kecil). Atau ditemukannya mobil dengan penggunaan tenaga surya, tidak dengan bahan bakar fosil.

Selain itu Uni Eropa telah mengeluarkan beberapa kesepakatan dalam mengurangi CO2, antara lain:
- memperbanyak jalur sepeda dan pejalan kaki
- mengurangi penggunaan kendaraan pribadi
- memberi label jumlah CO2 yang dihasilkan pada produk makanan
- menghisap CO2 dan menyimpannya di dalam tanah… tentunya dgn teknologi …
- meningkatkan penggunaan energi nuklir, gas bumi, energi angin dll

Hingga minggu kemarin (12 Desember 2007), PBB menggelar konferensi di Bali membahas masalah ini. Namum ‘Hasil Konferensi Bali Hanya Catatan Kaki’ saja, hal ini dilihat dari banyaknya kalangan yang menyesalkannya, karena mereka konferensi ini tidak mencantumkan target pengurangan emisi sebesar 25-40 persen pada 2020. Hingga konferensi Bali ditutup, jelasnya, AS dan Cina tidak menyepakati besaran target pengurangan emisi 25-40 persen pada 2020. Padahal, dua negara tersebut merupakan penyumbang emisi terbesar di dunia. PM Australia, Kevin Rudd, mengatakan dunia telah mengambil langkah berani. Namun, dia mengingatkan masih banyak hal yang harus dilakukan. ”Ini tanggung jawab kita semua untuk melakukan langkah lebih lanjut.” (lihat Republika :senin 17/12/07)

Namun Islam sebagai agama yang relevan dengan kemajuan, sejak 14 abad yang lalu telah memberikan manhaj (konsep) kepada manusia modern dalam menangani masalah global worming. Konsep yang didasarkan pada pesan-pesan robbani yang lebih nyata kebenaranya dari pada konsep dalam Protocol Kyoto yang merupakan buah pemikiran manusia. Diantara konsep itu adalah:

1. Membudayakan hemat energi.

“Maka makanlah dan minumlah, dan jangan berlebihan. Sessungguhnya Allah tidak suka terhadap orang-orang yang suka berlebihan”(Qs.Al A’rof : 31)
2. Gunakan produk ramah lingkungan

“….Dan janganlahkamu jerumuskan dirimu kepada hal yang akan membinasakanmu…….”(QS. Albaqoroh : 195)
3. Buang sampah pada tempatnya

Diriwayatkan dari Abu Hurairoh: “Saya bertanya kepada Rsulullah Wahgai Rasullah ajarkanlah aku sesuatu yang dengannya Allah SWT memberikan manfaat kepadaku! Rasulullahpun berkata “Lihatlah terhadap apa yang mendatangkan bahaya bagi manusia, kemudian buanglah dari jalan mereka (yang membahayakan itu)”
4. Gunakan kendaraan ramah lingkungan

(QS. Albaqoroh : 195)

5. Memberantas penebangan hutan secara liar.

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, setelah (Allah) memperbaikinya….”(Qs. Al A’rof : 56)

Oleh karena itu kita sebagai masyarakat yang berpandangan hidup Islam, berkewajiban untuk meyakinkan mayarakat dunia bahawa segala kerusakan yang terjadi di alam, apapun bentuknya, yang akan mengancam kelangsungan hidup manusia dan juga makhluk lainya, satu-satunya solusi adalah kembali ke manhaj robbani. Artinya kita harus menataati segala konsep yang telah digariskan oleh Sang Pencipta didalam Al Quran dan As Sunnah rasulullah SAW. Wallahu A’lam bis Showwab.
Tags: peradaban islam
Prev: Ibnu ‘Arobi dan Wihdatul Adyan
Next: Kata Orang Mesir tentang Indonesia
»»  read more

ayat tentang keimanan

AYAT AL-QUR’AN TENTANG KEIMANAN

1. Iman kepada Allah

Artinya: “Tetapi aku (percaya bahwa): Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku” ( Al-Kahfi: 38 )

Artinya: “Allah berfirman: “Janganlah kamu menyembah dua tuhan; sesungguhnya Dialah Tuhan Yang Maha Esa, maka hendaklah kepada-Ku saja kamu takut.” (An-Nahl: 51)

Artinya: “Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy yang agung.” ( At-Taubah: 129 )

Artinya: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): “Berimanlah kamu kepada Tuhanmu”, maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang banyak berbakti”. ( Ali ‘Imron: 193 )

Artinya: “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka
mereka itulah orang-orang yang fasik” ( An-Nur: 55 )

2. Iman kepada malaikat Allah

Artinya: ”Dia menurunkan para malaikat dengan (membawa) wahyu dengan perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya, yaitu: “Peringatkanlah olehmu sekalian, bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka hendaklah kamu bertakwa kepada-Ku.” ( An-Nahl: 2 )

Artinya: “(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib[1], yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka” (Al-Baqaroh: 3 )

[1]. Yang ghaib ialah yang tak dapat ditangkap oleh pancaindera. Percaya kepada yang ghaib yaitu, mengi’tikadkan adanya sesuatu yang maujud yang tidak dapat ditangkap oleh pancaindera, karena ada dalil yang menunjukkan kepada adanya, seperti: adanya Allah, Malaikat-Malaikat, Hari akhirat dan sebagainya.

Artinya: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa” ( Al-Baqarah: 177 )

Artinya: ”Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami taat.” (Mereka berdoa): “Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.”( Al-Baqarah: 285 )

Artinya:“Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir” ( Al-Baqarah: 98 )

3. Iman kepada Rasul Allah

Artinya: “Katakanlah: “Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah: “Bahwasanya Tuhanmu adalah Tuhan Yang Esa. maka hendaklah kamu berserah diri (kepada-Nya).” ( Al-Ambiya’: 108 )

Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah oleh kamu Allah, (karena) sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. Maka mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?” (Al Mu’minun: 23 )

Artinya: “Lalu Kami utus kepada mereka, seorang rasul dari kalangan mereka sendiri (yang berkata): “Sembahlah Allah oleh kamu sekalian, sekali-kali tidak ada Tuhan selain daripada-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya).” (Al-Mu’minun: 32 )

Artinya: “Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.” ( Al Ambiyaa’: 25 )

Artinya: “Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)”. ( An-Nahl: 36 )
4. Iman kepada Kitab-kitab Allah

Artinya: “Dan janganlah kamu berdebat denganAhli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka[1154], dan katakanlah: “Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri.” ( Al ‘Ankabut: 46

Artinya: “(Al Quran) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengan-Nya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran” ( Ibrahim: 52 )

Artinya: “Kemudian Kami telah memberikan Al Kitab (Taurat) kepada Musa untuk menyempurnakan (nikmat Kami) kepada orang yang berbuat kebaikan, dan untuk menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmat, agar mereka beriman (bahwa) mereka akan menemui Tuhan mereka” ( Al-An’am: 154 )

Artinya: “Dan Kami berikan kepada Musa kitab (Taurat) dan Kami jadikan kitab Taurat itu petunjuk bagi Bani Israil (dengan firman): “Janganlah kamu mengambil penolong selain Aku,” ( Al-Israa’: 2)

Artinya: “Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada cahaya (Al-Quran) yang telah Kami turunkan. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” ( At Taghaabun: 8 )
5. Iman kepada Hari Akhirat

Artinya: “dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat” ( Al Baqarah: 4 )

Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: “Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.”( Al Baaqarah: 126 )

Artinya: “Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh.” ( Ali Imron: 144 )

Artinya: “Dan (juga) orang-orang yang menafkahkan harta-harta mereka karena riya kepada manusia, dan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan kepada hari kemudian. Barangsiapa yang mengambil syaitan itu menjadi temannya, maka syaitan itu adalah teman yang seburuk-buruknya” ( An Nisaa’: 38 )

artinya: “Dan (juga) agar hati kecil orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat cenderung kepada bisikan itu, mereka merasa senang kepadanya dan supaya mereka mengerjakan apa yang mereka (syaitan) kerjakan” ( Al An’am: 113)

6. Iman kepada Qadha’ dan Qodhar

artinya: “Dan apa yang menimpa kamu pada hari bertemunya dua pasukan, maka (kekalahan) itu adalah dengan izin (takdir) Allah, dan agar Allah mengetahui siapa orang-orang yang beriman” ( Ali Imran: 166 )

artinya “Dan tatkala mereka masuk menurut yang diperintahkan ayah mereka, maka (cara yang mereka lakukan itu) tiadalah melepaskan mereka sedikitpun dari takdir Allah, akan tetapi itu hanya suatu keinginan pada diri Ya’qub yang telah ditetapkannya. Dan sesungguhnya dia mempunyai pengetahuan, karena Kami telah mengajarkan kepadanya. Akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui” ( Yusuf: 68 )

artinya: “Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh mahfuzh)” (Ar Ra’d: 39 )

Artinya: “Tak ada suatu negeripun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami membinasakannya sebelum hari kiamat atau Kami azab (penduduknya) dengan azab yang sangat keras. Yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab (Lauh Mahfuzh)” ( Al Israa’: 58 )

Artinya: “Dan Kami tetapkan bagi mereka teman-teman yang menjadikan mereka memandang bagus apa yang ada di hadapan dan di belakang mereka[1333] dan tetaplah atas mereka keputusan azab pada umat-umat yang terdahulu sebelum mereka dari jinn dan manusia, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang merugi” ( Fushshilat: 25 )

Hadist tentang keimanan
1. iman kepada Allah
قل رسول الله صل الله عليه و سلم : ان تؤمن بالله وملائكته وكتابه و لقائه ورسوله وتؤمن بالبعث الاخر ( متفق عليه)
Artinya: Rasulullah SAW. Bersabda “hendaklah kamu percaya kepada Allah, para malaikat, semua kitab yang diturunkan, hari pertemuan dengan-Nya, para rasul, dan percaya kepada hari kebangkitan”. ( muttafaq alaih )
قل رسول الله صل الله عليه و سلم: تعبد الله لاتشرك به شئان وتقم الصلاة وتؤتي الزكاة ( متفق عليه)
Artinya: Rasulullah SAW. Bersabda: “hendaknya enngkau mengabdikan diri kepada Allah, menyekutukan-Nya dengan sesuatu yang lain. Dirikanlah salat, keluarkanlah zakat ( muttafaq alaihi )
قال رسول الله صل الله عليه و سلم: امنت بالله ورسول
Artinya: Rasulullah SAW. Bersabda: “ aku beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya”
2. Iman kepada Rasul
عن النبي صل الله عليه و سلم قال بني الاسلام على خمسة عل ان يوحدالله واقام الصلاة وايتاء الزكاة وصيام رمضان والحخ (متفق عليه)
Artinya: : dari nabi SAW. Bersabda: islam di tegakkan atas lima perkara: bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah. Mendirikan salat, mengeluarkan zakat, mengerjakan ibadah haji dan berpuasa di bulan Ramadhan.
قال رسول الله صل الله عليه و سلم من قال اشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك له وان محمد عبده ورسوله وان عيس عبد الله وابن امته وكلمته القها الى مريم وروح منه وان الجنة حق وان النار حق ادخله الله من اي ابواب الجنة الثمانينة شاء ( متفق عليه )
Artinya: bersabda Rasul SAW. Barang siapa mengucapkan dua kalimat syahadat “ asyhadu alla ilaha allallah wahdahu la syarikalahu, wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rusuluhu” dan besaksi bahwa nabi Isa AS. Adalah hambanya, anak hamba-Nya dan kalimat Allah, bahwa nabi Isa AS. Dijadikan oleh Allah tidak berbapak hanya dengan mengucapkan kun yang berarti “ jadilah engkau” maka jadilah dia yang disampaikan kepada Maryam dan juga tiupan roh dari pada-Nya serta bersaksi bahwa balasan surga adalah pasti, demikian pula balasan neraka adalah benar, dimana Allah akan memasukkan mereka yang dikehendaki kedalam surga sebagaimana yang dikehendaki-Nya, maka Allah pasti akan memasukkan dia kedalam surga sekalipun amalnya sangat sedikit.
حديث ابى هريرةرضي الله عنه قال : سئل رسول الله صل الله عليه و سلم اي الاءعمال افضل قال ايمان بالله قال ثم ماذا قال الجهاد في سبيل الله قال ثم ماذا قال حخ مبرور ( متفق عليه )
Artinya: diriwayatkan dari Abi Huraira RA. Dia telah berkata: “sesungguhnya rasulullah SAW. Ditanya: apakah amalan yang paling utama? Rasulullah kemudian bersabda: beriman keoada Allah dan rasul-Nya. Lalu sahabat bertuanya lagi: kemudian apa? Rasulullah menjawab: jihad atau berjuang pada jalan Allah. Kemudian sahabat bertanya lagi: kemudian apa? Rasulullah menjawab haji mabrur.

3. iman kepada hari akhir, kitab Allah, qadha dan qadhar Allah dan malaikat Allah
عن ابى هريره رضى الله عن رسول الله رسول الله صل الله عليه و سلم قال:من كان يؤمن بالله واليوم الاخر فليقل خيرا او ليصمت.و من كان يؤمن بالله واليوم الاخر فليكرم جاره. و من كان يؤمن بالله واليوم الاخر فليكرم ضيفه ( رواه مسلم)
Artinya: diriwayatkan dari abi hurairah RA. Dari Rasulullah SAW. Beliau bersabda: “barang siapa beriman kepada Allah dan kepada hari akhir maka hendaklah berkata baik atau bediam diri; dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah memulyakan tetangganya; serta barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah memulyakan tamunya”
عن ابى هريره رضى الله عنه: كان النبي صل الله عليه و سلمبارزا يوما لالنساس فاءتاه الرجل فقال: ماالايمان؟ قال:الايمان انتؤمن باالله وملاءتهوبلقائه وسوله وتؤمن باالبعث_قال: ماالاسلام؟ قال: الاسلام ان تعبد الله ولا تشرك به وتؤدى الزكاة المفروضة وتصوم رمضان. قال االاحسان؟ قال: ان تعبد الله كاءنك تراه فاءن لم تكن تراه فانه يراك ( رواه البخرى )
Artinya: dari abi hurairah r.a. dia berkata: suatu hari Rasulullah berkumpul dengan umat manusia kemudian ada seoarang laki-laki menghadap sambil bertanya: apa arti iman itu ya Rasulullah? Jawab rasulullah: “iman ialah beriman kepada Allah, malaikat, dan bertemu dengannya, percaya kepada utusan-Nya, kitab-kitab-Nya, hari akhir dan pecaya kepada qadha’ dan qaadhar Allah”. Kemudian lelaki itu bertanya lagi: apa islam itu ya rasulullah? Jawab rasulullah: “islam itu berserah diri kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya, mendirikan salat, membayar zakat yang telah diwajibkan, berpuasa dibulan ramadhan dan berhaji kebaitullah mekka” kemudian bertanya lagi: “apa itu ihsan ya rasulullah? Jawab rasul: “ihsan ialah hendaklah engkau beribadah kepada Allah swt. Seakan-akan engkau melihat-Nya, walau sebenarnya engkau tiada melihat-Nya; sesungguhnya Allah adalah melihatmu (segala peri lakumu)

فخذوا بكتاب الله وتمسكوا به
Artinya: “ maka ambillah (keputusan) berdasarkan kitabullah dan berpegang teguhlah dengannya”.
انها ستكون فتن. قلت ماالمخرخ منها يا رسول لله قال: كتاب الله.
Artinya: “sesunguhnya (pada umat ) akan terjadi fitnah yang banyak lalu aku bertanya, “ apa yang bisa melepaskan dari fitnah tersebut” Rasulullah menjawab, “kitabullah”.

قل رسول الله صل الله عليه و سلم : ان تؤمن بالله وملائكته وكتابه و لقائه ورسوله وتؤمن بالبعث الاخر ( متفق عليه)
Artinya: Rasulullah SAW. Bersabda “hendaklah kamu percaya kepada Allah, para malaikat, semua kitab yang diturunkan, hari pertemuan dengan-Nya, para rasul, dan percaya kepada hari kebangkitan”. ( muttafaq alaih )
Tanggapan tentang ayat Al qur’an dan hadist diatas

1. iman kepada Allah
Dengan adanya ayat dan hadist diatas maka jelaslah bahwa Allah memang benar adanya, dalam ayat tersebut kebanyakan Allah menyeru untuk selalu beriman pada-Nya. Misalnya pada salah satu ayat diatas yang maksudnya manusia diseru untuk menyembah tuhan yang esa yaitu Allah dan jangan menyekutukan-Nya, karena sesungguhnya ia merupakan perbuatan dosa yang sangat besar.
2. iman kepada Malaikat
Malikat merupakan makhluk ghaib yang diciptakan oleh Allah yang melakukan tugas sesuai dengan tugas yang disandangnya. Seperti malaikat jibril yang diberi tugas untuk menyampaikan wahyu. Dia memberikan banyak hal kepada manusia, sehingga manusia bisa keluar dari ikatan yang kebodohan menjadi manusia yang pintar dan beriman, maka dari itu kita wajib beriman kepadanya.
3. iman kepada rasulullah
Esensi dari di utusnya para rasul adalah agar manusia lebih meningkatkan keimanannya pada Allah. Beliaulah utusan-Nya, yang telah memberikan jalan yang terang benderang dan mengeluarkan manusia dari belenggu kejahatan, beliaulah bapak perubahan yang merubah di semua aspek kehidupan. Dari itu sepatutnyalah bagi umat manusia yang mengakui adanya Allah harus juga mengakui adanya para rasul Allah
4. iman kepada kitab Allah
Iman kepada kitab Allah merupakan implementasi dari iman kepada Allah. Dalam banyak ayat dan hadist di terangkan bahwa kitab-kitab Allah merupakan petunjuk bagi orang yang beriman, mengapa demikian? Karena orang yang tidak mengakui adanya Allah, walaupun mereka membaca dan menghafal sekalipun akan ayat-ayat Al-qur’an maka mereka tidak akan dapat memahami secara tepat karena mereka diselimuti oleh rasa ragu dan bimbang. Maka dari itu kita di wajibkan untuk mengimani adanya kitab-kitab Allah yaitu: Injil, Taurat, Zabur dan Al-Qur’an.
5. iman kepada hari akhir
Hari akhir merupakan hari dimana umat manusia dan dunia serta isinya akan di hancurkan tak ada sesuatu yang tidak hancur waktu itu selain Allah. Hari itu merupakan hari yang pasti akan datang, semua manusia wajib meyakini adanya hari itu karena dengan rasa yakin akan adanya maka kehidupan sehari-hari kita akan terkontrol dan jika kita mempunyai keinginan untuk melakukan hal-hal yang tidak di perbolehkan oleh islam dengan keyakinan pada hari itu, keinginan untuk hal itu bisa di kekang.
6. iman kepada qadha’ dan qadhar Allah
Qadha’ dan qadhar merupakan catatan takdir kita yang di tentukan sejak zaman azali yang kemudian terjadi pada saat manusia hidup di dunia ini. Manusia tidak bisa mengilak dan lari dari catatannya karena sebelum lahir manusia sudah di tentukan nasibnya, baik atau buruk, sehingga kalau manusia harus bergelimang dengan kemelaratan, itu harus di terima dengan senang hati. Tetapi meskipun demikian takdir itu ada dua macam yaitu: 1. takdir mubrom, yaitu takdir yang tidak bisa di rubah oleh manusia seperti kematian. 2. takdir mu’allaq, yaitu takdir yang bisa di rubah seperti kepandaian dan lain sebagainya.

Sumber:
Departemen Agama Republic Indonesia. Al Qur’an dan Terjemahannya. Surabaya: Mahkota.
Al Hakami, Syekh HA. 1994. Benarkah Aqidah Ahlussunnah wal Jamaah. Jakarta: Gema Insani Press.
Mahali, A. Mudjab. 1994. Kajian tentang Keimanan dan Keislaman Menurut Al Qur’an dan Hadis. Jakarta: Radar Jaya Offset.
Mahalli, Mudjab. 2003. Hadis-Hadis Muttafaq ‘Alaih Bagian Ibadat. Jakarta: Prenada Media.
»»  read more
0

urgensi mengenal tuhan

Tanpa melihat dampak praktis individual atau sosial yang muncul dari pengenalan terhadap Tuhan, Asmâ`, dan sifat-sifat mulia-Nya, hal itu merupakan satu hal berharga yang dapat berpengaruh dalam kebahagiaan manusia. Karena kesempurnaan manusia terletak pada pengetahuan yang benar berkenaan dengan Diri-Nya. Manusia yang tidak mengenal Tuhan sebagaimana mestinya, ia tidak akan mungkin sampai pada kesempurnaannya, bagaimanapun ia berusaha dan beramal saleh.



Pengetahuan yang benar tentang Tuhan merupakan kesempurnaan spiritual tertinggi yang mampu membawa manusia kepada hakekat di sisi-Nya.



إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ



“Kepada-Nya membumbung perkataan-perkataan yang baik dan amal yang salehlah yang menaikkan-Nya”. (QS. Fâthir : 10)[2]



Syahid Mutahhari dalam konteks ini menuturkan, “Kemanusiaan menusia terletak pada pengetahuannya tentang Tuhan, karena pengetahuan manusia tidak bisa terpisah dari-Nya, bahkan pengetahuan tersebut merupakan hal termulia dan termurni dalam eksistensi-Nya. Sejauh mana manusia mengetahui eksistensi, sistem, awal dan sumber eksistensi itu, maka terbentuklah kemanusiaannya yang separuh dari substansinya adalah ilmu pengetahuan. Menurut perspektif Islam, khususnya dalam perspektif Syi’ah, tanpa memandang efek praktis dan sosial yang ditimbulkan, mengenal Tuhan merupakan tujuan dari manusia dan kemanusiaan itu sendiri”.[3]

Tuhan, Siapakah itu?



Siapa wujud yang disebut Allah oleh orang Arab, God oleh orang Barat, dan Khudo oleh orang Persia? Apa sifat-sifat-Nya? Apa hubungannya dengan kita? Bagaimana cara kita berhubungan dengan-Nya? Dan seterusnya.



Dengan memperhatikan sejarah manusia, kita akan dapat memahami bahwa keyakinan terhadap keberadaan Tuhan telah muncul sejak dahulu kala. Dengan kata lain, sejarah keyakinan terhadap Tuhan muncul seiring dengan keberadaan manusia. Tetapi, hal ini bukan berarti semua orang yang meyakini Tuhan memiliki persepsi dan definisi yang sama.



Polemik dan perbedaan pendapat tentang Tuhan ini sangatlah dahsyat sekali, terlebih di kalangan orang-orang yang mengandalkan akal dan pemikiran pribadi tanpa mendengarkan tuntunan para duta Ilahi. Sebelum kita menjelaskan sifat-sifat Tuhan dalam kaca mata Islam, alangkah baiknya jika kita bandingkan terlebih dahulu konsep Tauhîd dalam Islam dan konsep ke-Tuhanan dan beragama dalam pandangan agama lain. Untuk itu, di sini kami akan bawakan beberapa pandangan para ilmuwan nomor satu dunia mengenai Tuhan.

a. Tuhan Dalam Perspektif Sokrates



Sokrates (399-470) tidak berbeda dengan orang Yunani kebanyakan. Ia meyakini Tuhan yang berbilang. Berdasarkan sejarah filsafat yang dinukil dari karya-karyanya, Sokrates berkeyakinan bahwa manusia tidak butuh lagi bimbingan dan “uluran tangan” Tuhan untuk sampai pada kebahagiaannya. Sokrates juga tidak menyebut sama sekali posisi dan hubungan Tuhan dengan kehidupan manusia, walaupun pada tempat lain ia berkeyakinan bahwa kesempurnaan manusia harus berlandaskan moral dan etika.

b.Tuhan Dalam Perspektif Plato



Plato (348/347-428/427) berasumsi bahwa ada dua eksistensi yang disebut sebagai Tuhan: pertama, kebaikan absolut, dan kedua, Pencipta. Plato beranggapan bahwa kebaikan absolut adalah Tuhan asli atau Tuhan Bapak, sedang Pencipta adalah Tuhan Anak. Menurut keyakinannya, pengetahuan tentang kebaikan absolut sangatlah sulit, bahkan merupakan pengetahuan tersulit yang dapat dicapai. Dua Tuhan ini hanya bisa diketahui dan dipahami oleh para filsuf, di mana mereka adalah pribadi-pribadi yang memiliki keistimewaan spiritual, nalar, dan bahkan fisik. Perlu diingat bahwa bukan sembarang filsuf yang ia maksud. Yang dimaksud adalah hanya para filsuf yang telah menginjak usia 50 tahun yang mampu memahami kebenaran absolut. Sedangkan kelompok lain yang merupakan mayoritas, tidak akan mampu memahami keberadaan-Nya sampai kapanpun.

c. Tuhan Dalam Perspektif Arestoteles



Menurut keyakinan Arestoteles (322/321-384/383), alam senantiasa ada dari sejak dulu kala, dan tidak diciptakan oleh siapa pun. Oleh karenanya, Tuhan versi Arestoteles bukan Pencipta alam, tetapi penggerak alam itu sendiri yang diyakininya sebagai Tuhan; penggerak yang ia sendiri tidak bergerak. Ciri paling dominan yang dimilki oleh Tuhan versi Arestoteles ini adalah ia penggerak dan ia sendiri tak bergerak. Adapun poin penting dalam pengenalan Tuhan dalam perspektif Arestoteles adalah Tuhan tidak layak disembah, dicintai dan dinanti pertolongan-Nya. Tuhan Arestoteles tidak bisa menjawab dan membalas cinta hamba-Nya. Ia tidak memiliki andil sedikitpun dalam setiap tindakan manusia. Ia hanya sibuk memikirkan diri-Nya sendiri.[4]

d. Tuhan Dalam Perspektif Kaum Kristiani Abad Pertengahan



Pada pembahasan faktor-faktor yang membuat orang lari dari agama di Barat, telah kita singgung illustrasi gereja tentang Tuhan. Di sini kita akan tambahkan bahwa pada abad pertengahan, konsep ber-Tuhan adalah salah satu penyebab dari sekian banyak sebab yang berpengaruh dalam kehidupan. Orang-orang yang meyakini keberadaan Tuhan pada era ini selalu berasumsikan bahwa setiap fenomena yang tidak diketahui penyebab aslinya, seperti gerhana matahari dan bulan, mereka larikan semuanya kepada Tuhan dan menganggap Tuhanlah penyebab segalanya.



Kongklusi dari pendapat ini adalah Tuhan hanya bisa diketahui dalam kebodohan mereka, dan secara otomatis, semakin bertambah pengetahuan kita, maka semakin sempitlah ruang lingkup Tuhan, sehingga andaikata pada suatu saat segala tabir yang menutupi manusia tersingkap dan manusia telah memahami faktor naturalis dari berbagai fenomena, niscaya tidak ada tempat lagi bagi Tuhan dalam kehidupannya untuk selamanya.



Berdasarkan persepsi ini, hanya sebagian saja dari eksistensi yang menunjukan keberadaan Tuhan. Eksistensi tersebut adalah eksistensi yang tidak diketahui sebab keberadaan-Nya. August Comte mengatakan, “Ilmu pengetahuan adalah pemisah Tuhan dari kerja-Nya”.[5]



Maksud dari ungkapan ini adalah sampai sekarang manusia berasumsi bahwa sebab dari segala sesuatu adalah Tuhan. Artinya, Tuhan adalah seperti simbol kekuatan yang dipahami oleh mereka. Tak ubahnya bagaikan tukang sihir yang tanpa pendahuluan apapun sanggup menciptakan sesuatu. Contohnya, jika seseorang sakit kepala, kemudian ia ditanya kenapa kau sakit kepala, jawabannya adalah Tuhan yang menciptakannya. Maksud dari ungkapan ini adalah tidak ada faktor alami yang membuat sakit kepala itu. Sebagai konsekuensinya, ketika dipahami bahwa sakit kepala itu disebabkan oleh firus ini dan itu, maka Tuhan tidak mendapatkan tempat lagi di dalam benak mereka. Dan begitulah seterusnya, semakin tersingkap sebab-sebab (segala fenomena alam) yang dulunya terselubung, maka pengaruh Tuhan akan semakin sempit dan sempit hingga akhirnya tidak mereka yakini sama sekali.



Pada dasarnya, kelompok yang meyakini Tuhan seperti ini, mereka menganggap Tuhan tak lebih dari bagian alam semata.[6]

e.Tuhan Dalam Perspektif Galileo



Setelah abad pertengahan berlalu dengan mementaskan parade akbar ilmu-ilmu empiris, para ilmuwan yang tentunya memiliki landasan empirik, seperti Galileo (1564-1642), berpandangan lain tentang Tuhan. Ia berpendapat, “Alam adalah kumpulan dari sekian milyard atom yang tak terhingga. Setiap benda tersusun dari atom-atom itu, sedang “kerja” Tuhan hanyalah menciptakan dan menyediakan atom-atom itu, sehingga ketika alam sudah tercipta berkat Tuhan (sebagai Pencipta atom), ia tidak butuh lagi kepada-Nya, dan berjalan sendiri secara independen”.[7]

f.Tuhan Dalam Perspektif Newton



Newton (1642-1727) menganggap bahwa hubungan Tuhan dan makhluk-Nya seperti hubungan jam dan pembuatnya. Sebagaimana jam bisa berjalan sendiri setelah dirancang dan disusun, alam pun juga demikian setelah diciptakan oleh Tuhan. Secara independen, ia wujud sebagaimana kita lihat sekarang. Newton juga menambahkan satu poin yang menjadi faktor pembeda pendapatnya dengan pendapat Galileo. Ia mengatakan, “Tuhan terkadang turun tangan dalam masalah tertentu. Tuhan juga meluruskan dan menata ketidakteraturan gerak planet-planet, dan mencegah benterokan-benterokan antara bintang satu dengan yang lain”.



Pendapat ini dapat kita katakan sebagai kelanjutan dari pandangan umum yang populer di abad-abad pertengahan yang meyakini Tuhan berada dalam tempat-tempat yang tak diketahui sebabnya. Ketika terungkap bahwa tidak terjadinya bentrokan antara galaksi bukan karena campur tangan langsung dari Tuhan dan sesuai dengan undang-undang ilmiah, maka untuk kesekian kalinya ”kerja” Tuhan kembali menyempit dan terbatas.[8]



Mayoritas ilmuwan yang hidup pada abad ke-17 dan 18 lebih meyakini pendapat Galileo ketimbang yang lain. Keyakinan tersebut, seperti yang kita bawakan sebelumnya, mengatakan, Tuhan menciptakan alam yang – dalam kelanjutannya – tidak membutuhkan lagi kepada Tuhan, seperti sebuah bangunan yang tidak butuh lagi kepada arsitek untuk kelanggengannya.

Ringkasan



1. Kemanusian manusia tergantung pada seberapa banyak pengetahuannya terhadap Tuhan, karena ilmu dan pengetahuan manusia merupakan bagian terpenting dan termulia dari eksistensinya. Mengenal Tuhan juga merupakan tujuan kemanusiaan.



2. Sokrates (399-470 SM.) meyakini adanya beberapa Tuhan, dan manusia untuk sampai pada kebahagiaannya tidak butuh lagi pada petunjuk dan bimbingan Tuhan. Sokrates tidak menjelaskan secara rinci kedudukan Tuhan serta hubungan-Nya dengan kehidupan manusia.





3. Plato (348/7-428 SM.) meyakini adanya dua Tuhan. Namun, hanya para filsuf sajalah yang mampu memahami dan mengenal dua Tuhan tersebut. Itupun setelah melalui beberapa jenjang dan tahapan yang amat padat di usia 50 tahunan. Sedang lapisan masyarakat yang lain, mereka tidak akan dapat mengenal Tuhan untuk selamanya.



4. Arestoteles (322/1-384 SM.) berasumsi bahwa alam itu Qadîm yang tidak diciptakan oleh siapapun. Tuhan versi Arestoteles bukanlah Pencipta alam, akan tetapi Ia hanya penggerak alam. Dalam keyakinannya, Tuhan tidak layak untuk disembah, dicintai, dan tak dapat dinanti pertolongan-Nya, sebab Ia tak mampu menjawab cinta kasih manusia, dan tak dapat melakukan apapun untuk manusia.



5. Kaum Kristiani abad pertengahan memiliki gambaran lain akan Tuhan. Mereka mensejajarkan Tuhan dengan sebab-sebab lain yang berpengaruh dalam kehidupan, dan ketika penyebab sebuah pristiwa tidak mereka ketahui, mereka langsung mengembalikannya kepada Tuhan.



6. Dalam perspektif Galileo, “kerja” Tuhan hanyalah menciptakan atom-atom saja. Dunia, setelah tercipta, tidak lagi membutuhkan Tuhan. Oleh karena itu, ada-tidaknya Tuhan setelah itu tidak berpengaruh sama sekali atas alam. Teori dan pendapat ini banyak dianut oleh para ilmuwan abad ke-17 dan 18-an Masehi.



7. Newton meyakini hubungan Tuhan dan alam seperti hubungan arloji dan pembuatnya. Ia berkeyakinan, sewaktu-waktu Tuhan juga turun tangan untuk mengatur alam. Dan Ia juga mencegah sebagian ketidakteratuan dalam gerak dan perputaran galaksi.

TUHAN DALAM ISLAM

Sekilas Tentang Sifat-Sifat Tuhan Dalam Perspektif Al-Qur’an



Bisa dikatakan bahwa argumen pokok munculnya Islam adalah penjelasan tentang hakikat Tuhan sebagaimana mestinya.[9] Tidak ada teks dan literarur agama yang selengkap dan sebaik Al-Qur’an dalam memaparkan sifat-sifat Allah SWT. Bahkan agama sebelum Islam pun tak mampu menjelaskannya secara komprehensif. Al-Qur’an telah menjelaskan sifat-sifat Allah SWT dalam bentuk yang paling komplit walaupun dalam batas kemampuan pemahaman dan bahasa manusia.



Menurut Al-Qur’an, Tuhan adalah Maha Luas (rahmat-Nya), Maha Mengetahui,[10] Paling Cepat Menghisab,[11] Maha Hidup, Maha Kekal dan Senantiasa Mengurus Makhluk-Nya,[12] Maha Tinggi, Maha Besar, Maha Benar (Maha Benar, Tepat dan Pemilik Hakikat)[13], Dzat Yang Memiliki Kebesaran dan Kemuliaan,[14] Tuhan Yang Tidak Bergantung pada sesuatu yang lain, dan segala sesuatu bergantung kepada-Nya.[15]



Tuhan adalah Maujud sebelum terwujudnya segala sesuatu, dan sekaligus Ia Akhir dari segala sesuatu, Maha Zhâhir dan sekaligus Bâthin.[16]



Tuhan Yang Tinggi (Transedental)[17], artinya Ia lebih tinggi dari segala yang kita tak akan dapat memahami dan menggambarkan sedikitpun hakikat, keindahan, dan keagungan-Nya.[18]



Mata-mata telanjang tak akan mampu melihat-Nya, sedang Ia melihat mata-mata.[19]



Tuhan Yang Tunggal dan Tidak Ada Tuhan Selain-Nya,[20] Ia Esa (Ahad),[21] Ia Satu (Wâhid),[22] dan tiada sesuatu yang sepadan dengan-Nya.[23]



Nama-nama terbaik adalah milik-Nya dan Ia dapat dipanggil dengan nama-nama tersebut.[24]



Ia adalah Raja Dunia yang sejati, Maha Suci dari segala cela, Pemberi selamat, Yang Mengaruniakan keamanan, Maha Pemelihara segala sesuatu, Maha Perkasa, Maha Kuasa, Yang Pantas Sombong.[25]



Pemilik sifat-Sifat Terbaik.[26] Kemanapun kita arahkan wajah kita, Ia senantiasa berada di sana.[27]



Ia Mengetahui segala sesuatu,[28] dan Kuasa atas segala sesuatu.[29]



Tuhan yang walaupun Maha Agung, Tidak Terbatas, tak memiliki tandingan dan partner, namun Ia lebih dekat kepada manusia dari urat nadi mereka, bahkan Ia mengetahui segala bisikan dalam jiwa manusia.[30]



Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang. Dua sifat ini begitu banyaknya di mana setiap surah Al-Qur’an selalu diawali dengan dua sifat ini “Bismillâhirrahmânirahîm”. Tuhan yang mewajibkan rahmat dan kelembutan bagi diri-Nya.[31]



Tuhan yang Maha Pengampun, Penghapus dosa, Maha Mengampuni, Maha Kuat,[32] Penakluk,[33] Maha Penakluk,[34] Penerima Taubat,[35] Maha Pemberi Anugerah,[36] Maha pencinta,[37] Maha pengasih,[38] Pemilik nikmat,[39] Pemilik rahmat,[40] Maha pengampun,[41] Pemilik keutamaan yang agung.[42]



Ia adalah Tuhan yang mendengar permintaan hamba-Nya sekaligus mengabulkannya,[43] tangan penuh rahmat dan kuasa-Nya senantiasa terbuka lebar, setiap yang diminta, pasti diberikannya, Ia Dzat Pemberi rizki.[44]



Tuhan dalam perspektif Al-Qur’an adalah Tuhan yang Maha Pencipta,[45] Pencipta langit dan bumi.[46] Bahkan lebih tinggi lagi, Ia adalah Pencipta segala sesuatu.[47] Dengan demikian, segala fenomena dan eksistensi yang ada di dunia bergantung dan butuh pada-Nya.



Tuhan, yang di langit sebagai Tuhan dan di bumi sebagai Tuhan pula.[48]



Di mana kita berada, Tuhan selalu bersama kita, dan Ia mengetahui segala perbuatan yang kita kerjakan.[49]



Tuhan dalam Al-Qur’an adalah Rabb (pemilik ikhtiar, raja, pengatur dan pengurus segala sesuatu) dan Tuhan semesta alam.[50]



Ia tak memiliki tandingan dan padanan, baik dalam Penciptaan, pemerintahan,[51] pengaturan,[52] pengadilan,[53] syafa’at,[54] dan kesempurnaan. Setiap bagian dan sempalan kesempurnaan bersumber dan berasal dari-Nya.[55]



Pada dasarnya, Al-Qur’an adalah sebuah kitab pengenalan terhadap Tuhan. Dari kedalaman dan kedetailan ayat-ayat-Nya sampai-sampai cendekiawan besar manapun tak sanggup untuk mengetahui hakikat dan realita-Nya. Definisi Al-Qur’an tentang Tuhan merupakan definisi terlengkap dan termudah, serta paling komperehensif. Oleh karena itu, Imam Khomeini ra, seorang arif nan bijak, pemikir dan mufassir besar mengatakan, ”Andaikan Al-Qur’an tidak ada, niscaya pintu untuk mengenal Allah akan tertutup selamanya…. Tak ada satu kitab pun yang dapat menjelaskan Tuhan sebagaimana yang dipaparkan olehnya, bahkan dalam kitab-kitab irfânî sekalipun…”.[56]

Ringkasan



1. Tidak ada Satu kitab pun yang mampu mengenalkan Tuhan selain kitab suci Al-Qur’an.



2. Tuhan memiliki segala sifat kesempurnaan, dan nama-nama terbaik hanya milik-Nya semata.



3. Ia Tunggal, Satu, dan tiada sesuatu yang sepadan dengan-Nya.



4. Tuhan, kendati Maha agung dan besar, namun Ia lebih dekat kepada manusia daripada urat nadi mereka, dan di manapun kita arahkan wajah kita, Ia pasti berada di sana.



5. Maha Pemberi Anugerah, Maha Pengasih, dan Tuhan Yang Rahmat-Nya Mengalahkan amarah dan murka-Nya.



6. Tangan-Nya selalu terbuka lebar, pengabul segala do’a, dan pecinta para hamba-Nya.



7. Tuhan Pencipta segala sesuatu dan pengatur segala urusan.



8. Andaikan Al-Qur’an tidak ada, niscaya pintu untuk mengenal Allah akan tertutup untuk selamanya (Imam Khomeini).

TUHAN, WUJUD BADÎHÎ (APRIORI)[57]

Aprioritas Eksistensi Tuhan Dalam Kaca Mata Al-Qur’an[58]



Buku-buku filsafat dan Kalâm seringkali dimulai dengan kajian mengenai penetapan keberadaan Tuhan yang dengan berbagai argumentasi berupaya membuktikan bahwa alam ini mempunyai Tuhan dan Ia bukanlah makhluk dan ciptaan siapapun.



Adapun dalam kitab-kitab langit seperti Al-Qur’an, tema tentang Tuhan dijelaskan sangat berbeda. Dalam kitab-kitab suci jarang ditemukan argumentasi secara langsung dalam menetapkan asal keberadaan Tuhan. Seakan-akan keberadaan-Nya adalah suatu hal yang gamblang dan jelas, yang tidak bisa diingkari dan tidak membutuh dalil maupun argumentasi.



Allamah Thabathabai dalam tafsir Al-Mîzânnya menegaskan, “Al-Qur’an menganggap keyakinan terhadap Tuhan merupakan permasalahan apriori (badîhî). Dengan artian, meyakini hal itu tidak memerlukan argumentasi. Yang perlu diargumentasikan adalah sifat-sifat-Nya saja, seperti ke-Esaan Tuhan, Penciptaan, ilmu dan kekuasaan-Nya.[59]



Menurut keyakinan mufassir besar ini dalam syi’ar Islam lâ ilâha illalâh– sebagai inti tuntunan Al-Qur’an – yang perlu diargumentasikan adalah sisi negatifnya yang berarti “tidak ada Tuhan selain Allah”. Adapun “Tuhan itu ada” sama sekali tidak memerlukan agumentasi sedikitpun”.[60]



Logika Al-Qur’an dalam menetapkan eksistensi Tuhan, adalahafillâhi syakk (apakah ada keraguan dalam keberadaan Allah?) [61]

Aprioritas Eksistensi Tuhan Dalam Perspektif Agama Lain



Sebagaimana telah kami terangkan di atas tadi, dalam kitab agama-agama langit yang lain teori semacam ini juga dipakai. A.J. Alberry dalam bukunya ‘Aql va Wahy dar Qur’ân (Akal dan Wahyu Dalam Al-Qur’an) mengatakan, “Di zaman Plato, Yunani menjadi asal muasal di mana penetapan keberadaan Tuhan membutuh argumentasi. Ini merupakan langkah pertama yang dilakukan masyarakat Barat dalam mencari Tuhan. Tidak ada seorang pun dari penulis kitab Perjanjian Lama (Taurat) yang mengalami kebuntuan dan kejelimetan dalam menjelaskan keberadaan Tuhan, yang menimbulkan pertanyaan dan keraguan. Karena bangsa Sâmî (bangsa Arab dan Yahudi) mengenal dan mengetahui Tuhan dalam wahyu itu sendiri. Hal ini juga terdapat dalam kitab Perjanjian Baru (Injil) kendati terdapat sedikit perbedaan”.[62]



Dari kitab Avesta (kitab suci agama Zoroaster – Pen.) juga bisa dipahami bahwa keberadaan Tuhan adalah sebuah hal yang apriori. Dengan demikian, aprioritas wujud Tuhan bukanlah keyakinan kaum Sâmî semata.



Alhasil, dalam UpaniShâds yang termasuk kitab-kitab suci agama Hindu, kendati terdapat penjelasan akan pertayaan tentang keberadaan Pencipta,[63] akan tetapi, lebih banyak didapati ungkapan siapa Pencipta itu? Apa sifat-sifat-Nya? Dan jarang ditemukan ungkapan tentang keraguan wujud Tuhan.

Masyarakat Jahiliyah Dan Keyakinan terhadap Tuhan



Dari ayat-ayat Al-Qur’an kita dapat memahami bahwa keberadaan Tuhan sudah diyakini oleh masyarakat jahiliyah kala itu. Tak terkecuali para penyembah berhala.



وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنُ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَاْلقَمَرَ لَيْقُوْلُنَّ اللهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُوْنَ



“Dan jika mereka ditanya, “Siapa Pencipta langit dan bumi, dan siapa yang mengendalikan matahari dan rembulan?, niscaya mereka akan menjawab, “Allah!”, maka betapa mereka dapat dipalingkan dari jalan yang benar”.[64]



وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ نَزَّلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَحْيَى بِهِ اْلأَرْضَ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهَا لَيَقُوْلُنَّ اللهُ قُلِ الْحَمْدُ ِللهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لاَ يَعْقِلُوْنَ



“Dan disaat kamu bertanya pada mereka, “Siapakah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Ia menumbuhkan bumi setelah matinya, niscaya mereka akan akan berkata, “Allah!”. Katakanlah segala puji bagi Allah, akan tetapi sebagaian besar dari mereka tidak berakal dan tak berfikir”.[65]



وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضَ لَيَقُوْلُنَّ خَلَقَهُنَّ الْعَزِيْزُ الْعَلِيْمُ



“Dan ketika kamu bertanya pada mereka, “Siapa yang menciptakan langit-langit dan bumi, niscaya mereka akan mengatakan bahwa Dzat yang Maha Agung dan Maha mengetahuilah yang menciptakan semuanya”.[66]

Keyakinan Kaum Nuh, ‘Âd, Dan Tsamûd Terhadap Eksistensi Tuhan



Dari beberapa ayat Al-Qur’an juga dapat dipahami bahwa keberadaan Tuhan tidak hanya diyakini oleh masyarakat yang hidup sezaman dengan nabi SAWW. Kaum Nuh, ‘Âd, dan Tsamûd, serta kaum-kaum yang hidup setelah mereka, sama sekali tidak berpolemik dengan para nabi zamannya tentang masalah keberadaan Tuhan. Yang mereka pertentangkan adalah ke-Esaan Tuhan, kenabian, dan hari pembalasan. Para penyembah berhala juga demikian. Mereka menerima wujud Tuhan sebagai Pencipta alam, sedang patung dan berhala-berhala itu mereka sembah karena dianggap sebagai manifestasi wujud Tuhan.



Dengan kata lain, mereka menyembah berhala-berhala sebagai sarana dan penolong bagi mereka untuk berdialog dan mendapatkan keinginannya dari Tuhan.



أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَبَأُ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ قَوْمُ نُوْحٍ وَعَادٍ وَثَمُوْدَ وَالَّذِيْنَ مِنْ بَعْدِهِمْ لاَ يَعْلَمُهُمْ إِلاَّ اللهُ … فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُتَوَكِّلُوْنَ



“Apakah telah sampai pada kalian kabar tentang kaum sebelum kalian; kaum Nuh, ‘Âd, dan Tsamûd serta generasi setelah mereka yang tidak diketahu kecuali oleh Allah? Para nabi di zaman mereka telah datang dan berusaha mengajak mereka, namun mereka menutup mulut-mulut mereka dengan tangan mereka,[67] dengan suara lantang mereka berkata, ”Kami tidak meyakini risalah dan misi yang kalian bawa dan kami sangat meragukan apa yang kalian serukan kepada kami untuk mempecayainya”.



Para nabi bertanya kepada mereka, “Apakah ada keraguan bahwa ada Pencipta langit dan bumi? Ia menyeru kalian sehingga dosa-dosa kalian terampuni, dan pada waktu yang telah ditentukan Ia telah memberikan tenggang waktu”. Akan tetapi mereka malah mengatakan, ”Tidak, kalian manusia biasa seperti kami, dan kalian ingin memalingkan kami dari apa yang telah disembah oleh para leluhur kami. Oleh karena itu, paling tidak berikan kami dalil yang lebih jelas lagi”.



Para nabi berkata, ”Memang kami manusia biasa seperti kalian, namun Tuhan telah memberikan nikmat-Nya pada hamba-Nya yang memiliki keinginan, dan misi ini sama sekali bukan ikhtiar kami sendiri untuk menjelaskan pada kalian, tetapi berkat izin Allah. Dan para Mukmin hanya bertawakkal kepada-Nya. Kemudian, kenapa tidak pasrahkan pada-Nya, padahal Ia telah menunjukkan jalan bagi kita? Kami tabah akan siksaan yang kalian lancarkan pada kami, dan orang-orang yang pasrah hanya bertawakal pada Allah”.



Allamah Thabathabai dalam menafsirkan ayat-ayat di atas, lebih menitikberatkan pada satu poin bahwa keraguan para penyembah berhala tidak tertuju pada konteks wujud Tuhan. Akan tetapi, mengenai ke-Esaan-Nya, risalah (kenabian), dan hari kebangkitan. Bahkan jika dicermati lebih dalam lagi, penggalan ayat yang mengatakan fâthiris samâwâti wal ardh juga dalam konteks pemberian argumentasi tentang ke-Esaan Tuhan, bukan mengenai wujud dan keberadaan-Nya.[68]



Thabarsî dalam tafsir Majma’ul Bayân dan Sayyid Qutub dalam Fî Zhilâlil Qur’annya serta sekelompok mufassir yang lain juga berpendapat yang sama, bahwa pengingkaran para penyembah berhala itu tertuju pada konteks ke-Esaan Tuhan, bukan wujud-Nya.

Ringkasan



1. Dalam kitab-kitab langit, seperti Al-Qur’an, keberadaan wujud Tuhan merupakan hal yang telah diterima (oleh semua) dan amat gamblang sehingga tidak perlu diragukan dan diargumentasikan lagi.



2. Seperti dikatakan oleh sebagaian penulis Barat, tidak ada seorang pun penulis kitab Taurat dan Injil yang mengalami kerancuan dalam keberadaan Tuhan, dan menganggapnya sebagai hal yang tak perlu diargumentasikan. Hal serupa juga dapat kita jumpai dalam Avesta dan kitab-kitab suci agama yang lain.



3. Dari ayat-ayat Al-Qur’an kita dapat memahami kalau masyarakat yang hidup sezaman dengan Nabi, tak terkecuali para penyembah berhala, telah meyakini wujud Tuhan.



4. Dari berbagai ayat Al-Qur’an juga dapat dipahami bahwa keyakinan akan wujud Tuhan juga telah diyakini oleh kaum Nuh, kaum ‘Âd, kaum Tsamûd, dan kaum-kaum lain setelah mereka. Polemik dan pertentangan yang digalang oleh mereka hanya berkisar pada ke-Esaan (Tauhîd), kenabian (Nubuwwah), dan hari kebangkitan (Ma’ad).

FITRAH DAN TUHAN



Dari ayat-ayat Al-Qur’an kita dapat meyimpulkan beberapa poin penting berikut ini:



1. Keyakinan akan wujud Tuhan.



2. Kecenderungan untuk ber-Tuhan.



3. Kecenderungan untuk menyembah-Nya merupakan hal fitri. Artinya, hal itu sudah ada dalam diri manusia.



Sebelum kita bawakan ayat-ayat yang memuat pon-poin di atas, alangkah baiknya jika kita sebutkan beberapa proposisi lazim berikut ini:

Arti Linguistik Fitrah



Fitrah yang bermakna robek dari sisi panjang, diambil dari akar kata فطر Kemudian, semua yang terbelah dan terkoyak disebut fitrah. Ciptaan disebut juga demikan, sebab wujud dan keberadaan telah merobek alam kegelapan dan ketiadaan yang membungkusnya. Makna ini adalah arti paling populer dari kata fitrah, sebagaimana inovasi dan kreasi baru juga bisa dipahami dari kata ini.



Fitrah yang mengikuti wazan fi’lah berarti nau’ (kualitas dan cara). Oleh karena itu, secara linguistik fitrah bermakna sebuah sistem khusus penciptaan. Dengan demikian, fitrah manusia artinya ciptaan khusus yang tersimpan dalam diri manusia.[69]



Kata fitrah ini juga pertama kali dipakai oleh Al-Qur’an dalam kaitannya dengan manusia, dan sebelumnya tidak pernah ada pemakaian kata fitrah seperti ini.[70]

Fitrah Dalam Al-Qur’an



Al-Qur’an banyak sekali memakai kata fitrah dan musytaqnya, seperti berikut:



- فَاطِرِ السَّمَوَاتِ وَ الأَرْضَ[71].



- فَطَرَكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ[72].



- فَطَرَنَا[73].



- فَطَرَنِي[74].



- فَاطِرُ السَّمَوَاتِ وَ الأَرْضَ[75].



ِِِِAdapun arti dari penggalan ayat-ayat di atas adalah berbeda-beda. Ada yang bermakna ciptaan, maujud, dan sebagainya. Futhûr dalam ayat ke-8 surah Al-Mulk bermakna belahan, sedangkan Munfathirdalam ayat ke-18 surah Al-Muzzammil berarti sesuatu yang terbelah.



Sedangkan kata fitrah sendiri hanya sekali dibawakan oleh Al-Qur’an. Itu pun dengan dinisbatkan kepada Allah (Fithratallâh), dan hanya dikhususkan pada manusia (fatharan nâsa alaihâ). Kata itu terdapat dalam ayat 30 surah Ar-Rûm.



Ayat inilah yang menjadi sumber munculnya terminologi fitrah dalam Islam dan mengilhami para filsuf, cendekiawan, dan kaum arif dalam mengkaji ma’rifatullâh dan ma’rifatul insân.

Fitrah Ilahi Manusia



Setiap aliran yang mengklaim bahwa kesempurnaan dan kebahagiaan manusia bisa dicapai dengan mengamalkan segala tuntunannya, lazimnya memiliki pandangan dan definisi tersendiri mengenai manusia, yang pada akhirnya, berdasarkan definisi dan pemahaman tersebut, mereka dapat menentukan jalan dan kiat untuk sampai padanya.



Dalam Islam, pandangan dan kajian tentang manusia yang termuat di dalam Al-Qur’an atau dalam riwayat para ma’shûm as tidak bisa dihitung jumlahnya. Begitu banyaknya kajian dan analisa berkenaan hal itu, membahasnya akan banyak memakan waktu dan memunculkan buku-buku yang sangat tebal.[76]



Kata terbaik untuk mengungkap dan mengekspresikan pandangan Islam tentang manusia adalah istilah fitrah. Dengan demikian, bisa dikatakan teori Islam dalam menganalisa dan menyelami wujud manusia adalah teori fitrah.

Penjelasan Global Tentang Teori Fitrah



Manusia dengan bentuk ciptaannya memiliki format khusus. Ia juga memiliki pengetahuan-pengetahuan serta kecenderungan-kecenderungan khusus yang muncul dari dalam wujudnya, bukan dari luar fisik. Dengan kata lain, manusia bukanlah kain putih nan polos dan tak bertulis sebelumnya (kosong dari segalanya). Akan tetapi, dalam lubuk hati setiap manusia sudah tersimpan sejumlah kecenderungan-kecenderungan dan pengetahuan-pengetahuan khusus.





Kecenderungan yang berada dalam diri manusia itu sebagian berhubungan dengan bagian hewani, dan sebagian lagi berhubungan dengan kemanusiannya. Fitrah Ilahi manusia hanya bertalian dengan kecenderungan kelompok kedua (kecenderungan manusiawi), dan tidak berhubungan sama sekali dengan insting kebinatangan mereka, seperti insting seksualitas.





Kecenderungan-kecenderungan inilah yang menjadi faktor pembeda dan kelebihan manusia dari binatang. Oleh karena itu, siapapun yang kehilangan kecenderungan-kecenderungan tersebut, ia tak ubahnya seperti hewan dalam bentuk manusia.





Kecenderungan ini adalah spesies manusia. Artinya, kecenderungan itu tidak terbatas pada segelintir orang saja atau khusus dimiliki kelompok masyarakat dalam masa tertentu. Kecenderungan itu dimiliki oleh semua manusia di setiap waktu dan tempat serta dalam kondisi bagaimanapun.





Kecenderungan ini potensial sifatnya. Dengan kata lain, ia dimiliki oleh setiap manusia. Akan tetapi, tumbuh dan berkembangnya bergantung pada upaya dan usaha masing-masing individu manusia.





Jika manusia mampu memelihara dan memupuk kecenderungan ini, ia akan menjadi makhluk terbaik, bahkan lebih baik dari para malaikat sekalipun, dan ia akan sampai pada kesempurnaannya. Tapi sebaliknya, jika kecenderungan itu mati yang secara otomatis kecenderungan hewani akan menguat dan unggul, orang semacam ini akan lebih rendah dari setiap binatang dan terjerembab ke dasar neraka yang paling dalam.





Sebagaimana telah kita katakan tadi, fitrah manusia terkadang masuk dalam kategori persepsi dan pengetahuan, terkadang masuk dalam kategori kecenderungan dan keinginan. Ekstemporal primer (badihiyât awwaliyah) yang dibahas dalam ilmu logika, merupakan bagian dari pengetahuan-pengetahuan fitri manusia. Sedangkan hal-hal, seperti rasa ingin tahu, cinta keutamaan, dan cinta kecantikan dan keelokan adalah bagian dari kecenderungan-kecenderungan fitrah manusia.



Mengenal Dan Menyembah Tuhan Adalah Hal Fitri



Dari ajaran Al-Qur’an bisa kita pahami bahwa mengenal Tuhan dan kecenderungan ber-Tuhan merupakan sebuah hal yang fitri. Sebagaimana yang telah kami jelaskan dalam pembahasan “Tuhan Wujud Aprior bagi Semua”, keyakinan akan wujud Tuhan adalah sebuah “kesepakatan” dan bukan hal samar yang terselubung sehingga memerlukan argumentasi untuk membuktikannya. Dari pembahasan itu kita bisa memahami arti mengenal Tuhan adalah fitri.



Salah satu ayat yang mengidikasikan hal tersebut adalah ayat ke 30 surah Ar-Rûm.



فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًا فِطْرَةَ اللهِ الَّتِيْ فَطَرَالنَّاسَ عَلَيْهَا لاَ تَبْدِْيلَ لِخَلْقِ اللهِ ذَلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَالنَّاسِ لاَ يَعْلَمُوْنَ



Ayat ini dengan gamblang menegaskan bahwa agama adalah hal yang fitri. Dalam menjelaskan arti dari “agama” (dîn) yang terdapat dalam ayat di atas, para mufassir terbagi ke dalam dua kelompok:



a. Kelompok pertama berpendapat bahwa maksud dari agama (dîn) tersebut adalah sekumpulan ajaran, hukum yang berlandaskan ke-Islaman. Berdasarkan pendapat ini, semua yang terdapat dalam agama – dimana tuntunan terbaiknya berupa pengenalan dan penghambaan terhadap Tuhan – adalah bersifat fitri dan tersimpan dalam setiap diri manusia. Allâmah Thabathabai, salah satu dari sekian banyak mufassirîn yang meyakini pendapat ini.



b. Kelompok kedua berpendapat bahwa maksud dari agama yang sesuai dengan fitrah adalah kondisi pasrah dan tunduk secara murni di hadapan Tuhan. Karena tunduk dan taat sepenuhnya atas perintah Tuhan merupakan inti dari agama.



إِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللهِ اْلإِسْلاَمُ



Berdasarkan pendapat ini, maksud dari naluri beragama adalah sebuah fitrah )kecenderungan( untuk menyembah Tuhan sudah ada dari dulu dalam jiwa manusia. Dan jelas, ketika kita katakan penyembahan terhadap Tuhan suatu yang fitri, maka pengenalan tentang-Nya pun harus fitri juga. Karena bagaimana mungkin secara fitrah kita menyembah Tuhan, di saat kita tidak mengenal-Nya (secara fitri)?

Ringkasan



1. Ayat-ayat Al-Qur’an secara gamblang menjelaskan bahwa keyakinan terhadap keberadaan Tuhan, kecenderungan untuk ber-Tuhan dan naluri untuk menyembah-Nya adalah hal yang fitri.



2. Salah satu arti kata fathara adalah penciptaan, sedangkan fitrah secara linguistik bermakna sistem khusus penciptaan. Dengan demikian, fitrah manusia berarti sebuah sistem ciptaan khusus bagi manusia.



3. Kata fitrah hanya sekali disebutkan dalam Al-Qur’an (Ar-Rûm : 30), itupun dengan bentuk penisbatan kepada Allah, dan khusus bagi manusia.



4.Perspektif Islam tentang manusia dapat dijelaskan melalui teori fitrah.



5.Berdasarkan teori fitrah:



Manusia sesuai dengan tabiat ciptaannya yang pertama, memiliki bentuk khusus, dan sudah sejak awal memiliki pengetahuan dan kecenderungan-kecenderungan khusus.





Fitrah Ilahi manusia hanya berkaitan dengan kelompok kecenderungan-kecenderungan khusus insani, bukan kecenderungan yang sama-sama dimiliki oleh manusia dan hewan.





Pengertian dan kecenderungan fitrah manusia merupakan faktor pembeda antara manusia dan hewan.





Kecenderungan fitri dimiliki oleh setiap individu manusia.





Kecenderungan tersebut tersimpan dalam diri manusia dan potensial sifatnya, di mana tumbuh dan berkembangnya tergantung pada setiap usaha masing-masing individu.





Apabila manusia dapat memupuk dan mengembangkan kecenderungan itu, ia akan lebih utama dari pada malaikat, dan sebaliknya, andaikan kecenderungan potensial ini gersang dan mati, niscaya ia akan lebih rendah dari posisi hewan.





Badihiyât awaliyah(apriori primer) termasuk pengetahuan fitrah, sedang rasa ingin tahu, rasa ingin unggul dari yang lain, rasa cinta keindahan termasuk kecenderungan-kecenderungan fitriyah.





6. Sesuai dengan ayat-ayat Al-Qur’an, mengenal Tuhan dan naluri ber-Tuhan adalah hal yang bersifat fitri.



7. Maksud dari dîn dalam ayat fitrah (Ar-Rûm : 30) bisa berarti sekumpulan ajaran-ajaran dan hukum-hukum pokok Islam, atau kondisi penyerahan diri dan tunduk secara total di hadapan Allah. Alhasil, dari ayat di atas dapat dipahami bahwa mengenal Tuhan dan meyembahannya adalah hal yang bersifat fitri.

ARGUMENTASI KETERATURAN



Telah kami jelaskan bahwa wujud Tuhan adalah hal yang jelas. Dan keyakinan itu termasuk fitrah manusia. Artinya keyakinan ini muncul dari lubuk hati manusia. Akan tapi, hal ini bukan berarti tidak ada argumen dan dalil untuk membuktikan-Nya.[77] Ada beberapa argumentasi yang sudah pernah muncul di sepanjang sejarah.



Salah satu dari argumentasi tersimpel dan tergamblang adalah argumentasi keteratuaran. Argumen ini memiliki dua proposisi:



a. Ada sebuah sistem harmonis dan teratur dalam dunia ini.



b. Setiap sesuatu yang harmonis dan teratur pasti memiliki pengatur. Dengan demikian, keteraturan dan keharmonisan alam memiliki pengatur.



Pemahaman kandungan argumentasi ini sangatlah mudah. Setiap manusia, orang buta huruf sekalipun, mampu memahaminya, dan keberadaan Tuhan sebagai pengatur akan dapat dipahami dengan mengamati efek dan dampak keteraturan alam. Akan tetapi, untuk memahaminya lebih dalam lagi, terlebih dahulu kita harus menjelaskan definisi keteraturan itu dan sedikit menjelaskan mengenai dua proposisi di atas.

Definisi keteraturan



Keteraturan adalah berkumpulnya bagian-bagian beragam dalam sebuah tatanan dengan kualitas dan kuantitas khusus, yang berjalan seiring menuju sebuah tujuan tertentu.



Seperti sebuah jam. Kita katakan sebagai sebuah benda yang teratur, karena di sana didapati berbagai komponen-komponen yang memiliki kualitas dan kuantitas tersendiri. Artinya, jarum jam harus terbuat dari bahan ini, dan harus seukuran ini, kerja sama dan interaksi di antara komponen-komponen itu harus terjalin; jarum jam harus berputar dengan benar, sehingga hasilnya yang berupa penunjukan waktu bisa tercapai dengan tepat dan seterusnya.

Proposisi pertama



Tak seorang pun dapat memungkiri – kecuali para penolak keberadaan Tuhan –, bahwa alam memiliki keteraturan. Keharmonisan dan keteraturan inilah yang menjadi bahan kajian dan telaah ilmu-ilmu empirik. Dengan berkembangnya sains dan ilmu pengetahuan, pentas dan nuansa baru tentang sistem baru alam mulai terkuak. Sekarang ini, jika kita bertanya kepada seorang ilmuwan tentang keteraturan alam, baik ia meyakini Tuhan atau tidak, ia akan menjawab bahwa di dalam alam ini terdapat sebuah sistem menakjubkan nan mempesona, mulai dari kinerja super detail organ-organ tubuh kita, keharmonisan yang terjalin di antara masing-masing organ tubuh dengan organ yang lain atom terkecil dari wujud kita (senyawa) dan kerangkanya yang rumit, sampai pada masing-masing organ-organ tubuh kita (hati, otak, saluran urat nadi), hubungan dan kerja sama erat antara satu dan yang lain, sampai kumpulan besar langit yang kita ketahui, semua berjalan sesuai dengan keteraturan yang detail, sempurna, dan menakjubkan.

Proposisi kedua



Proposisi kedua yang terdapat dalam argumen keteraturan adalah satu hal yang jelas dan diterima oleh semua orang, dan tanpa kita sadar selalu kita gunakan dalam pergaulan kita sehari-hari.



Ketika kita saksikan sebuah bangunan mentereng nan megah, niscaya kita akan berguman bahwa pastilah bangunan ini dibangun oleh insinyur yang profesional dan sangat ahli di bidangnya.



Ketika kita baca Nahjul Balâghah atau Shahîfah Sajjâdiyah, kita dapat menerka dan memahami bahwa kedua kitab tadi adalah hasil karya orang yang memiliki kefasihan, hikmah, ma’rifah, dan pengetahuan tak terhingga.



Dan ketika kita lihat sebuah arloji kecil yang sangat tepat dan apik kerjanya, kita akan memahami bahwa perancangnya adalah seorang spesialis yang sangat tahu tentang kerja arloji dan komponennya.



Apakah dengan kasus-kasus tadi dan ribuan kasus lain, dapat dimungkinkan semua hal yang ada (di dunia ini) terjadi akibat kebetulan saja, dan semua berasal dari non spesialis di bidangnya?



Apakah kita akan mengklaim bahwa kertas yang berisi sebuah kajian ilmiah yang detail, ditulis oleh anak kemarin sore dan tanpa disadari, tangannya bergerak dengan sendirinya dan mengetik kajian detail itu?



Dengan demikian, semua tahu bahwa setiap keteraturan itu pasti memiliki pengatur.

Poin-poin penting

Kemampuan dan kebijakan selalu beriringan dengan keterturan. Artinya, semakin teratur dan detail sebuah benda dan sistem, semakin besar pula keyakinan kita akan kebijakan dan kemampuan pengaturnya.



Dalam argumentasi keteraturan, tidak perlu pembuktian adanya keteraturan di seluruh sejagad raya, tetapi cukup kita ketahui bahwa di dunia ada keteraturan. Dengan kata lain, dari keteraturan yang kita lihat, kita dapat memahami bahwa alam ini memiliki keteraturan, terlepas bagian lain dari alam – yang tidak kita ketahui – memiliki keteraturan ataukah tidak.



Argumen keteraturan menolak asumsi sekelompok ilmuwan yang mengatakan bahwa alam ini lahir dari alam yang tak memiliki perasaan dan akal, serta asumsi bahwa alam ini tercipta akibat gerak dinamis berbagai atom yang saling berinteraksi antara satu dengan lainnya.



Semakin ilmu empiris berkembang, akan semakan banyak keteraturan baru yang akan terkuak. Konsekuensinya, hal itu akan mengokohkan argumentasi keteraturan. Karena setiap inovasi dan penyingkapan baru dari sistem alam, akan menambah petunjuk dan tanda-tanda baru keberadaan Tuhan. Dalam pandangan para ilmuwan, seperti yang diungkapkan Hertsel, seorang astronom kenamaan, “Semakin luas sains dan pengetahuan, semakin kuatlah argumen keberadaan Tuhan Yang Azali dan Abadi”.[78]



Al-Qur’an kendati tidak menyebutkan argumentasi wujud Tuhan secara gamblang – karena menurut Al-Qur’an keberadaan Tuhan sebuah hal apriori –, namun tidak jarang Al-Qur’an menyebutkan dan menyinggung bahwa Tuhan tidak memiliki sekutu dan partner dalam urusan penciptaan, pengaturan alam, dan menetapkan bahwa hanya Dialah pengatur segala alam, serta kerap kali disebutkan keharmonisan dan keteraturan alam yang menakjubkan, sekaligus menyeru manusia untuk merenungkannya, karena setiap fenomena yang ada di alam merupakan bukti dan tanda keberadaan-Nya. Di bawah ini kami bawakan ayat yang berkaitan dengan hal itu:





إِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ الَّليْلِ وَالنَّهَارِ َلآيَاتٍ ِلأًولِي اْلأَلْبَابِ



“Sesungguhnya di dalam Penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya siang dan malam, terdapat tanda-tanda (keberadaan Allah) bagi orang-orang yang berakal”.[79]



وَفِيْ خَلْقِكُمْ وَمَا يَثْبُتُ مِنْ دَابَّةٍ َلآيَاتٍ لِقَوْمٍ يُوْقِنُوْنَ



“Dan di dalam penciptaan kalian serta hewan-hewan melata terdapat tanda-tanda (keberadaan Allah) bagi kaum yang beriman”.[80]



إِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ الَّليْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِيْ تَجْرِيْ فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَى بِهِ اْلأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيْهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيْفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ َلآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُوْنَ
Read more
0

pemuda dan otonami

PROBLEMATIKA GENERASI MUDA DAN OTONOMI DAERAH

Gerakan reformasi yang ditandai dengan runtuhnya rezim otoriter Orde Baru, merupakan berkah bagi bangsa Indonesia karena gerakan ini telah membawa perubahan yang berarti bagi demokrasi di negara Indonesia. Salah satu kebijakan penting yang dilahirkan dari rahim era reformasi adalah dikeluarkannya kembali kebijakan tentang desentralisasi dan otonomi daerah. Secara legal formal, kebijakan tersebut mulai berjalan sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kebijakan pemerintah ini dapat dianggap sebagai gerbang yang mengembalikan peran dan otoritas rakyat sebagai pemilik kedaulatan atas kehidupan berbangsa dan bernegara.
Diskursus mengenai otonomi daerah di Indonesia bukanlah merupakan suatu hal yang baru karena diskursus tentang hal ini sudah ada seiring dengan berdirinya republik ini. Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945, misalnya, telah memberikan landasan yuridis yang jelas tentang eksistensi otonomi daerah, yang kemudian menjadi inspirasi dikeluarkannya undang-undang tentang otonomi daerah di Indonesia. Namun demikian, tema tentang otonomi daerah tetap menjadi kajian yang aktual dan memiliki relevansinya dengan kondisi bangsa hari ini.
Secara teoritis, penerapan asas desentralisasi akan melahirkan otonomi daerah. Dengan diberlakukannya asas desentralisasi dalam sistem pemerintahan diharapkan mampu menghasilkan pemerintahan daerah yang akuntabel, transparan dan responsif. Hakekat dari kebijakan otonomi daerah adalah untuk menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan otonomi daerah diharapkan pemerintah daerah mampu mengelola secara optimal potensi-potensi lokal sehingga dapat mensejahterakan kehidupan masyarakat. Di sisi yang lain kebijakan desentralisasi akan menghasilkan wadah bagi masyarakat lokal untuk mengembangkan dirinya secara mandiri dan dapat berperanserta dalam menentukan kebijakan publik yang berkaitan langsung dengan kepentingan masyarakat setempat.
Sampai saat ini upaya meretas jalan menuju penerapan otonomi daerah bagi masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) masih menimbulkan kegamangan. Hal ini dapat dilihat dari belum terwujudnya berbagai hal penting dari tujuan diterapkannya otonomi daerah, seperti upaya penguatan perekonomian rakyat. Faktor ini semakin menemukan masalah karena dalam kenyataannya kekuatan swasta di NTT masih sangat rapuh. Kondisi ini berbanding terbalik dengan populasi generasi muda (baca: pencari kerja) di NTT yang begitu lumayan banyak. Lemahnya upaya pemerintah menghadirkan program penguatan ekonomi rakyat di satu sisi dan minimnya swasta yang berupaya menciptakan lapangan kerja disisi yang lain telah menyebabkan keberadaan pegawai negeri sipil sebagai satu-satunya lahan yang diperebutkan untuk mendongkrak ekonomi keluarga. Sekitar 80.000 pemuda di NTT yang berasal dari berbagai tingkat pendidikan harus berjuang keras untuk merebut sekitar 800 lowongan pegawai negeri sipil pada awal tahun 2005.
Kenyataan ini sungguh ironis karena sesungguhnya NTT juga mempunyai sumber daya alam yang potensial tapi belum secara maksimal dikembangkan. Dunia pertanian dan kekayaan laut yang begitu besar sampai saat ini masih dikelola secara tradisional. Potensi yang ada tersebut belum menggugah kaum muda terutama tamatan sarjana agar berpikir kreatif untuk mengembangkannya menjadi lahan penguatan ekonomi rakyat sekaligus dapat membuka lapangan kerja. Apalagi saat ini sektor bisnis swasta di NTT belum berkembang dengan baik. Dua problematika ini sesungguhnya telah menyebabkan meningkatnya pengangguran di NTT. Apalagi pengangguran para sarjana dari berbagai disiplin ilmu juga terus bertambah setiap tahun dengan berbagai persoalannya.
Bagi propinsi kaya, kehadiran otonomi daerah tentu disambut dengan gegap gempita karena memiliki penghasilan yang begitu tinggi. Tetapi bagi NTT, propinsi yang terbilang miskin di tanah air ini, kesiapan untuk berotonomi tampaknya masih dalam taraf wacana. Banyak pihak meragukan kesiapan NTT memasuki era otonomi daerah. Keraguan itu disebabkan oleh berbagai persoalan, selain seperti telah dijelaskan diatas, problem lain yang juga dihadapi NTT adalah lemahnya sumber daya manusia serta manajemen pemerintahan yang dirasakan masih dikelola dengan semangat primordialisme. Semangat ini konon lahir dari kandungan kualitas aparat yang berorientasi merebut kue kecil di birokrasi (Kompas, 21 Maret 2001). Secara sosial tampak ada kecenderungan kuat para sarjana baru di NTT lebih suka memilih menjadi pegawai negeri sipil ketimbang menciptakan lapangan kerja.
Kemiskinan, yang akrab dengan NTT membuat banyak orang membuat anekdot tentang propinsi ini. Sudah tidak asing lagi bagi kita mendengar NTT dijadikan singkatan “Nasib Tak Tentu, Nasib Tambah Terang, Nanti Tuhan Tolong, Ngalor-ngidul Tidak Tentu, Numpang Tanda Tangan, Negeri Tidak Tentram”, dan masih banyak lagi bentuk pelesetan yang akhirnya hanya memberi kesan begitu kental tentang betapa terbelakangnya daerah ini dalam hampir semua aspek kehidupan.
Dalam konteks ini, Pius Rengka sebagai pengamat sosial dan pemerhati otonomi di NTT menilai, sesungguhnya banyak aparat di NTT yang mampu membuat program pembangunan, hanya saja program yang dibuat tersebut cenderung berorientasi pada peningkatan kesejahteraan mereka sendiri. Program itu didesain sedemikian rupa untuk memenuhi dua kepuasan sekaligus. Pertama, untuk menyenangkan dan menyelaraskan dengan keinginan program Jakarta. Dan kedua, untuk kepentingan lokal, khususnya kesejahteraan aparatur. Karena itu, desain program bukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau melayani kepentingan masyarakat, tetapi dirancang untuk melayani kepentingan birokrasi itu sendiri. (Kompas, 21 Maret 2001).
Realitas itu membuat NTT semakin terbelenggu dengan kemiskinan. Dr Deno Kamelus memaparkan, keadaan penduduk miskin di NTT pada Juli 1999 tercatat 567.591 kepala keluarga (KK). Jika setiap keluarga terdiri atas lima orang, berarti jumlah penduduk miskin di daerah ini sekitar 2,83 juta jiwa atau 78,2 persen dari 3,62 juta jiwa penduduk NTT. Tidak hanya miskin harta, penduduk NTT terbilang miskin pendidikan. Kamelus mengungkapkan, 81,04 persen penduduk NTT hanya berpendidikan SD, bahkan tak tamat, 8,67 persen berpendidikan SLTP, 8,64 persen berpendidikan SLTA, dan hanya 1,65 persen menamatkan pendidikan di perguruan tinggi (Kompas, 21 Maret 2001).
Kondisi obyektif ini membuat banyak pihak di NTT merasa sangat was-was menghadapi otonomi. Tetapi, siap atau tidak siap, otonomi daerah harus diterima, bahkan menjadi harapan baru untuk memperkenalkan paradigma baru, yakni suatu model pelayanan publik yang bersifat desentralistik. Jika paradigma lama yang sentralistik menghasilkan pembelengguan sosial yang ditandai dengan menjamurnya KKN yang mengakibatkan kemiskinan kian terstruktur di NTT, dengan paradigma baru yang desentralisasi diharapkan sebagai antithesa yang menghasilkan pembebasan sosial yang memungkinkan belenggu rantai kemiskinan dapat lepas dari leher kehidupan masyarakat NTT.
Namun, untuk mencapai semua itu tidaklah mudah. Pius Rengka menyimpan sejumlah pertanyaan untuk mencapai itu. Apakah perubahan paradigma itu bisa mengubah perilaku budaya birokrasi ? Apakah elite birokrat rela membuang kebiasaan lama dan masuk ruang era baru memperbaharui diri ? Apakah dengan perubahan paradigma serta merta mengubah daya kritis aparatur ? Apakah dengan Otonomi Daerah, aparatur tiba-tiba kritis, kreatif, dan mengubah wataknya secara mendasar? (Kompas, 21 Maret 2001). Fase ini tentunya harus melalui sebuah fase transisi budaya yang diharapkan di ujung sana ada otonomi individu. Jika individu-individu sudah berotonomi, maka sekelompok warga pun bisa berotonomi. Jika sekelompok masyarakat berotonomi maka peran negara akhirnya tidak sekadar subsidium.
Berangkat dari realitas di atas, penulis menawarkan dua hal penting yang harus segera diperjuangkan di NTT, yaitu: pertama, mendorong pemerintah daerah agar lebih peka terhadap realitas yang terjadi serta lebih apreseatif terhadap berbagai tuntutan perubahan. Oleh karenanya mulai saat ini pemerintah daerah di wilayah NTT harus sudah mulai mendesain program-program pemberdayaan masyarakat dalam berbagai sektor kehidupan, sehingga dengan demikian masyarakat juga akan mulai terlibat secara langsung dalam pembangunan di daerah. Karena salah satu hal penting yang harus juga diperjuangkan setelah diberlakukannya otonomi daerah adalah mendorong munculnya keterlibatan masyarakat dalam pembangunan daerah. Hal ini dikarenakan saat ini keterlibatan masyarakat dalam pengertian yang sesungguhnya belum terwujud di hampir setiap daerah di NTT. Secara teoritik, ada dua asumsi dasar di balik makna penting keterlibatan masyarakat, yaitu: masyarakat lebih mengerti tentang apa yang terbaik buat mereka dan masyarakat berhak ikut serta dalam perumusan setiap kebijakan publik yang secara pasti akan mempengaruhi kehidupan mereka. Dengan kata lain, kebijakan publik dalam era otonomi daerah terlalu penting untuk hanya diserahkan kepada segelintir orang (pejabat pemerintah dan wakil rakyat) tanpa melibatkan partisipasi masyarakat.
Kepada para generasi muda, terutama para sarjana dari berbagai disiplin ilmu perlu merumuskan langkahnya agar turut serta membangun gagasan-gagasan briliyan untuk pembangunan daerah NTT, terutama dalam menciptakan lapangan kerja dengan ilmu yang dimilikinya. Dalam hal ini harus dimulai dari kekuatan-kekuatan Organisasi Kemahasiswaan dan Pemuda (OKP), seperti PMKRI, GMKI, HMI, IPNU, PMII, IMM, GP Anshor dan Fatayat NU, KNPI dan lain sebagainya yang ada di NTT agar mulai mendorong setiap aktivitasnya ke arah pemberdayaan generasi muda agar turut serta menyelesaikan problemnya sendiri. Kegiatan pemberdayaan generasi muda dalam konteks ini, terkait erat dengan memberdayakan masyarakat pada umumnya karena di samping untuk memerangi kesenjangan sosial yang ada, seperti kemiskinan, juga untuk mendorong masyarakat menjadi lebih aktif dan penuh inisiatif. Sudah banyak bukti yang memperlihatkan bahwa ketika inisiatif tentang pembangunan tersebut hanya datang dari pihak pemerintah dan tidak pernah diletakkan pada masyarakat, perjalanan pembangunan selalu diwarnai oleh berbagai bentuk monopoli dan manipulasi.
Pembangunan yang diwarnai monopoli dan manipulasi pada gilirannya akan melemahkan masyarakat. Karenanya, dalam mewujudkan pembangunan yang partisipatif sesuai dengan semangat otonomi daerah, perlu dibarengi dengan penciptaan iklim yang partisipatif sekaligus kondusif dalam pelaksanaan pembangunan. Untuk menciptakan iklim yang demikian, penerapan (implementasi) good governance dalam pembangunan daerah merupakan pra-syarat utama agar pembangunan yang dilaksanakan dapat mencapai target yang dicita-citakan, yakni menciptakan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat.
Dengan demikian, pembangunan harus dilakukan secara terencana dan sistematis dengan melibatkan partisipasi masyarakat terutama generasi muda. Pembangunan di NTT harus dimaknai sebagai proses perbaikan, peningkatan dan perubahan atau pembentukan kualitas masyarakat sipil yang kuat (civil society), yaitu masyarakat yang bermoral, berilmu, bermartabat, egaliter, demokratis. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kewenangan dan tanggungjawab pada masyarakat sekaligus peningkatan kualitas kemandirian masyarakat NTT dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Secara teoretis, masyarakat sipil yang kuat berhubungan dengan prinsip good governance yang merupakan sebuah mental programming dari sebuah pemerintahan, yaitu cara berpikir, berperasaan, dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang timbul dari suatu proses penyesuaian dengan lingkungan eksternal dan internal, yaitu masyarakat dengan pemerintah. Prinsip-prinsip good governance berbasis pada prinsip fairness, transparancy, accountability dan responsibility serta profesionalisme dan efisiensi. Jika sebuah pemerintahan tidak mengadaptasi prinsip-prinsip di atas, bisa dipastikan bahwa pemerintahan itu bersifat manipulatif dan cenderung memonopoli kehidupan masyarakat.
Desentralisasi merupakan salah satu new strategy untuk menghadapi era new game yang penuh dengan new rules di millenium ketiga nanti. Dengan desentralisasi diharapkan akan mampu menghasilkan pemerintah daerah otonom yang efisien, efektif, akuntabel, transparan dan responsif secara berkesinambungan. Arahan seperti ini adalah keharusan karena dengan model pemerintah seperti inilah pembangunan bagi seluruh rakyat Indonesia di seluruh penjuru tanah air dapat dilaksanakan. Di sisi yang lain kebijakan desentralisasi akan menghasilkan wadah bagi masyarakat setempat untuk berperan serta dalam menentukan cara-caranya sendiri untuk meningkatkan taraf hidupnya sesuai dengan peluang dan tantangan yang dihadapi dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam konteks ini dibutuhkan moralitas segenap elemen di NTT untuk turut serta mensukseskan kebijakan baru ini, yang kita yakni bersama akan membawa perubahan secara signifikan bila dilaksanakan secara sungguh-sungguh. Oleh karena itu, moralitas harus dimulai dengan kesediaan kita semua untuk bertindak adil. Bertindak adil berarti memperlakukan semua orang dengan cara yang sama dan dalam kondisi yang sama pula. Selain itu keadilan menuntut agar ketidak-adilan harus segera ditiadakan. Keadilan masyarakat adalah keadilan yang berlakunya tergantung proses-proses yang berlangsung dalam masyarakat seperti struktur ekonomi, politik, sosial-budaya,dan ideologi dalam masyarakat. Mengusahakan masyarakat yang berkeadilan berarti mengubah untuk sebagian atau seluruhnya struktur-struktur ekonomis, politik, sosial-budaya dan ideologis yang menyebabkan sebagian besar orang tidak memperoleh apa yang seharusnya menjadi haknya.
Mengusahakan keadilan masyarakat, sebagian merupakan tugas pemerintah kabupaten dan kota di wilayah NTT karena kebijakan yang diambil oleh pemerintah daerah di wilyah NTT tersebut mempunyai pengaruh yang besar terhadap struktur-struktur ekonomi, politik, sosial dan budaya NTT. Namun karena keadilan hanya dapat diusahakan dengan membongkar struktur-struktur tersebut yang berarti mengancam kepentingan pemerintah, maka keadilan masyarakat harus pula diupayakan oleh civil siciety, komunitas non negara. Oleh karena itu keadilan harus diupayakan sendiri oleh mereka yang menderita ketidakadilan atau mereka yang menyadari ketidakadilan sebagai musuh.
Read more
0

penciptaan manusia

Mukjizat Penciptaan Manusia Dalam Al Qur’an

“Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari sari tanah, kemudian kami menjadikannya air mani pada tempat yang kukuh dan terpelihara (rahim) kemudian kami menjadikan air mani itu segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, lalu segumpal daging kami jadikan tulang-tulang, maka kami liputi tulang-tulang itu dengan daging, kemudian kami menjadikannya satu bentuk yang lain. Maha suci Allah sebaik-baik pencipta”[1].

“ Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari air mani yang bercampur”[2].

Proses kejadian manusia berawal dari dalam kandungan selama lebih kurang sembilan bulan. Selama di dalam kandungan kejadian manusia mengalami beberapa proses: Dari setetes air mani. Setelah beberapa lama, menjadi segumpal darah. Allah berfirman di dalam surat Al-Alaq: “Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah”[3]. Kemudian setelah beberapa lama menjadi segumpal daging. Kemudian dari segumpal daging tadi dijadikan tulang-tulang yang dibungkus oleh daging-daging tersebut. Kemudian dijadikanlah bentuk rupa yang sempurna.

Di dalam tafsir Mafatihul Gaib dijelaskan: “kami ciptakan seorang makhluk dalam penciptaan pertama yang akan nantinya menjadi manusia akan tetapi dia kami non aktifkan. Dia memiliki mulut tetapi bisu. Dia memiliki telingga tetapi tuli, memiliki mata tetapi buta”. (Tafsir Fakhrurozi, 85/23).

Di dalam hadits Bukhari Muslim, masa tiap-tiap perubahan adalah 40 hari dan setelah sempurna maka Allah mengutus malaikat untuk menulis empat ketentuan:

1. Menuliskan amal perbuatannya selama hidupnya
2. Menuliskan rizkinya kaya atau miskin
3. Menuliskan nasibnya baik atau buruk
4. Menuliskan ajalnya kapan, dimana dan bagaimana ia mati

Di sini penulis kemukakan juga proses penelitian para ahli yang sejalan dengan Qur`an tentang proses kejadian manusia.

Riset dan penelitian ilmiah kontemporer membuktikan bahwa Al-Quran banyak memiliki tanda-tanda ilmiah (sains). Hal ini diperkuat dengan banyaknya lahir buku-buku yang membahas korelasi antara Al-Quran dan sains modern. Meskipun Al-Quran bukanlah buku sains, namun jika ia sarat dengan sinyal-sinyal sains; hal ini tidak dapat dipungkiri keberadaannya.

Hal ini disinyalir oleh Dr. Dzakir Abdul Karim (2003) bahwa Al-Quran bukanlah buku sains, tetapi ia adalah buku yang memuat tanda-tanda (sains) saja. Di dalamnya terdapat 6.000 ayat lebih dan sekitar 100 ayat lebih berbicara masalah sains tersebut.

Dr. Ahmad Syauqi al-Fanjary (2000) menyatakan bahwa masalah reproduksi (al-tanâsul) dan pertumbuhan embrio (nasy’ah al-janîn) merupakan salah satu rahasia ilmiah yang sangat kompleks. Ia begitu rahasia bagi manusia hingga ditemukannya mikroskop yang canggih, seperti mikroskop elektron yang mampu membesarkan benda hingga mencapai 200.000 kali. Hal ini tidak ada sebelumnya, kecuali pada abad ke-20.

Hal ini juga disinyalir oleh Dr. Zakaria Hamîmiy di dalam bukunya al-‘I`jâz al-`Ilmiy fî al-Qur’ân al-Karîm bahwa hingga mendekati abad ke-19 para ahli embrio (ulamâ` al-‘ajinnah) terbagi dua kubu; kubu pertama kelompok yang menyatakan bahwa manusia telah menjadi makhluk (tercipta) dengan sempurna di dalam sperma dalam bentuk yang hina dan kelompok kedua adalah kelompok yang menyatakan bahwa manusia telah tercipta dengan sempurna di dalam sel telur (ovum) seorang wanita. Beliau kemudian menjelaskan bahwa di saat para ilmuwan itu belum mampu untuk mengetahui kebenaran tersebut, kita melihat bahwa Al-Quran sejak empat belas abad silam telah memastikan hal itu…[4]

Hal tidak diragukan lagi merupakan salah satu mukjizat ilmiah dalam Islam yang dikemas dalam Al-Quran sebagai wahyu pamungkas bagi manusia.

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhamu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah”[5].

Menurut Dr. Zagloul Najjar, surat tersebut dinamakan dengan surat “Al-`Alaq” karena di dalamnya terdapat fase penciptaan manusia. Dimana bentuk dan cara makan embrio itu menyerupai lintah (dûdah al-`alaq)[6].

Adalah Dr. Keith L. Moore, seorang ilmuwan Barat kontemporer pertama yang menulis tentang kelebihan Al-Quran yang lebih maju dalam embriologi. Beliau menulis sebuah buku yang berjudul The Developing Human. Buku tersebut telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan diajarkan di berbagai fakultas kedokteran di Amerika, Jepang, Jerman dan seluruh negara-negara di dunia sebagai referensi embriologi.

Dr. Ketih L. Moore sendiri belum memiliki informasi bahwa awal dari jadinya embrio berbentuk seperti segumpal darah (`alaqah). Untuk menguji kebenaran tersebut, beliau melakukan riset fase awal embrio dalam sebuah mikroskop di laboratorium pribadinya. Beliau melakukan komparasi catatannya dengan bentuk segumpal darah tersebut. Setelah itu beliau sangat tercengang ketika melihat kesamaan bentuk antara keduanya. Akhirnya, beliau memperoleh berbagai informasi (pengetahuan) yang belum diketahuinya dari Al-Quran. Terbukti bahwa Al-qur`an telah menceritakan salah satu kemukjizatanya.

Selanjutnya, fase segumpal darah (`alaqah) berlanjut terus dari hari ke-15 sampi hari ke-24 atau ke-25 setelah sempurnanya proses pembuahan. Meskipun begitu kecil, namun para ahli embriologi mengamati proses membanyaknya sel-sel yang begitu cepat dan aktivitasnya dalam membentuk organ-organ tubuh. Mulailah tampak pertumbuhan syaraf dalam pada ujung tubuh bagian belakang embrio, terbentuk (sedikit-demi sedikit ) kepingan-kepingan benih, menjelasnya lipatan kepala; sebagai persiapan perpindahan fase ini (`alaqah kepada fase berikutnya yaitu mudhgah (mulbry stage)).Mulbry stage adalah kata dari bahasa Latin yang artinya embrio (janin) yang berwarna murberi (merah tua keungu-unguan). Karena bentuknya pada fase ini menyerupai biji murberi, karena terdapat berbagai penampakan-penampakan dan lubang-lubang (rongga-rongga) di atasnya.

Realitanya, ungkapan Al-Quran lebih mendalam, karena embrio menyerupai sepotong daging yang dikunyah dengan gigi, sehingga tampaklah tonjolan-tonjolan dan celah (rongga-rongga) dari bekas kunyahan tersebut. Inilah deskripsi yang dekat dengan kebenaran. Lubang-lubang itulah yang nantinya akan menjadi organ-organ tubuh dan anggota-anggotanya.

Di dalam Al-Quran disebutkan bahwa embrio terbagi dua; pertama, sempurna (mukhallaqah) dan kedua tidak sempurna (ghair mukhallaqah). Penafsiran dari ayat tersebut adalah: Secara ilmiah, embrio dalam fase perkembangannya seperti tidak sempurna dalam susunan organ tubuhnya. Sebagian organ (seperti kepala) tampak lebih besar dari tubuhnya dibandingkan dengan organ tubuh yang lain. Lebih penting dari itu, sebagian anggota tubuh embrio tercipta lebih dulu dari yang lainnya, bahkan bagian lain belum terbentuk. Contoh, kepala. Ia terbentuk sebelum sebelum bagian tubuh ujung belum terbentuk, seperti kedua lengan dan kaki. Setelah itu, secara perlahan mulai tampaklah lengan dan kaki tersebut. Tidak diragukan lagi, ini adalah I’jâz `ilmiy (mukjizat sains) yang terdapat di dalam Al-Quran. Karena menurut Dr. Ahmad Syauqiy al-Fanjary, kata `alaqah tidak digunakan kecuali di dalam Al-Quran.

Dari penjelasan singkat di atas dapat ditarik sebuah konklusi bahwa Al-Quran bukan hanya sebagai kitab suci yang membacanya merupakan ibadah, namun ia juga merupakan sebuah kitab yang banyak mengandung tanda-tanda ilmiah. Hal ini semakin membuktikan bahwa Al-Quran itu benar-benar wahyu dari Allah, bukan buatan Muhammad SAW. Fakta ini telah banyak dibuktikan oleh para ilmuwan Barat, seperti Maurice Bucaille, Moris Bokay dan yang lainnya. Dan akhirnya mereka mengakui keagungan agama Islam lalu memeluknya.

Sesungguhnya manusia diciptakan oleh Allah SWT adalah paling sempurna dibandingkan dengan machluk yang lainya, termasuk diantaranya Malaikat, Jin, Iblis, Binatang, dll. Tetapi kita sendiri sebagai manusia tidak tahu atau tidak kenal akan diri kita sendiri sebagai manusia. Untuk itu marilah kita pelajari diri kita ini sebagai manusia, Siapa diri kita ini? Dari mana asalnya? Mau kemana nantinya? Dan yang paling penting adalah bagaimana kita menempuh kehidupan di dunia ini supaya selamat di dunia dan akhirat nanti?.

[1] QS. Al Mu’minun: 12-15
[2] QS. Addahr: 2
[3] QS 96. Al-’Alaq: 2
[4] Dr. Zakaria Hamîmiy, 2002: 92
[5] QS. Al-`Alaq: 1-2
[6] Harian Ahram, 11/10/2004
Nomor 26/Edisi VI/Th. I
Read more
0

BAHAGIA HAMKA

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulil;lah kami panjatkan kepada Allah SWT. Yang telah memberikan kepada kami unruk menyelesaikan tugas makalah tentang makalah studi tokoh tasawuf ini, sehingga dalam batas waktu yang telah ditentukan, kami dapat menyelesaikan makalah yangberjudul “Tasawuf Hamka” ini dengan baik insya Allah.
Sehubungan dengan penulisan makalah ini , bahwa sesungguhnya dalam penyusunan makalah ini bertujuan untuk: pertama, sebagai pemenuh tugas dari mata kuliah “Ahlak Tasawuf” yang dibimbing oleh ibu Zamratul Mukaffah. Kadua, sebagai wahana belajar bagi kami hususnya dan bagi semua pembaca pada umumnya.
Melalui makalah ini, kami mencoba menelusuri tentang sudut pandang Hamka terhadap ilmu tasawuf, termasuk corak pemikirannya di dalam mengarungi kehidupan yang berhubungan langsung dengan khaliqnya. Selain dari itu, kami juga mencantumkan biografi singkat dan karyr-karya Hamka yang telah dihasilkan.
Ahirnya, besar harapan kami kepada para pembaca untuk memaklumi datangnya makalah ini, karena sesungguhnys kami menyadfari bahgwa penyusunan makalah ini jauh dari sempurna. Maka dari itu, kritik dan saran saudara kami tunggu demi terciptanya makalah yang lebih sempurna pada edisi berikutnya.





Penulis
amiruddin


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagaimana telah kita ketahui bersama, bahwa banyak sekali kaum sufi yang mengatkan dan mendefinisikan ilmu tasawuf yang intinya menyatukan dirinya dengan allah dan mengharuskan untuk meninggalkan eidupan yang terkait dengan kehidupan dunia. Mereka terlalu takut dengan ancaman allah terhadap orang yang mementingkan dunia ketimbang dengan dunia akhiratnya. Seperti ibnu khaldun yang mendefinisikan tasawuf itu adalah orang yang tekun beribadah dan memutuskan hubungan dengan segala sesuatu selain allah SWT.
Dari pengertian itulah, umat islam mempunyai anggapan bahwa mereka akan bertasawuf dengan meninggalkan kehidupan dunia. Padahal islam sebenarnya tidak mengharap seperti itu, akan tetapi seharusnya ada keseimbangan antara dunia dan akhirat, sehingga umat islam tidak lemah ekonominya. Kalau sudah islam lemah ekonominya maka yang jelas, umat islam akan mengurangi rasa solidaritasnya antar umat islam, sehingga persatuan dan kesatuan umat islam tidak tercapai bahkan akan saling memusuhi sesamanya.
Karena itulah, lahirlah seorang hamka yang membawa konsep baru dalam dunia tasawuf dan hamka tahu betul akan kondisi umat islam saat ini, karenanya beliau menganggap hubungan sesama manusia juga merupakan urusan dirinya bahkan beliau berkata dalam bukunya "Negara itu adalah diri dan diri ini adalah negara".
B. Rumusan Masalah
Untuk lebih jelasnya tentang pemikiran hamka, penulis uraikan beberapa rumusan masalah sebagai landasan dalam penulisan makalah ini.
1. Siapa hamka itu?
2. Bagaimana pemikiran tasawuf hamka?
3. Bagaimana corak pemikiran hamka?
4. Apa saja karya-karya hamka?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Hamka
Hamka merupakan singkatan dari haji abdul malik bin abdul karim amrullah. Beliau adalah seorang ulama, aktifitas politik dan penulis besar Indonesia. Beliau lahir pada tanggal 17 februari 1908 dikampung molek. Hamka mendapat pendidikan rendah disekolah dasar meninjau sampai tingkat darjah dua. Ketika usia hamka mencapai 10 tahun, ayahnya yang bernama ssyeh karim bin amrullah atau terkenal dengan sebutan hajirasul, telah mendirikan sumatera thawalib dipadang panjang. Ditempat itulah hamka mempelajari ilmu agama dan mendalami ilmu bahasa arab, tetapi pada waktu itu hamka belajar disebuah surau dan masjid yang dipandu langsung oleh syekh ibrahim musa dan masih banyak lagi para syekh yang mengajarinya.
Pada tahun 1927 hamka memulai karirnya sebagai guru agama dimedan dan guru agama di padang panjang. Setelah itu hamka dilantik sebagai pengajar di universitas islam Jakarta pada tahun 1957 hingga tahun 1958. dan dilantik menjadi rector perguruan tinggi islam dan professor universitas mostopa, Jakarta. Pada tahun 1951 sampai 1960 beliau diangkat menjadi pegawai tinggi agama oleh menteri agama. Tetapi setelah mendapat pertimbangan dari soekarno untuk memilih antara pengawai negeri dan sebagai aktifitis politik majelis syuro muslimin Indonesia (masyumi), beliau memilih meninggalakan jabatannya itu.
Hamka juga aktif digerakan islam melalui kubuh muhammadiyah, dia juga ikut membangun muhammadiyah untuk melawan kurofat, bid'ah, tarekat dan keyakinan sesat dipadang panjang pada tahun 1925. hamka mendirikan pusat latihan pedakwah muhammadiyah pada tahun 1929, dan pada tahun 1931 menjadi dewan konsul muhammadiyah di makasar. Sehingga beliau terpilih menjadi ketua majlis muhammadiyah di Sumatra barat, menggantikan S. Y. sutan mangkuto tahun 1946, pada konferensi muhammadiyah. Setelah itu, pada tahun 1953, hamka terpilih menjadi penasehat pimpinan pusat muhammadiyah, hingga akhirnya beliau diangkat menjadi ketua majlis ulama Indonesia (MUI) oleh menteri agama Indonesia, prof. dr. mukti ali pada tanggal 26 juli 1977. tetapi pada tahun 1981 hamka melepaskan jabatannya karena nasehatnya tidak digubris oleh pemerintah.
Hamka merupakan orang yang aktif di berbagai bidang mulai guru, da'I, pengarang, politikus, sampai menjadi wartawan dan editor dibebagai media diantaranya: pelita andalas, seruan islam, bintang islam, dan seruan muhammadiyah. Diantara karyanya yang paling besar adalah tafsir al azhar (5jilid) yang ditulis dipenjara, kebetulan dia dituduh orang yang pro Malaysia oleh presiden soekarno, dari tahun 1964-1966. sedangkan novel-novelnya yang mendapat perhatian dari kalangan umum dan menjadi teks sastra di Malaysia dan singapura adalah tenggelamnya kapal van der wijk dibawah lindungan ka'bah dan merantau ke deli.
Hamka pernah mendapat penghargaan dan anugrah pada peeringkat nasional dan antar bangsa seperti anugerah kehormatan doctor honoris kausa, universitas al azhar, 1958; doctor honoris kausa, universitas kebangsaan Malaysia, 1974; dan gelar datuk indono dan pangeran wiroguno oleh pemerintah Indonesia. Akhirnya hamka meninggal dunia pada 24 juli 1981, namun jasad boleh tiada tapi karya-karyanya masih terpatri diberbagai media cetak maupun elektronik.

B. pemikiran hamka tentang tasawuf
Konteks tasawuf seperti yang telah saya paparkan pada pendahuluan itu, menurut hamka akan berdampak negative terhadap perkembangan umat islam, karena paling tidak dengan adanya definisi seperti itu membuat umat islam untuk bermalas-malasan dengan dalih bertasawuf dan berzuhud. Sehingga hamka memutuskan dan membagi tasawuf itu kedalam dua sisi, yaitu: tasawuf sisi negative dan positif , agar umat islam tidak mengikuti gaya tasawuf para shufi yang dalam pengertiannya harus meninggalkan kehidupan dunia. Menurut hamka itu semua tidak sesuai dengan harapan islam yang mengharuskan adanya keseimbangan antanra dunia dan akhirat. Kalau cara shufi yang demikian di praktikkan pada saat sekarang maka manusia akan tersisihkan dalam pergaulannya yang menuntuk menusia harus memiliki tempat yang layak didunia ini karena sesungguhnya dunia dan akhirat tidak bias dipisahkan.
Dalam tasawufnya, hamka menitikberatkan pada kebahagiaan, pemikirannya tentang bahagia bisa dirajut dengan kehidupan dunia, kalau para shufi terdahulu mengharuskan pemutusan terhadap kehidupan dunia untuk mencapai yang namanya ma'rifat dan kebahagiaannya, maka hamka cenderung melihat dunia dengan berbagai perangkatnya menjadi sarana yang perlu untuk mencapai kebahagiaan itu sendiri . Adapun unsur-unsur penyusun kebahagiaan hamka memaparkan faham-faham dari berbagai tokoh seperti: phitagoristen, platonisten aristoteles dan imam al ghazali.
Menurut faham phitagoristen dan platonisten anasir bahagia itu tersusun atas empat sifat utama yaitu: hikmat, keberanian, 'iffah (kehormatan) dan adil . Aristoteles menyusun bahagia dengan lima perkara yaitu: badan sehat, kekayaan cukup, indah sebutan atau terpuji, tercapai yang dicita-citakan dan tajam fikiran. Semua itu jika terkumpul maka akan tercapailah kebahagiaan yang sejati. Setelah mengemukakan pendapat yang dua itu, hamka meaparkan pula tentang penyusun bahagi menurut imam al-ghazali yang tersusun dalam lima bagian yaitu: (1) kebahagiaan akhirat, yakni kebahgiaan yang tiada taranya. Hal ini tidak akan tercapai tanpa bagian yang ke(2) ini, keutamaan akal budi yang meliputi: sempuna akal dengan ilmu, dapat menjaga kehormatan, berani karena benar dan takut karena salah serta adil. Inipun tidak tercapai tanpa melalui bagian ke(3), keutamaan tubuh yang meliputi: sehat, kuat, umur panjang dan elok. Hali ini juga harus melalui bagian ke(4), keutamaan dari luar badan yang terdiri dari: kaya harta, kaya famili, terpandang atau terhormat dan mulia keturunan. Bagian empat ini akan sempurna jika tercapai bagian ke(5), keutamaan yang karena taufiq dan pimpinan Allah yang mengandung empat bagian yaitu: petunjuk, pimpinan, sokongan, dan bantuan Allah.
Dari anasir-anasir bahagia yang diungkap oleh hamka itu, jelaslah bahwa untuk mencapai kebahagian yang sempurna harus melalui kebahagian yang ada didunia, seperti kecukupan harta. Hamka menjelaskan bahwa banyak maksud-maksud suci dari orang yang suci hatinya menjadi terhalang karena kemiskinan . Rukun islam dan juga kewajiban yang lain yang diserukan dalam islam banyak sekali yang membutuhkan peran kehidupan dunia seperti harta karena apabila orang tidak memiliki harta maka untuk melaksanakan rukun islam seperti zakat tidak akan terlaksana, rukun islam yang kelima juga membutuhkan yang namanya uang sebagai ongkos untuk sampai ketanah suci mekkah.
Selain itu sebagai manusia, yang namanya kehormatan tetap menjadi pilihan dalam hidup karena apabila namanya telah tercemar maka orang akan menghindarinya. Menurut hamka penghormatan itu penting walaupun kata hamka " kita tidak boleh takabur dan mencari nama, tetapi tidak terlarang kita berusaha mencari kehormatan dengan memperbaiki budi sendiri. Gila hormat tidak boleh, tetapi menjadi orang terhormat, haruslah jadi tujuan hidup" . Dari itu Jelaslah bahwa kehidupan dunia adalah jalan menuju kebahagiaan yang sejati. Dengan adanya tawaran seperti itu maka jelaslah bahwa pemikiran hamka cocok sekali dengan jaman sekarang ini, karena beliau tidak menyuruh untuk meninggalkan perkara keduniaan bahkan menyuruh kita untuk bekerja keras karena kehidupan dunia merupakan penopang untuk mencapai kebahagiaan yang sejati. Hamka juga menyeru kita untuk kembali kepada tasawuf yang diajarkan oleh nabi Muhammad. Yaitu "memegang sikap hidup yang hati tidak berhasil dikuasai oleh hidup kedunian" . Dengan seperti itu kita hidup boleh bekerja asalkan tidak lebih mementingkan dunia dari pada akhirat.

C. Corak Pemikiran Hamka
Dilihat sepintas corak pemikiran hamka seakan mengacu pada tasawuf falsafi, mengingat konsep tentang tuhan merupakan perkembangan lebih lanjut dari pemikiran para ahli kalam dan filusof. Hamka pun mengakui sendiri dalam buku taswuf modernnya, bahwa itu bukan ciptaan otaknya, mengingat beliau masih muda dan sedikit pengetahuannya akan tetapi, itu hanyalah ditilik dari buku karangan ahli filsafat dan tasawuf islam dibandingkan dengan Al-qur'an dan hadist . Akan tetapi hamka juga banyak mengembalikan kepada Al-qur'an dan hadits sehingga hamper sama dengan tasawuf salafi.
Dengan adanya dua pemikiran itu maka dapat disimpulkan bahwa tasawuf hamka merupakan perpaduan antara salafi dan falsafi dan disbut tasawuf neo-sofiisme. Neo-sofisme berarti sufi yang yang baru dalam artian konteks yang diajarkannya lain dengan ajaran tasawuf terdahulu. Hamka mnyadari betul akan kondisi saat ini yang serba membutuhkan materi sehingga kalau tasawuf terdahulu dikembangkan saat ini maka akan tersisihkan dari dunia social.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa kehidupan modern mempunyai cirri khusus, seperti yang dipaparkan oleh Deliar Noer, masyakat modern bercirikan: bersifat rasional, berpikir objektif, menghargai waktu, berpikir jauh kedepan dan bersikap terbuka . Dengan kondisi yang seperti itu, jika ajaran tasawuf yang harus menjauhi dunia itu tidak cocok lagi, yang cocok adalah ajaran tasauf yang bisa menjembati antara kehidupan dunia dan akhirat.

D. Daftar karya Hamka
1. Khatibul Ummah, Jilid 1-3. Ditulis dalam huruf Arab.
2. Si Sabariah. (1928)
3. Pembela Islam (Tarikh Saidina Abu Bakar Shiddiq),1929.
4. Adat Minangkabau dan agama Islam (1929).
5. Ringkasan tarikh Ummat Islam (1929).
6. Kepentingan melakukan tabligh (1929).
7. Hikmat Isra' dan Mikraj.
8. Arkanul Islam (1932) di Makassar.
9. Laila Majnun (1932) Balai Pustaka.
10. Majallah 'Tentera' (4 nomor) 1932, di Makassar.
11. Majallah Al-Mahdi (9 nomor) 1932 di Makassar.
12. Mati mengandung malu (Salinan Al-Manfaluthi) 1934.
13. Di Bawah Lindungan Ka'bah (1936) Pedoman Masyarakat,Balai Pustaka.
14. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (1937), Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka.
15. Di Dalam Lembah Kehidupan 1939, Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka.
16. Merantau ke Deli (1940), Pedoman Masyarakat, Toko Buku Syarkawi.
17. Margaretta Gauthier (terjemahan) 1940.
18. Tuan Direktur 1939.
19. Dijemput mamaknya,1939.
20. Keadilan Ilahy 1939.
21. Tashawwuf Modern 1939.
22. Falsafah Hidup 1939.
23. Lembaga Hidup 1940.
24. Lembaga Budi 1940.
25. Majallah 'SEMANGAT ISLAM' (Zaman Jepun 1943).
26. Majallah 'MENARA' (Terbit di Padang Panjang), sesudah revolusi 1946.
27. Negara Islam (1946).
28. Islam dan Demokrasi,1946.
29. Revolusi Pikiran,1946.
30. Revolusi Agama,1946.
31. Adat Minangkabau menghadapi Revolusi,1946.
32. Dibantingkan ombak masyarakat,1946.
33. Didalam Lembah cita-cita,1946.
34. Sesudah naskah Renville,1947.
35. Pidato Pembelaan Peristiwa Tiga Maret,1947.
36. Menunggu Beduk berbunyi,1949 di Bukittinggi,Sedang Konperansi Meja Bundar.
37. Ayahku,1950 di Jakarta.
38. Mandi Cahaya di Tanah Suci. 1950.
39. Mengembara Dilembah Nyl. 1950.
40. Ditepi Sungai Dajlah. 1950.
41. Kenangan-kenangan hidup 1,autobiografi sejak lahir 1908 sampai pd tahun 1950.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Hamka merupakan singkatan dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah
2. Pemikiran tasawuf Hamka sangat relevan dengan zaman modern, yaitu konsep dari tasawuf Hamka cocok dengan keadaan sekerang karena beliau menyeru agar tidak meninggalkan dunianya sejauh tidak di kuasai hatinya oleh dunia.
3. Hamka tergolong pada tasawuf yang bercorak neo-sufisme
4. diantara karya-karyanya yang paling besar adalah tafsir al-azhar 30 juz dan dibidang tasawuf hamka menulis buku yang berjudul tasawuf modern.
DAFTAR PUSTAKA

Sholehan, H.2006 Relevansi Pemikiran Tasawuf Hamka, Alpha, Surabaya
Hamka. 1984, Revolusi Ideologi dan Keadilan Sosial, Pustaka Panjimas, Jakarta
Hamka. 1993. Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya.Jakarta : Pustaka Panjimas.
Hamka. 1939. Tasawuf Modern. Medan : Yayasan Nurul Islam.
Solihin,M. dan M. Rasyid Anwar. 2005. Akhlaq Tasawuf. Bandung : Nuansa
Jamil, M. 2007. cakrawala tasawuf. Jakarta: gaung persada press.
Haeri, syaikh fadhalla. 2000. jenjang-jenjang sufisme. Yogyakarta: pustaka pelajar.
Read more
0

pemanasa global

Global warning

Saat ini masyarakat dunia diresahkan oleh suatu kenyataan yang sulit untuk dihindari. Kenyataan yang dianggapnya sebagai malaikat maut yang akan mencabut nyawa mereka, atau Isrofil yang akan meniupkan sangkakala sebagai isyarat berahirnya kehidupan dan hancurnya alam semesta. Kenyataan itulah yang disebut dengan Global Warning.

Mungkin kita sebagi mahasiswa yang berkecimung dalam bidang agama kurang begitu paham akan isu ini, sehingga menganggapnya sebagai suatu gejala alami biasa yang tidak akan ada pengaruhnya bagi kelangsungan hidup kita. Padahal dalam majalah Online People Weekly World (2007) para peneliti mengungkapkan keresahan mereka dengan kalimat ‘Global warming means dark future’ (Pemanasan global membawa masa depan yang suram). Sementara kita hanya tenang-tenang saja dan tak pernah hawatir kalau bumi yang kita huni ini terancam hancur dan musnah.

Secara kasarnya Global Warming adalah pemanasan global yang disebabkan oleh meningkatnya kadar emisi CO2 yang berasal dari hasil pembakaran bahan bakar fosil (Minyak Bumi, batu bara dll) yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor dan limbah pabrik. Efek yang ditimbulkannya adalah perubahan iklim (Climate Change) yang akan semakin memanas hingga mampu melelehkan lapisan es di berbagai wilayah dunia.

Pada bulan Januari 2002 Intergovermental Panel and Climate Change (IPCC) sebuah lembaga international di bawah PBB telah melakukan penelitian yang bertajuk “global warming”, hasilnya mereka menyatakan bahwa suhu atmosfir bumi diperkirakan akan meningkat mencapai 10.4 derajat Fahrenheit dalam jangka 100 tahun kedepan. Ini artinya telah terjadi pemanasan yang lebih intens jika dibanding dengan efek pemanasan serupa yang terjadi seabad yang lalu.

Dua tahun kemudian (2005) IPCC melakuakan penelitian kembali, hasilnya terjadi peningkatan suhu di dunia 0,6-0,70 sedangkan di Asia relative lebih tinggi, yaitu 10. selain itu ketersediaan air di negeri-negeri tropis berkurang 10-30 % dan terjadi pelelehan Gleser (gunung es) di Himalaya dan Kutub Selatan. Secara general yang juga dirasakan oleh seluruh dunia saat ini adalah makin panjangnya musim panas dan makin pendeknya musim hujan, selain itu makin maraknya badai dan banjir di kota-kota besar (el Nino) di seluruh dunia. Serta meningkatnya cuaca secara ekstrem, yang tentunya sangat dirasakan di negara-negara tropis.

Dalam kontek ke Indonesiaan, sejak tahun 70-an Indonesia sudah beralih dari negara agraris ke negara industri, kemuadian dari negara industri beralih ke negara industri berteknologi komunikasi-informasi. Sejak itulah sawah dan ladang di sulap menjadi industri-industri dan gedung pencakar langit yang menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan dan kerusakan ekosistem karena polusi udara dan air limbah. Kemudian diperparah lagi dengan terjadinya penebangan liar dan kebakaran hutan. Sehingga hilanglah fungsi hutan yang merupakan paru-paru dunia.

Maka sebagai akibatnya, hingga hari ini dampak dari gejala global warming sudah mulai terasa dinegri kita—sebagimana dikabarkan oleh Verena Puspawardhani seorang koordinator kampanye bidang iklim dan energi World Wild Fund (WWF) Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari terjadinya perubahan musim di mana musim kemarau menjadi lebih panjang dari musim hujan sehingga menyebabkan panen gagal. Selain itu terjadi peningkatan kasus penyakit tropis seperti malaria dan demam berdarah Kemudian diperkirakan pada 2070 sekitar 800 ribu rumah yang berada di pesisir harus dipindahkan dan sebanyak 2.000 dari 18 ribu pulau di Indonesia akan tenggelam akibat naiknya air laut..

Konsekwensi dari Kemajuan
Penemuan teknologi di Barat punya pengaruh besar terhadap perkembangan industri di berbagai belahan dunia. Sejak itulah setiap negara berlomba-lomba untuk mengembangkan drinya menjadi negara maju melalui proses industrialisasi. Dan negara-negara yang sudah terbilang maju pun meng-alokasikan industri mereka ke negara-negara berkembang sebagai bentuk pemasaran. Hingga menyebarlah industri-industri di setiap penjuru dunia.

Maka kalau kita akumulasikan hasil pembakaran gas rumah kaca (CO2, CH4, N2O) dalam skala global akan kita ketahui bahwa ada sekitar miliaran ton dalam setiap tahun gas rumah kaca itu di semburkan ke atsmosfir. Akibatnya, sinar matahari yang tiba ke permukaan bumi tak leluasa dipancarkan kembali ke ruang angkasa. kemudian panas tersebut terperangkap dekat permukaan bumi, sehingga menghasilkan gejala sebagaimana halnya di rumah kaca yang digunakan untuk menyemaikan tanaman. Dan gejala inilah yang melelehkan lapisan es di berbagai wilayah dunia, khususnya benua antartika.

Jelasnya tidak bisa kita pungkiri bahwa gejal Global Warming merupakan suatu konsekwensi dari kemajuan teknologi dan perkembangan zaman yang semakin hari semakin pesat. Jadi mau tidak mau kita sebagai manusia yang hidup di zaman ini akan menjadi ‘mangsa’-nya.

Bagaimana Solusinya?
Keresahan itu mengetuk hati para pemimpin Negara- Negara di dunia untuk berkumpul membicarakan secara serius masalah ini. Perkumpulalan itu dilaksanakan pada tanggal 11 Desember 1997 di Kyoto-Jepang dan melahirkan Protokol Kyoto yang ditandatangani oleh 84 negara. Dalam Protokolat ini negagra-negara industri maju diwajibkan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca minimal 5,5%. Namun anehnya Amerika Serikat sebagai negara termaju saat ini, dengan angkuh menolak untuk menandatangani. Padahal AS adalah negara terbesar penghasil gas CO2. Alasan mereka sangat licik sekali “karena dengan mengurangi emisi gas rumah kaca, itu berarti dapat mengurangi incame Negara”.

Disamping itu Negara-negara maju berupaya meminimalisir pemanasan global itu dengan pengembangan teknologi. Misalnya Di Jerman trend yang sedang marak diterapkan adalah disain rumah yang disebut Rumah Pasif. Artinya rumah ini menggunakan enerji kecil (ketika panas, tak membutuhkan AC, ketika dingin membutuhkan pemanas kecil). Atau ditemukannya mobil dengan penggunaan tenaga surya, tidak dengan bahan bakar fosil.

Selain itu Uni Eropa telah mengeluarkan beberapa kesepakatan dalam mengurangi CO2, antara lain:
- memperbanyak jalur sepeda dan pejalan kaki
- mengurangi penggunaan kendaraan pribadi
- memberi label jumlah CO2 yang dihasilkan pada produk makanan
- menghisap CO2 dan menyimpannya di dalam tanah… tentunya dgn teknologi …
- meningkatkan penggunaan energi nuklir, gas bumi, energi angin dll

Hingga minggu kemarin (12 Desember 2007), PBB menggelar konferensi di Bali membahas masalah ini. Namum ‘Hasil Konferensi Bali Hanya Catatan Kaki’ saja, hal ini dilihat dari banyaknya kalangan yang menyesalkannya, karena mereka konferensi ini tidak mencantumkan target pengurangan emisi sebesar 25-40 persen pada 2020. Hingga konferensi Bali ditutup, jelasnya, AS dan Cina tidak menyepakati besaran target pengurangan emisi 25-40 persen pada 2020. Padahal, dua negara tersebut merupakan penyumbang emisi terbesar di dunia. PM Australia, Kevin Rudd, mengatakan dunia telah mengambil langkah berani. Namun, dia mengingatkan masih banyak hal yang harus dilakukan. ”Ini tanggung jawab kita semua untuk melakukan langkah lebih lanjut.” (lihat Republika :senin 17/12/07)

Namun Islam sebagai agama yang relevan dengan kemajuan, sejak 14 abad yang lalu telah memberikan manhaj (konsep) kepada manusia modern dalam menangani masalah global worming. Konsep yang didasarkan pada pesan-pesan robbani yang lebih nyata kebenaranya dari pada konsep dalam Protocol Kyoto yang merupakan buah pemikiran manusia. Diantara konsep itu adalah:

1. Membudayakan hemat energi.

“Maka makanlah dan minumlah, dan jangan berlebihan. Sessungguhnya Allah tidak suka terhadap orang-orang yang suka berlebihan”(Qs.Al A’rof : 31)
2. Gunakan produk ramah lingkungan

“….Dan janganlahkamu jerumuskan dirimu kepada hal yang akan membinasakanmu…….”(QS. Albaqoroh : 195)
3. Buang sampah pada tempatnya

Diriwayatkan dari Abu Hurairoh: “Saya bertanya kepada Rsulullah Wahgai Rasullah ajarkanlah aku sesuatu yang dengannya Allah SWT memberikan manfaat kepadaku! Rasulullahpun berkata “Lihatlah terhadap apa yang mendatangkan bahaya bagi manusia, kemudian buanglah dari jalan mereka (yang membahayakan itu)”
4. Gunakan kendaraan ramah lingkungan

(QS. Albaqoroh : 195)

5. Memberantas penebangan hutan secara liar.

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, setelah (Allah) memperbaikinya….”(Qs. Al A’rof : 56)

Oleh karena itu kita sebagai masyarakat yang berpandangan hidup Islam, berkewajiban untuk meyakinkan mayarakat dunia bahawa segala kerusakan yang terjadi di alam, apapun bentuknya, yang akan mengancam kelangsungan hidup manusia dan juga makhluk lainya, satu-satunya solusi adalah kembali ke manhaj robbani. Artinya kita harus menataati segala konsep yang telah digariskan oleh Sang Pencipta didalam Al Quran dan As Sunnah rasulullah SAW. Wallahu A’lam bis Showwab.
Tags: peradaban islam
Prev: Ibnu ‘Arobi dan Wihdatul Adyan
Next: Kata Orang Mesir tentang Indonesia
Read more
0

ayat tentang keimanan

AYAT AL-QUR’AN TENTANG KEIMANAN

1. Iman kepada Allah

Artinya: “Tetapi aku (percaya bahwa): Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku” ( Al-Kahfi: 38 )

Artinya: “Allah berfirman: “Janganlah kamu menyembah dua tuhan; sesungguhnya Dialah Tuhan Yang Maha Esa, maka hendaklah kepada-Ku saja kamu takut.” (An-Nahl: 51)

Artinya: “Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy yang agung.” ( At-Taubah: 129 )

Artinya: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): “Berimanlah kamu kepada Tuhanmu”, maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang banyak berbakti”. ( Ali ‘Imron: 193 )

Artinya: “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka
mereka itulah orang-orang yang fasik” ( An-Nur: 55 )

2. Iman kepada malaikat Allah

Artinya: ”Dia menurunkan para malaikat dengan (membawa) wahyu dengan perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya, yaitu: “Peringatkanlah olehmu sekalian, bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka hendaklah kamu bertakwa kepada-Ku.” ( An-Nahl: 2 )

Artinya: “(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib[1], yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka” (Al-Baqaroh: 3 )

[1]. Yang ghaib ialah yang tak dapat ditangkap oleh pancaindera. Percaya kepada yang ghaib yaitu, mengi’tikadkan adanya sesuatu yang maujud yang tidak dapat ditangkap oleh pancaindera, karena ada dalil yang menunjukkan kepada adanya, seperti: adanya Allah, Malaikat-Malaikat, Hari akhirat dan sebagainya.

Artinya: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa” ( Al-Baqarah: 177 )

Artinya: ”Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami taat.” (Mereka berdoa): “Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.”( Al-Baqarah: 285 )

Artinya:“Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir” ( Al-Baqarah: 98 )

3. Iman kepada Rasul Allah

Artinya: “Katakanlah: “Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah: “Bahwasanya Tuhanmu adalah Tuhan Yang Esa. maka hendaklah kamu berserah diri (kepada-Nya).” ( Al-Ambiya’: 108 )

Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah oleh kamu Allah, (karena) sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. Maka mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?” (Al Mu’minun: 23 )

Artinya: “Lalu Kami utus kepada mereka, seorang rasul dari kalangan mereka sendiri (yang berkata): “Sembahlah Allah oleh kamu sekalian, sekali-kali tidak ada Tuhan selain daripada-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya).” (Al-Mu’minun: 32 )

Artinya: “Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.” ( Al Ambiyaa’: 25 )

Artinya: “Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)”. ( An-Nahl: 36 )
4. Iman kepada Kitab-kitab Allah

Artinya: “Dan janganlah kamu berdebat denganAhli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka[1154], dan katakanlah: “Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri.” ( Al ‘Ankabut: 46

Artinya: “(Al Quran) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengan-Nya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran” ( Ibrahim: 52 )

Artinya: “Kemudian Kami telah memberikan Al Kitab (Taurat) kepada Musa untuk menyempurnakan (nikmat Kami) kepada orang yang berbuat kebaikan, dan untuk menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmat, agar mereka beriman (bahwa) mereka akan menemui Tuhan mereka” ( Al-An’am: 154 )

Artinya: “Dan Kami berikan kepada Musa kitab (Taurat) dan Kami jadikan kitab Taurat itu petunjuk bagi Bani Israil (dengan firman): “Janganlah kamu mengambil penolong selain Aku,” ( Al-Israa’: 2)

Artinya: “Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada cahaya (Al-Quran) yang telah Kami turunkan. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” ( At Taghaabun: 8 )
5. Iman kepada Hari Akhirat

Artinya: “dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat” ( Al Baqarah: 4 )

Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: “Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.”( Al Baaqarah: 126 )

Artinya: “Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh.” ( Ali Imron: 144 )

Artinya: “Dan (juga) orang-orang yang menafkahkan harta-harta mereka karena riya kepada manusia, dan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan kepada hari kemudian. Barangsiapa yang mengambil syaitan itu menjadi temannya, maka syaitan itu adalah teman yang seburuk-buruknya” ( An Nisaa’: 38 )

artinya: “Dan (juga) agar hati kecil orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat cenderung kepada bisikan itu, mereka merasa senang kepadanya dan supaya mereka mengerjakan apa yang mereka (syaitan) kerjakan” ( Al An’am: 113)

6. Iman kepada Qadha’ dan Qodhar

artinya: “Dan apa yang menimpa kamu pada hari bertemunya dua pasukan, maka (kekalahan) itu adalah dengan izin (takdir) Allah, dan agar Allah mengetahui siapa orang-orang yang beriman” ( Ali Imran: 166 )

artinya “Dan tatkala mereka masuk menurut yang diperintahkan ayah mereka, maka (cara yang mereka lakukan itu) tiadalah melepaskan mereka sedikitpun dari takdir Allah, akan tetapi itu hanya suatu keinginan pada diri Ya’qub yang telah ditetapkannya. Dan sesungguhnya dia mempunyai pengetahuan, karena Kami telah mengajarkan kepadanya. Akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui” ( Yusuf: 68 )

artinya: “Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh mahfuzh)” (Ar Ra’d: 39 )

Artinya: “Tak ada suatu negeripun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami membinasakannya sebelum hari kiamat atau Kami azab (penduduknya) dengan azab yang sangat keras. Yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab (Lauh Mahfuzh)” ( Al Israa’: 58 )

Artinya: “Dan Kami tetapkan bagi mereka teman-teman yang menjadikan mereka memandang bagus apa yang ada di hadapan dan di belakang mereka[1333] dan tetaplah atas mereka keputusan azab pada umat-umat yang terdahulu sebelum mereka dari jinn dan manusia, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang merugi” ( Fushshilat: 25 )

Hadist tentang keimanan
1. iman kepada Allah
قل رسول الله صل الله عليه و سلم : ان تؤمن بالله وملائكته وكتابه و لقائه ورسوله وتؤمن بالبعث الاخر ( متفق عليه)
Artinya: Rasulullah SAW. Bersabda “hendaklah kamu percaya kepada Allah, para malaikat, semua kitab yang diturunkan, hari pertemuan dengan-Nya, para rasul, dan percaya kepada hari kebangkitan”. ( muttafaq alaih )
قل رسول الله صل الله عليه و سلم: تعبد الله لاتشرك به شئان وتقم الصلاة وتؤتي الزكاة ( متفق عليه)
Artinya: Rasulullah SAW. Bersabda: “hendaknya enngkau mengabdikan diri kepada Allah, menyekutukan-Nya dengan sesuatu yang lain. Dirikanlah salat, keluarkanlah zakat ( muttafaq alaihi )
قال رسول الله صل الله عليه و سلم: امنت بالله ورسول
Artinya: Rasulullah SAW. Bersabda: “ aku beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya”
2. Iman kepada Rasul
عن النبي صل الله عليه و سلم قال بني الاسلام على خمسة عل ان يوحدالله واقام الصلاة وايتاء الزكاة وصيام رمضان والحخ (متفق عليه)
Artinya: : dari nabi SAW. Bersabda: islam di tegakkan atas lima perkara: bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah. Mendirikan salat, mengeluarkan zakat, mengerjakan ibadah haji dan berpuasa di bulan Ramadhan.
قال رسول الله صل الله عليه و سلم من قال اشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك له وان محمد عبده ورسوله وان عيس عبد الله وابن امته وكلمته القها الى مريم وروح منه وان الجنة حق وان النار حق ادخله الله من اي ابواب الجنة الثمانينة شاء ( متفق عليه )
Artinya: bersabda Rasul SAW. Barang siapa mengucapkan dua kalimat syahadat “ asyhadu alla ilaha allallah wahdahu la syarikalahu, wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rusuluhu” dan besaksi bahwa nabi Isa AS. Adalah hambanya, anak hamba-Nya dan kalimat Allah, bahwa nabi Isa AS. Dijadikan oleh Allah tidak berbapak hanya dengan mengucapkan kun yang berarti “ jadilah engkau” maka jadilah dia yang disampaikan kepada Maryam dan juga tiupan roh dari pada-Nya serta bersaksi bahwa balasan surga adalah pasti, demikian pula balasan neraka adalah benar, dimana Allah akan memasukkan mereka yang dikehendaki kedalam surga sebagaimana yang dikehendaki-Nya, maka Allah pasti akan memasukkan dia kedalam surga sekalipun amalnya sangat sedikit.
حديث ابى هريرةرضي الله عنه قال : سئل رسول الله صل الله عليه و سلم اي الاءعمال افضل قال ايمان بالله قال ثم ماذا قال الجهاد في سبيل الله قال ثم ماذا قال حخ مبرور ( متفق عليه )
Artinya: diriwayatkan dari Abi Huraira RA. Dia telah berkata: “sesungguhnya rasulullah SAW. Ditanya: apakah amalan yang paling utama? Rasulullah kemudian bersabda: beriman keoada Allah dan rasul-Nya. Lalu sahabat bertuanya lagi: kemudian apa? Rasulullah menjawab: jihad atau berjuang pada jalan Allah. Kemudian sahabat bertanya lagi: kemudian apa? Rasulullah menjawab haji mabrur.

3. iman kepada hari akhir, kitab Allah, qadha dan qadhar Allah dan malaikat Allah
عن ابى هريره رضى الله عن رسول الله رسول الله صل الله عليه و سلم قال:من كان يؤمن بالله واليوم الاخر فليقل خيرا او ليصمت.و من كان يؤمن بالله واليوم الاخر فليكرم جاره. و من كان يؤمن بالله واليوم الاخر فليكرم ضيفه ( رواه مسلم)
Artinya: diriwayatkan dari abi hurairah RA. Dari Rasulullah SAW. Beliau bersabda: “barang siapa beriman kepada Allah dan kepada hari akhir maka hendaklah berkata baik atau bediam diri; dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah memulyakan tetangganya; serta barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah memulyakan tamunya”
عن ابى هريره رضى الله عنه: كان النبي صل الله عليه و سلمبارزا يوما لالنساس فاءتاه الرجل فقال: ماالايمان؟ قال:الايمان انتؤمن باالله وملاءتهوبلقائه وسوله وتؤمن باالبعث_قال: ماالاسلام؟ قال: الاسلام ان تعبد الله ولا تشرك به وتؤدى الزكاة المفروضة وتصوم رمضان. قال االاحسان؟ قال: ان تعبد الله كاءنك تراه فاءن لم تكن تراه فانه يراك ( رواه البخرى )
Artinya: dari abi hurairah r.a. dia berkata: suatu hari Rasulullah berkumpul dengan umat manusia kemudian ada seoarang laki-laki menghadap sambil bertanya: apa arti iman itu ya Rasulullah? Jawab rasulullah: “iman ialah beriman kepada Allah, malaikat, dan bertemu dengannya, percaya kepada utusan-Nya, kitab-kitab-Nya, hari akhir dan pecaya kepada qadha’ dan qaadhar Allah”. Kemudian lelaki itu bertanya lagi: apa islam itu ya rasulullah? Jawab rasulullah: “islam itu berserah diri kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya, mendirikan salat, membayar zakat yang telah diwajibkan, berpuasa dibulan ramadhan dan berhaji kebaitullah mekka” kemudian bertanya lagi: “apa itu ihsan ya rasulullah? Jawab rasul: “ihsan ialah hendaklah engkau beribadah kepada Allah swt. Seakan-akan engkau melihat-Nya, walau sebenarnya engkau tiada melihat-Nya; sesungguhnya Allah adalah melihatmu (segala peri lakumu)

فخذوا بكتاب الله وتمسكوا به
Artinya: “ maka ambillah (keputusan) berdasarkan kitabullah dan berpegang teguhlah dengannya”.
انها ستكون فتن. قلت ماالمخرخ منها يا رسول لله قال: كتاب الله.
Artinya: “sesunguhnya (pada umat ) akan terjadi fitnah yang banyak lalu aku bertanya, “ apa yang bisa melepaskan dari fitnah tersebut” Rasulullah menjawab, “kitabullah”.

قل رسول الله صل الله عليه و سلم : ان تؤمن بالله وملائكته وكتابه و لقائه ورسوله وتؤمن بالبعث الاخر ( متفق عليه)
Artinya: Rasulullah SAW. Bersabda “hendaklah kamu percaya kepada Allah, para malaikat, semua kitab yang diturunkan, hari pertemuan dengan-Nya, para rasul, dan percaya kepada hari kebangkitan”. ( muttafaq alaih )
Tanggapan tentang ayat Al qur’an dan hadist diatas

1. iman kepada Allah
Dengan adanya ayat dan hadist diatas maka jelaslah bahwa Allah memang benar adanya, dalam ayat tersebut kebanyakan Allah menyeru untuk selalu beriman pada-Nya. Misalnya pada salah satu ayat diatas yang maksudnya manusia diseru untuk menyembah tuhan yang esa yaitu Allah dan jangan menyekutukan-Nya, karena sesungguhnya ia merupakan perbuatan dosa yang sangat besar.
2. iman kepada Malaikat
Malikat merupakan makhluk ghaib yang diciptakan oleh Allah yang melakukan tugas sesuai dengan tugas yang disandangnya. Seperti malaikat jibril yang diberi tugas untuk menyampaikan wahyu. Dia memberikan banyak hal kepada manusia, sehingga manusia bisa keluar dari ikatan yang kebodohan menjadi manusia yang pintar dan beriman, maka dari itu kita wajib beriman kepadanya.
3. iman kepada rasulullah
Esensi dari di utusnya para rasul adalah agar manusia lebih meningkatkan keimanannya pada Allah. Beliaulah utusan-Nya, yang telah memberikan jalan yang terang benderang dan mengeluarkan manusia dari belenggu kejahatan, beliaulah bapak perubahan yang merubah di semua aspek kehidupan. Dari itu sepatutnyalah bagi umat manusia yang mengakui adanya Allah harus juga mengakui adanya para rasul Allah
4. iman kepada kitab Allah
Iman kepada kitab Allah merupakan implementasi dari iman kepada Allah. Dalam banyak ayat dan hadist di terangkan bahwa kitab-kitab Allah merupakan petunjuk bagi orang yang beriman, mengapa demikian? Karena orang yang tidak mengakui adanya Allah, walaupun mereka membaca dan menghafal sekalipun akan ayat-ayat Al-qur’an maka mereka tidak akan dapat memahami secara tepat karena mereka diselimuti oleh rasa ragu dan bimbang. Maka dari itu kita di wajibkan untuk mengimani adanya kitab-kitab Allah yaitu: Injil, Taurat, Zabur dan Al-Qur’an.
5. iman kepada hari akhir
Hari akhir merupakan hari dimana umat manusia dan dunia serta isinya akan di hancurkan tak ada sesuatu yang tidak hancur waktu itu selain Allah. Hari itu merupakan hari yang pasti akan datang, semua manusia wajib meyakini adanya hari itu karena dengan rasa yakin akan adanya maka kehidupan sehari-hari kita akan terkontrol dan jika kita mempunyai keinginan untuk melakukan hal-hal yang tidak di perbolehkan oleh islam dengan keyakinan pada hari itu, keinginan untuk hal itu bisa di kekang.
6. iman kepada qadha’ dan qadhar Allah
Qadha’ dan qadhar merupakan catatan takdir kita yang di tentukan sejak zaman azali yang kemudian terjadi pada saat manusia hidup di dunia ini. Manusia tidak bisa mengilak dan lari dari catatannya karena sebelum lahir manusia sudah di tentukan nasibnya, baik atau buruk, sehingga kalau manusia harus bergelimang dengan kemelaratan, itu harus di terima dengan senang hati. Tetapi meskipun demikian takdir itu ada dua macam yaitu: 1. takdir mubrom, yaitu takdir yang tidak bisa di rubah oleh manusia seperti kematian. 2. takdir mu’allaq, yaitu takdir yang bisa di rubah seperti kepandaian dan lain sebagainya.

Sumber:
Departemen Agama Republic Indonesia. Al Qur’an dan Terjemahannya. Surabaya: Mahkota.
Al Hakami, Syekh HA. 1994. Benarkah Aqidah Ahlussunnah wal Jamaah. Jakarta: Gema Insani Press.
Mahali, A. Mudjab. 1994. Kajian tentang Keimanan dan Keislaman Menurut Al Qur’an dan Hadis. Jakarta: Radar Jaya Offset.
Mahalli, Mudjab. 2003. Hadis-Hadis Muttafaq ‘Alaih Bagian Ibadat. Jakarta: Prenada Media.
Read more