Peranan pendidikan dalam kehidupan kenegaraan akan banyak memberikan dimensi pembangunan karakter bangsa (nations character building). Aktualisasi karakter masyarakat dapat membentuk nilai-nilai budaya yang tumbuh pada komunitas lingkungan sosial-politik, baik dalam bentuk berpikir, berinisiatif, dan aneka ragam hak asasi manusia. Dengan demikian, pendidikan senantiasa melahirkan tata nilai kehidupan masyarakat dalam sistem kenegaraan yang di anut oleh suatu pemerintahan.
Pada kondisi negara yang memiliki heterogenitas masyarakat, cenderung menerapkan sistem demokrasi dalam menjalankan roda pemerintahan. Konteks demokrasi secara sederhana menunjukkan adanya pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Prinsip utama dalam penerapan alam demokrasi adalah adanya pengakuan atas kebebasan hak individual (human right) terhadap upaya untuk menikmati hidup, sekaligus dalam mekanisme menjalankan kewajiban sebagai warga negara. Sehingga, pada gilirannya dapat membentuk kondisi community development pada nilai-nilai keberagaman, baik berpikir, bertindak, berpendapat, maupun berkreasi.
Sistem demokrasi merupakan suatu bentuk tindakan yang menghargai perbedaan prinsip, keberagaman (heterogenitas) nilai-nilai masyarakat dalam suatu negara. Konsekuensi logis dari penerapan demokrasi adalah memberikan kebebasan bertindak pada setiap orang sesuai dengan kehendaknya dalam batasan normatif tertentu. Terbentuknya budaya demokrasi pada suatu negara banyak ditentukan oleh penerapan sistem pendidikan yang berlaku, sehingga semakin demokratis pelaksanaan pendidikan di suatu negara, akan memberikan implikasi pada peningkatan taraf keperdulian masyarakat terhadap hak dan kewajibannya dalam menggunakan pikiran, tenaga, dan suaranya. Impact yang sangat kuat dari penerapan demokrasi pendidikan yaitu berkembangnya keberagaman pola pikir masyarakat, kreativitas, dan daya inovasi yang tinggi.
Demokrasi dalam dunia pendidikan memiliki konsekuensi bagi terbentuknya desentralisasi kewenangan, di mana pengelolaan pendidikan akan banyak ditentukan oleh pelaksana langsung, baik pengelola, tenaga kependidikan, maupun masyarakat dalam menciptakan isi (materi) sistem pembelajaran, termasuk pengembangan kualitas peserta didik. Di sisi lain, demokrasi pendidikan akan berdampak pula pada aspek kurikulum, efesiensi administrasi, pendapatan dan biaya pendidikan, serta pemerataan terhadap perolehan pendidikan masyarakat.
Demokrasi dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia, sebagaimana di atur dalam UU nomor 2 tahun 1989 BAB III pasal (5) menyebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Artinya bahwa setiap orang memiliki kebebasan untuk memperoleh pendidikan dalam rangka mengembangkan diri dan meningkatkan pengetahuan, serta kemampuan mereka.
Letak geografis Negara Indonesia yang merupakan negara maritim terbesar dan mempunyai keberagaman kondisi masyarakat baik secara linguistik, budaya, agama, dan etnis, mengharuskan penerapan sistem pendidikan yang demokratis. Sejalan dengan adanya tuntutan reformasi, hingga pada pemberlakuan otonomi daerah berdasarkan UU nomor 22 dan 25 tahun 1999, telah memberikan paradigma baru dalam sistem pendidikan yang mengarah pada prinsip desentralisasi. Demokrasi pendidikan di Indonesia mempunyai dua tugas utama, yaitu sebagai pengembangan potensi nyata yang dimiliki oleh setiap daerah, dan pengembangan nilai-nilai hidup yang berlaku di dalam masyarakat suatu daerah. Namun, koridor tugas pendidikan tersebut tetap berpegangan pada koridor Negara kesatuan Republik Indonesia.
Desentralisasi pendidikan ternyata merupakan suatu proses yang kompleks, oleh karena:
1. akan menciptakan suatu sistem pendidikan dengan kebijakan-kebijakan yang konkret;
2. mengatur sumber daya serta pemanfaatannya;
3. melatih tenaga-tenaga (SDM) yang professional, baik tenaga guru maupun tenaga-tenaga manajer pada tingkat lapangan;
4. menyusun kurikulum yang sesuai, dan;
5. mengelola sistem pendidikan yang berdasarkan kepada kebudayaan setempat1).
Sasaran desentralisasi pendidikan adalah sebagai program peningkatan tanggung jawab yang lebih besar untuk pemerintah daerah dalam mencapai tujuan PUS (pendidikan untuk semua). Peningkatan kesempatan memperoleh pendidikan di saat ada kendala ekonomi yang serius merupakan tantangan yang sangat besar bagi para pengambil keputusan bidang pendidikan, sekolah, dan masyarakat. Dalam mengambil keputusan tentang pendanaan, program-program yang berkaitan dengan persamaan kesempatan tersebut sering dianggap sebagai program nomor dua, dengan alasan efesiensi ekonomi. Pengalaman program desentralisasi di negara lain seperti di Filipina mengisyaratkan perlunya masalah pemerataan kesempatan ini dijadikan perhatian dalam pengalokasian berbagai sumber untuk menghindari disparitas di antara kelompok masyarakat yang berbeda.
Agar pelaksanaan desentralisasi pendidikan dapat terlaksana secara tepat, diperlukan mekanisme penerapan demokrasi dalam pendidikan dan pendidikan dalam demokrasi. Hal tersebut sebagai upaya untuk membentuk budaya masyarakat dan pengambil kebijakan yang lebih mengedapankan pengakuan terhadap kesamaan hak dan kewajiban yang dilatarbelakangi oleh nuansa keberagaman.
II. Permasalahan
Demokrasi dan pendidikan merupakan suatu kondisi tata nilai yang harus dikembangkan dalam masyarakat yang heterogen, sehingga dimungkinkan dapat mengembangkan potensi daerah serta nilai-nilai kebudayaan yang hidup di masyarakat. Demikian pula halnya dengan kondisi bangsa Indonesia yang memiliki keberagaman letak geografis,
1) H.A.R. Tilaar. Paradigma Baru Pendidikan Nasional (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000).hlm.88-89.
linguistik, budaya, dan agama, sangatlah bergantung pada pola-pola kebijakan yang mengakui adanya perbedaan dan keberagaman potensi dalam bentuk desentralisasi kebijakan.
Terdapat berbagai masalah yang dihadapi dalam penerapan demokrasi dan pendidikan di Indonesia, sebagai berikut.
1. Rendahnya tingkat partisipasi masyarakat.
Terjadinya krisis moneter sejak tahun 1998, telah menciptakan laju inflasi yang tak terkendalikan, sehingga daya beli masyarakat semakin menurun. Dampak terbesar dari fenomena ini adalah menurunnya tingkat partisipasi masyarakat dalam pendidikan. Kendati pun pemerintah telah berupaya membuat kebijakan wajib belajar 9 tahun yang disertai dana kompensasi BBM serta bantuan jaring pengaman sosial, namun ironinya kesadaran masyarakat untuk mengenyam pendidikan bukanlah dijadikan prioritas utama dalam menghadapi kondisi kebutuhan hidup. Padahal, krisis yang terjadi dalam berbagai bidang kehidupan, bersumber dari rendahnya kualitas, kemampuan, dan semangat kerja. Secara jujur dapat kita katakana bahwa bangsa ini belum mampu mandiri dan terlalu banyak mengandalkan intervensi dari pihak asing. Meskipun agenda reformasi telah digulirkan untuk memperbaiki sendi-sendi kekuatan dengan menetapkan prioritas tertentu, hal tersebut belum berlangsung secara kaffah (menyeluruh) dan baru pada tahap mencari kesalahan orang lain.Pendidikan sebagai landasan untuk meningkatkan kualitas, kemampuan dan semangat kerja masyarakat, dalam kondisi bangsa Indonesia yang memiliki rendahnya tingkat partisipasi masyarakat, secara inheren akan memberikan kondisi bangsa yang sulit untuk dapat keluar dari kendali krisis multi dimensi. Terutama dalam hubungannya untuk membentuk budaya demokrasi dalam sistem kenegaraan kita. Peran pendidikan nampaknya masih dianggap sebagai ‘menara gading’ dalam segi kehidupan bermasyarakat, namun belum diupayakan sebagai bentuk investasi masa depan yang akan membentuk nilai-nilai hidup kemasyarakatan secara universalitas.
Rendahnya partisipasi pendidikan tentu akan membentuk rendahnya kualitas sumber daya manusia, sehingga pemikiran kreatif, inovatif, dan progresif akan sukar untuk muncul dalam proses pembangunan bangsa dalam sistem kenegaraan demokrasi. Demikian pula halnya, pola penyelenggaraan pendidikan akan cenderung sukar untuk menjiwai nilai-nilai demokratis, sehingga tidak akan menumbuhkan kondisi kebebasan metode pendidikan yang beragam, dan masih bersandar pada doktrinisasi sebagai wujud penerapan kebijakan sentralisir.
2. Rendahnya Inisiatif kebijakan yang demokratis.
Pemberlakuan demokrasi, baik dalam tatanan politik, ekonomi, maupun pendidikan, memberikan konsekuensi terhadap pembaruan kebijakan yang harus disesuaikan dengan perkembangan tuntutan mayoritas masyarakat. Dalam dunia pendidikan, system pendidikan nasional yang selama ini masih menginduk pada UU nomor 1989, dinilai sudah usang dan mengharapkan perubahan ke arah kebijakan yang lebih democratis, khususnya pemberian kewenangan secara desentralisir.
Prinsip dasar diberlakukannya demokrasi pendidikan diarahkan pada terbentuknya partisipasi masyarakat di suatu wilayah untuk turut memikirkan dan mengejar kualitas pendidikan sesuai dengan potensi yang dimiliki. Penerapan desentralisasi pendidikan terkait dengan diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia sesuai UU nomor 22 dan 25 tahun 1999. Konsekuensi asas desentralisasi pendidikan yaitu berkembangnya penataan pendidikan local dalam membangun kemampuan masyarakat di sekitarnya, serta pengembangan nilai-nilai budaya masyarakat yang diupayakan mampu berkiprah dalam pergaulan global.
3. Tantangan kehidupan Global.
Derasnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, menghadapkan dunia pendidikan dalam situasi persaingan global. Sehingga berbagai kebijakan pendidikan diperlukan penyesuaian dengan standar kualitas universal. Kondisi pendidikan di Indonesia dalam konteks otonomi daerah, tentu dapat memberikan suasana penerapan pendidikan yang berbasis lokal (education based local), keadaan ini apabila tidak dapat ditata secara baik, akan memperparah kualitas pendidikan secara global. Oleh karena itu, prioritas kebijakan dalam era demokrasi, pendidikan diharapkan mampu mengolah potensi lokal dalam upaya mensejajarkan diri dengan tuntutan kualitas global (the think globally at locally).
III. Deskripsi dan Kajian Teori
Tantangan terbesar dalam dunia pendidikan adalah pemberlakuan era globalisasi, namun di sisi lain era tersebut akan memberikan peluang yang cukup besar dalam mengembangkan peran pendidikan dalam nuansa universal. Pendidikan pada era global mengharuskan suatu penetrasi peran yang serba instan, baik dari segi pembaruan manajemen, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta nilai-nilai kebudayaan yang progresif.
Penerapan demokrasi dalam sektor pendidikan merupakan suatu kerangka yang dapat menyerap berbagai tuntutan kebutuhan masyarakat dalam berbagai kondisi heterogenitas linguistik, budaya, agama, serta geografis. Hal ini diharapkan agar pendidikan lebih mengedepankan keberagaman metode pendidikan yang mampu mengembangkan kemampuan masyarakat daerah secara professional serta dapat mengembangkan nilai-nilai kemasyarakatan dalam pergaulan nasional, maupun internasional.
Demokrasi yang dikenal luas sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, ditandai dengan adanya pengakuan dan praktek persamaan hak dan kewajiban dalam masyarakat luas. Pendidikan berjasa dalam membentuk pondasinya: rakyat yang tahu hak dan kewajibannya, rakyat yang mengakui persamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan, membuka kesempatan yang luas bagi semua lapisan masyarakat dalam mencapai persamaan, dan membentuk rakyat yang kritis. Dengan demikian pendidikan tidak saja memungkinkan tumbuhnya alam demokrasi, tetapi juga membuat demokrasi menjadi hal yang utama untuk hadir di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara.
Konsekuensi penerapan demokrasi dalam pendidikan berarti menjamin mengembangkan kebebasan akademik. Artinya pola penyelenggaraan pendidikan harus dapat memberikan kebebasan kepada seluruh elemen pendidikan dalam mengemukakan pendapat dan menghargai perbedaan pendapat, sehingga masyarakat belajar akan terbiasa dengan pengembangan daya nalar yang kritis dan progresif.
Di Indonesia, penerapan demokrasi dalam dunia pendidikan dilandasi oleh adanya kesedaran akan keberagaman kondisi masyarakat, dimana sistem pengelolaan pemerintahan dalam menangani masalah pendidikan di arahkan pada prinsip desentralisasi. Hal ini kian menyampingkan kebijakan sentralisasi yang diterapkan pada era orde baru. Komitmen penerapan demokrasi pendidikan di indonesia dalam mengemban misi reformasi total, diterbitkan UU nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah. Dalam konteks otonomi daerah, pemerintah memberikan kewenangan yang lebih luas kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendir atas dasar prakarsa dan partisipasi masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut, Indra Djati Sidi (2000) mengemukakan empat isu kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional yang perlu direkonstruksi dalam rangka otonomi daerah, baik untuk tujuan peningkatan mutu pendidikan, efesiensi pengelolaan pendidikan, relevansi pendidikan, maupun pemerataan pelayanan pendidikan, sebagai berikut.
1. Upaya peningkatan mutu pendidikan di lakukan dengan menetapkan tujuan dan standar kompetensi pendidikan, yaitu melalui konsensus nasional antara pemerintah dengan seluruh lapisan masyarakat. Standar kompetensi yang mungkin akan berbeda antar sekolah atau antar daerah akan menghasilkan standar kompetensi nasional dalam tingkatan standar minimal normal (mainstream), dan unggula.
2. Peningkatan efesiensi pengelolaan pendidikan mengarah pada pengelolaan pendidikan berbasis sekolah, dengan memberi kepercayaan yang lebih luas kepada sekolah untuk mengoptimalkan sumber daya yang tersedia bagi tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan.
3. Peningkatan relevansi pendidikan mengarah pada pendidikan berbasis masyarakat. Peningkatan peran serta orang tua dan masyarakat pada level kebijakan (pengambilan keputusan) dan level operasional melalui komite (dewan) sekolah. Komite ini terdiri atas kepala sekolah, guru senior, wakil orang tua, tokoh masyarakat, dan perwakilan siswa. Peran komite meliputi perencanaan, implementasi, monitoring, serta evaluasi program kerja sekolah.
4. Pemerataan pelayanan pendidikan mengarah pada pendidikan yang berkeadilan. Hal ini berkenaan dengan penerapan formula pembiayaan pendidikan yang adil dan transparan, upaya pemerataan mutu pendidikan dengan adanya standar kompetensi minimal, serta pemerataan pelayanan pendidikan bagi siswa pada semua lapisan masyarakat2).
Konsep desentralisasi dalam sistem otonomi pemerintahan sebagai wujud pelaksanaan demokrasi, memberikan landasan hidup masyarakat bahwa kebijakan yang diambil harus berdasarkan prinsip dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dalam komitmen penerapan demokrasi pendidikan sangat berhubungan dengan upaya pemberdayaan seluruh komponen bangsa dalam membangun dan meningkatkan kualitas pendidikan dengan kebijakan yang diambil sesuai potensi yang dimiliki.
Dengan demikian, prinsip-prinsip demokrasi dan pendidikan dapat diklasifikasi sebagai berikut.
1. Adanya kesamaan hak dan kewajiban.
2. Adanya pengakuan atas kebebasan berpendapat, bertindak, dan berinisiatif.
3. Kebijakan yang ditempuh berlandaskan pada keberagaman nilai-nilai masyarakat.
4. Lebih mengutamakan kepentingan mayoritas.
2) E. Mulyasa. Manajemen Berbasis Sekolah (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002).hlm. 6-7.
Memperhatikan prinsip di atas, dapat dikatakan bahwa pendidikan sebagai penentu keberhasilan pelaksanaan demokrasi, dan demokrasi akan memberikan keberhasilan kualitas pendidikan. Hal tersebut lebih memberikan pada makna peranan sumber daya manusia dalam menjalankan nilai-nilai kemasyarakatan. Semakin tinggi kualitas masyarakat sebagai hasil proses pendidikan, semakin besar kemungkinan masyarakat mengerti tentang penerapan sistem demokrasi pada suatu bangsa.
IV. Analisis dan Sintesis
Analisis demokrasi dan pendidikan, dapat dijabarkan sebagai berikut.
1. Aspek demokrasi.
Alam demokrasi memberlakukan nilai kehidupan masyarakat yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam sistem kenegaraan dan pemerintahan. Kesadaran demokrasi banyak tercipta akibat adanya keberagaman kondisi masyarakat yang pluralistik, sehingga segala bentuk kebijakan politis senantiasa bersandar pada pendapat mayoritas masyarakat. Unsur utama dari demokrasi adalah:
a. adanya persamaan hak dan kewajiban seseorang dalam sistem pemerintahan;
b. arah kebijakan dilandasi oleh prinsip buttom-up;
c. adanya partisipasi aktif seluruh komponen masyarakat;
d. berlakunya prinsip transparansi dan akuntabilitas publik;
e. kedaulatan negara berada di tangan rakyat.
2. Aspek pendidikan
Pendidikan sebagai suatu proses pembentukan karakter manusia yang mengarah pada kemandirian hidup, memerlukan suatu penataan yang matang dan terencana. Oleh karenanya, peran pendidikan senantiasa diarahkan pada upaya peningkatan kualitas manusia. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa, akan sangat bergantung pada kondisi sumber daya manusia yang cukup tinggi, sehingga dalam realitasnya dibutuhkan pola penyelenggaraan pendidikan yang mampu mengakomodir tuntutan kebutuhan lingkungan dan masyarakat.
Unsur-unsur utama yang berhubungan dengan pendidikan, meliputi:
1. adanya tujuan dan prioritas program yang jelas;
2. adanya peserta didik;
3. manajemen yang profesional;
4. struktur dan jadwal yang jelas;
5. isi (materi) yang tersedia;
6. tenaga kependidikan;
7. alat bantu belajar;
8. fasilitas;
9. teknologi;
10. pengawasan mutu;
11. penelitian;
12. biaya.
Ke dua belas unsur di atas, tentu harus dipenuhi dalam rangka mencapai tujuan pendidikan, yaitu meningkatnya kualitas sumber daya manusia.
Berdasarkan pada analisis di atas, sintesis dari demokrasi dan pendidikan dapat di identifikasikan sebagai berikut.
1. adanya kesamaan hak dan kewajiban setiap warga negara.
Pendidikan harus memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh warga negara untuk memperoleh pendidikan. Perlakuan proses penyelenggaraan pendidikan harus di arahkan pada keberagaman potensi individu peserta didik, dimana mereka diberikan kebebasan untuk mampu mengekspresikan diri dalam potensi berpikir, bertindak, dan berinovasi.
2. adanya arah kebijakan dilandasi oleh prinsip buttom-up.
Prinsip kebijakan dari bawah ke pucuk pimpinan, dalam dunia pendidikan memberikan konsekuensi terhadap keterlibatan aktif seluruh komponen peserta didik, orang tua, tenaga kependidikan, kepala sekolah, masyarakat, dan pemerintahan setempat. Keadaan ini mencerminkan berlakunya asas desentralisasi melalui prinsip penerapan otonomi daerah.
3. adanya partisipasi aktif seluruh komponen masyarakat.
Bentuk partisipasi dalam demokrasi pendidikan adalah berusaha melibatkan diri dalam proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan, dan pengawasan mutu pelayanan pendidikan. Hal ini sebagaimana prinsip yang diterapkan dalam manajemen berbasis masyarakat (School based community).
4. berlakunya prinsip transparansi dan akuntabilitas publik.
Demokrasi pendidikan pada hakikatnya harus dilaksanakan atas prinsip memperhatikan kebutuhan perkembangan tuntutan masyarakat dan lingkungan. Di sisi lain, pendidikan dalam era demokrasi memberikan wahana bagi pembentukan nasib dan perilaku masyarakat. Oleh karena itu, dalam implementasinya, pendidikan akan diarahkan pada kebijakan yang lebih transparan, serta memiliki komitmen bagi akuntabilitas publik.
V. Temuan-temuan
Penerapan demokrasi dalam pendidikan, disamping memberikan peluang kepada kemajuan uniformalitas penyelenggaraan, juga memberikan beberapa aspek kelemahan dalam tataran pelaksanaannya. Beberapa temuan kelemahan pelaksanaan demokrasi dalam pendidikan, banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut.
1. Rendahnya keperdulian masyarakat terhadap pendidikan.
Secara umum, kondisi masyarakat dalam melihat peran pendidikan hanya sebatas strategi formalistik untuk memperoleh gelar tertentu. Di sisi lain, peran pendidikan pun masih belum banyak menyentuh terhadap kebutuhan masyarakat secara riil, sehingga pendidikan sering dinobatkan sebagai ‘menara gading’ di tengah keberadaan komunitas tertentu. Rendahnya keperdulian masyarakat terlihat dari menurunnya tingkat partisipasi terhadap standar kualitas yang diinginkan, baik secara fisik maupun bobot lulusan. Pendidikan sering dipandang hanya sebatas tanggung jawab pemerintah, padahal pendidikan yang bermutu sangat memerlukan peran aktif seluruh komponen masyarakat, baik dalam segi perancangan kurikulum, materi pembelajaran, proses pendidikan, dan pembiayaan.
2. Rendahnya kualitas pemahaman demokrasi dalam pendidikan.
Proses penyelenggaraan pendidikan masih menitikberatkan pada kondisi pembelajaran yang bersifat doktrinisasi. Hal tersebut banyak dipengaruhi oleh sistem sentralisasi kewenangan pada masa orde baru dalam membentuk sistem pendidikan sebagai komoditas politik dan ekonomi. Pada masa transisi dalam era reformasi, upaya memperbarui pola penyelenggaraan pendidikan ke arah demokrasi, nampaknya masih memerlukan waktu yang cukup lama, oleh karena dibutuhkan suatu langkah penyesuaian kebijakan sekaligus peran tenaga kependidikan dan manajemen sekolah yang mengerti terhadap prinsip dasar demokrasi pendidikan.
3. Rendahnya pembiayaan pendidikan.
Komponen masalah yang terbesar dalam mengejar kualitas pendidikan bertumpu pada faktor pembiayaan. Untuk menumbuhkembangkan kondisi pembaruan pendidikan ke arah demokrasi tentu memerlukan biaya yang cukup besar, baik bagi kepentingan peningkatan kualitas tenaga kependidikan, maupun sarana pendukung proses pembelajaran.
VI. Pembahasan
Berdasarkan pada beberapa permasalahan, sintesis dan analisis, serta temuan-temuan dalam hubungannya dengan demokrasi dan pendidikan, penulis mencoba mengkaji dengan beberapa sudut pandang yang terangkum dalam pembahasan sebagai berikut.
1. Rendahnya tingkat partisipasi masyarakat.
Peran serta masyarakat dalam kehidupan demokrasi merupakan persyaratan dalam menciptakan pemikiran positif serta proses penetapan kebijakan publik. Demokrasi dalam dunia pendidikan memberikan konsekuensi terhadap penerapan asasn desentralisasi, efesiensi pengelolaan, relevansi pendidikan, peningkatan mutu, serta pembiayaan yang harus ditanggung. Partisipasi masyarakat dalam pendidikan akan terlihat dari seberapa besar prosentase keikutsertaan masyarakat dalam batasan umur peserta didik setiap jenjang program, disamping itu, peran masyarakat pun dapat ditujukan pada sikap keperdulian terhadap upaya memberikan kontribusi bagi pengembangan pendidikan, baik dari segi kuantitas, fisik, maupun kualitas pendidikan. Hal yang sepatutnya diterapkan dalam upaya menumbuhkembangkan partisipasi masyarakat, adalah pengaturan kebijakan publik yang memberi peluang kepada masyarakat dalam menentukan model, materi, serta kualitas pendidikan sesuai kebutuhan tuntutan masyarakat dan lingkungan, sehingga peran pendidikan akan dijadikan sebagai landasan bagi peningkatan kemampuan potensi lokal serta pengembangan nilai-nilai kemasyarakatan.
2. Rendahnya Inisiatif kebijakan yang demokratis.
Berlakunya demokrasi pendidikan secara inheren akan memberikan implikasi terhadap kemampuan masyarakat dalam proses perencanaan, dan pengawasan pelaksanaan pendidikan. Strategi penerapan demokrasi pendidikan membutuhkan komitmen pengambilan kebijakan yang mengarah pada konsekuensi kondisi demokratis. Dalam dunia pendidikan, alam demokratis lebih ditujukan pada nuansa kebebasan mimbar akademik, di mana seluruh komponen pendidikan memiliki kebebasan dalam mengemukakan pendapat serta berpikir kritis terhadap pengembangan daya nalar. Demokrasi tentu saja dapat mambentuk karakter komponen masyarakat yang mampu menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan dan perbedaan dalam keberagaman masyarakat. Oleh karena itu, inisiatif kebijakan yang demokratis dapat mencakup: kebijakan desentralisasi, konsekuensi kebutuhan SDM yang memadai, fasilitas penunjang pembelajaran yang cukup, serta mengarah pada aspek keberagaman potensi individual manusia.
3. Tantangan kehidupan Global.
Derasnya era globalisasi yang memberikan proses percepatan pembaruan sistem pendidikan, telah banyak menciptakan suatu tantangan sekaligus pula peluang dalam persaingan global. Penerapan demokrasi dalam sistem pendidikan nasional perlu memperhatikan aspek perkembangan dunia internasional, baik dalam proses pelaksanaan pendidikannya, maupun kualitas lulusan yang lebih universal. Kendati pendidikan diterapkan dalam mekanisme otonomi daerah dengan asas desentralisasi, namun prakarsa seyogyanya tetap melihat aspek standar kualitas global, sehingga diharapkan dalam perkembangannya mampu menciptakan inovasi baru baik dari segi pengetahuan, maupun kesenaian dan kebudayaan daerah yang mampu berperan dalam percaturan global. Pemikiran yang fundamental dalam kerangka demokrasi pendidikan menuju globalisasi adalah dengan prinsip the think globally at locally.
VII. Simpulan
Paradigma pendidikan yang mengarah pada era demokrasi banyak memberikan konsekuensi logis dalam mempersiapkan kondisi masa transisi budaya. Masyarakat yang mengalami situasi demokrasi umumnya lebih menghargai perbedaan pandangan dan keberagaman status sosial. Demokrasi pendidikan tidak terlepas dari peran aktif seluruh komponen masyarakat dalam menentukan arah dan sasaran kulaitas yang diinginkan. Dengan kata lain, demokrasi pendidikan sangat terkait dengan partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat dalam menentukan kebijakan pendidikan, melalui mekanisme buttom-up.
Demokrasi pendidikan di Indonesia, dipengaruhi oleh suatu kondisi pluralisme masyarakat yang memiliki heterogenitas linguistik, budaya, agama, dan letak geografis. Sehingga keseragaman pola pendidikan yang pernah dilakukan pada pemerintahan orde baru, sangatlah tidak tepat, sehingga akan menciptakan karakter bangsa yang seba seragam. Oleh karenanya, pada era reformasi, demokrasi pendidikan mengalami pergeseran paradigma ke araha keberagaman. Bahwa setiap daerah memiliki potensi yang berbeda untuk dikembangkan, serta adanya komitmen terhadap pengakuan kebebasan berpikir, pendidikan sebaiknya mencoba memberikan kebebasan kepada setiap daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam menentukan kualitas kemampuan peserta didik serta pengembangan nilai-nilai kemasyarakatan yang berlaku.
Permasalahan yang dihadapi dalam demokrasi dan pendidikan adalah rendahnya partisipasi masyarakat dalam pendidikan, rendahnya inisiatif kebijakan demokratis, serta tantangan era globalisasi. Adapun sintesis dan analisis yang diambil sebagai prinsip dasar pelaksanaan demokrasi pendidikan adalah adanya kesamaan hak dan kewajiban setiap warga negara, adanya arah kebijakan dilandasi oleh prinsip buttom-up, adanya partisipasi aktif seluruh komponen masyarakat, berlakunya prinsip transparansi dan akuntabilitas publik.
Berbagai masalah serta hasil analisis dan sintesis, dapat diambil kesimpulan bahwa untuk menumbuhkan demokrasi diperlukan suatu pendidikan yang turut menunjang peningkatan kualitas masyarakat yang dapat memahami budaya demokras, serta pendidikan yang demokratis sangat ditunjang oleh sistem kenegaraan yang demokratis. Untuk menyerasikan muatan demokrasi pendidikan dalam konteks otonomi daerah, diharapkan prakarsa kualitas pendidikan disamping harus memperhatikan potensi lokal yang dimiliki, juga harus mampu melihat peluang dan tantangan kebutuhan kualitas secara global. Hal tersebut diupayakan agar sistem pendidikan di Indonesia tidak hanya mampu berkiprah dalam pergaulan nasional, namun dalam era globalisasi perlu memperhitungkan persaingan secara internasional.