11.24.2009

Demokrasi Pendidikan


Peranan pendidikan dalam kehidupan kenegaraan akan banyak memberikan dimensi pembangunan karakter bangsa (nations character building). Aktualisasi karakter masyarakat dapat membentuk nilai-nilai budaya yang tumbuh pada komunitas lingkungan sosial-politik, baik dalam bentuk berpikir, berinisiatif, dan aneka ragam hak asasi manusia. Dengan demikian, pendidikan senantiasa melahirkan tata nilai kehidupan masyarakat dalam sistem kenegaraan yang di anut oleh suatu pemerintahan.
Pada kondisi negara yang memiliki heterogenitas masyarakat, cenderung menerapkan sistem demokrasi dalam menjalankan roda pemerintahan. Konteks demokrasi secara sederhana menunjukkan adanya pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Prinsip utama dalam penerapan alam demokrasi adalah adanya pengakuan atas kebebasan hak individual (human right) terhadap upaya untuk menikmati hidup, sekaligus dalam mekanisme menjalankan kewajiban sebagai warga negara. Sehingga, pada gilirannya dapat membentuk kondisi community development pada nilai-nilai keberagaman, baik berpikir, bertindak, berpendapat, maupun berkreasi.
Sistem demokrasi merupakan suatu bentuk tindakan yang menghargai perbedaan prinsip, keberagaman (heterogenitas) nilai-nilai masyarakat dalam suatu negara. Konsekuensi logis dari penerapan demokrasi adalah memberikan kebebasan bertindak pada setiap orang sesuai dengan kehendaknya dalam batasan normatif tertentu. Terbentuknya budaya demokrasi pada suatu negara banyak ditentukan oleh penerapan sistem pendidikan yang berlaku, sehingga semakin demokratis pelaksanaan pendidikan di suatu negara, akan memberikan implikasi pada peningkatan taraf keperdulian masyarakat terhadap hak dan kewajibannya dalam menggunakan pikiran, tenaga, dan suaranya. Impact yang sangat kuat dari penerapan demokrasi pendidikan yaitu berkembangnya keberagaman pola pikir masyarakat, kreativitas, dan daya inovasi yang tinggi.
Demokrasi dalam dunia pendidikan memiliki konsekuensi bagi terbentuknya desentralisasi kewenangan, di mana pengelolaan pendidikan akan banyak ditentukan oleh pelaksana langsung, baik pengelola, tenaga kependidikan, maupun masyarakat dalam menciptakan isi (materi) sistem pembelajaran, termasuk pengembangan kualitas peserta didik. Di sisi lain, demokrasi pendidikan akan berdampak pula pada aspek kurikulum, efesiensi administrasi, pendapatan dan biaya pendidikan, serta pemerataan terhadap perolehan pendidikan masyarakat.
Demokrasi dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia, sebagaimana di atur dalam UU nomor 2 tahun 1989 BAB III pasal (5) menyebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Artinya bahwa setiap orang memiliki kebebasan untuk memperoleh pendidikan dalam rangka mengembangkan diri dan meningkatkan pengetahuan, serta kemampuan mereka.
Letak geografis Negara Indonesia yang merupakan negara maritim terbesar dan mempunyai keberagaman kondisi masyarakat baik secara linguistik, budaya, agama, dan etnis, mengharuskan penerapan sistem pendidikan yang demokratis. Sejalan dengan adanya tuntutan reformasi, hingga pada pemberlakuan otonomi daerah berdasarkan UU nomor 22 dan 25 tahun 1999, telah memberikan paradigma baru dalam sistem pendidikan yang mengarah pada prinsip desentralisasi. Demokrasi pendidikan di Indonesia mempunyai dua tugas utama, yaitu sebagai pengembangan potensi nyata yang dimiliki oleh setiap daerah, dan pengembangan nilai-nilai hidup yang berlaku di dalam masyarakat suatu daerah. Namun, koridor tugas pendidikan tersebut tetap berpegangan pada koridor Negara kesatuan Republik Indonesia.
Desentralisasi pendidikan ternyata merupakan suatu proses yang kompleks, oleh karena:
1. akan menciptakan suatu sistem pendidikan dengan kebijakan-kebijakan yang konkret;
2. mengatur sumber daya serta pemanfaatannya;
3. melatih tenaga-tenaga (SDM) yang professional, baik tenaga guru maupun tenaga-tenaga manajer pada tingkat lapangan;
4. menyusun kurikulum yang sesuai, dan;
5. mengelola sistem pendidikan yang berdasarkan kepada kebudayaan setempat1).
Sasaran desentralisasi pendidikan adalah sebagai program peningkatan tanggung jawab yang lebih besar untuk pemerintah daerah dalam mencapai tujuan PUS (pendidikan untuk semua). Peningkatan kesempatan memperoleh pendidikan di saat ada kendala ekonomi yang serius merupakan tantangan yang sangat besar bagi para pengambil keputusan bidang pendidikan, sekolah, dan masyarakat. Dalam mengambil keputusan tentang pendanaan, program-program yang berkaitan dengan persamaan kesempatan tersebut sering dianggap sebagai program nomor dua, dengan alasan efesiensi ekonomi. Pengalaman program desentralisasi di negara lain seperti di Filipina mengisyaratkan perlunya masalah pemerataan kesempatan ini dijadikan perhatian dalam pengalokasian berbagai sumber untuk menghindari disparitas di antara kelompok masyarakat yang berbeda.
Agar pelaksanaan desentralisasi pendidikan dapat terlaksana secara tepat, diperlukan mekanisme penerapan demokrasi dalam pendidikan dan pendidikan dalam demokrasi. Hal tersebut sebagai upaya untuk membentuk budaya masyarakat dan pengambil kebijakan yang lebih mengedapankan pengakuan terhadap kesamaan hak dan kewajiban yang dilatarbelakangi oleh nuansa keberagaman.

II. Permasalahan
Demokrasi dan pendidikan merupakan suatu kondisi tata nilai yang harus dikembangkan dalam masyarakat yang heterogen, sehingga dimungkinkan dapat mengembangkan potensi daerah serta nilai-nilai kebudayaan yang hidup di masyarakat. Demikian pula halnya dengan kondisi bangsa Indonesia yang memiliki keberagaman letak geografis,
1) H.A.R. Tilaar. Paradigma Baru Pendidikan Nasional (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000).hlm.88-89.
linguistik, budaya, dan agama, sangatlah bergantung pada pola-pola kebijakan yang mengakui adanya perbedaan dan keberagaman potensi dalam bentuk desentralisasi kebijakan.
Terdapat berbagai masalah yang dihadapi dalam penerapan demokrasi dan pendidikan di Indonesia, sebagai berikut.
1. Rendahnya tingkat partisipasi masyarakat.
Terjadinya krisis moneter sejak tahun 1998, telah menciptakan laju inflasi yang tak terkendalikan, sehingga daya beli masyarakat semakin menurun. Dampak terbesar dari fenomena ini adalah menurunnya tingkat partisipasi masyarakat dalam pendidikan. Kendati pun pemerintah telah berupaya membuat kebijakan wajib belajar 9 tahun yang disertai dana kompensasi BBM serta bantuan jaring pengaman sosial, namun ironinya kesadaran masyarakat untuk mengenyam pendidikan bukanlah dijadikan prioritas utama dalam menghadapi kondisi kebutuhan hidup. Padahal, krisis yang terjadi dalam berbagai bidang kehidupan, bersumber dari rendahnya kualitas, kemampuan, dan semangat kerja. Secara jujur dapat kita katakana bahwa bangsa ini belum mampu mandiri dan terlalu banyak mengandalkan intervensi dari pihak asing. Meskipun agenda reformasi telah digulirkan untuk memperbaiki sendi-sendi kekuatan dengan menetapkan prioritas tertentu, hal tersebut belum berlangsung secara kaffah (menyeluruh) dan baru pada tahap mencari kesalahan orang lain.Pendidikan sebagai landasan untuk meningkatkan kualitas, kemampuan dan semangat kerja masyarakat, dalam kondisi bangsa Indonesia yang memiliki rendahnya tingkat partisipasi masyarakat, secara inheren akan memberikan kondisi bangsa yang sulit untuk dapat keluar dari kendali krisis multi dimensi. Terutama dalam hubungannya untuk membentuk budaya demokrasi dalam sistem kenegaraan kita. Peran pendidikan nampaknya masih dianggap sebagai ‘menara gading’ dalam segi kehidupan bermasyarakat, namun belum diupayakan sebagai bentuk investasi masa depan yang akan membentuk nilai-nilai hidup kemasyarakatan secara universalitas.
Rendahnya partisipasi pendidikan tentu akan membentuk rendahnya kualitas sumber daya manusia, sehingga pemikiran kreatif, inovatif, dan progresif akan sukar untuk muncul dalam proses pembangunan bangsa dalam sistem kenegaraan demokrasi. Demikian pula halnya, pola penyelenggaraan pendidikan akan cenderung sukar untuk menjiwai nilai-nilai demokratis, sehingga tidak akan menumbuhkan kondisi kebebasan metode pendidikan yang beragam, dan masih bersandar pada doktrinisasi sebagai wujud penerapan kebijakan sentralisir.
2. Rendahnya Inisiatif kebijakan yang demokratis.
Pemberlakuan demokrasi, baik dalam tatanan politik, ekonomi, maupun pendidikan, memberikan konsekuensi terhadap pembaruan kebijakan yang harus disesuaikan dengan perkembangan tuntutan mayoritas masyarakat. Dalam dunia pendidikan, system pendidikan nasional yang selama ini masih menginduk pada UU nomor 1989, dinilai sudah usang dan mengharapkan perubahan ke arah kebijakan yang lebih democratis, khususnya pemberian kewenangan secara desentralisir.
Prinsip dasar diberlakukannya demokrasi pendidikan diarahkan pada terbentuknya partisipasi masyarakat di suatu wilayah untuk turut memikirkan dan mengejar kualitas pendidikan sesuai dengan potensi yang dimiliki. Penerapan desentralisasi pendidikan terkait dengan diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia sesuai UU nomor 22 dan 25 tahun 1999. Konsekuensi asas desentralisasi pendidikan yaitu berkembangnya penataan pendidikan local dalam membangun kemampuan masyarakat di sekitarnya, serta pengembangan nilai-nilai budaya masyarakat yang diupayakan mampu berkiprah dalam pergaulan global.
3. Tantangan kehidupan Global.
Derasnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, menghadapkan dunia pendidikan dalam situasi persaingan global. Sehingga berbagai kebijakan pendidikan diperlukan penyesuaian dengan standar kualitas universal. Kondisi pendidikan di Indonesia dalam konteks otonomi daerah, tentu dapat memberikan suasana penerapan pendidikan yang berbasis lokal (education based local), keadaan ini apabila tidak dapat ditata secara baik, akan memperparah kualitas pendidikan secara global. Oleh karena itu, prioritas kebijakan dalam era demokrasi, pendidikan diharapkan mampu mengolah potensi lokal dalam upaya mensejajarkan diri dengan tuntutan kualitas global (the think globally at locally).

III. Deskripsi dan Kajian Teori
Tantangan terbesar dalam dunia pendidikan adalah pemberlakuan era globalisasi, namun di sisi lain era tersebut akan memberikan peluang yang cukup besar dalam mengembangkan peran pendidikan dalam nuansa universal. Pendidikan pada era global mengharuskan suatu penetrasi peran yang serba instan, baik dari segi pembaruan manajemen, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta nilai-nilai kebudayaan yang progresif.
Penerapan demokrasi dalam sektor pendidikan merupakan suatu kerangka yang dapat menyerap berbagai tuntutan kebutuhan masyarakat dalam berbagai kondisi heterogenitas linguistik, budaya, agama, serta geografis. Hal ini diharapkan agar pendidikan lebih mengedepankan keberagaman metode pendidikan yang mampu mengembangkan kemampuan masyarakat daerah secara professional serta dapat mengembangkan nilai-nilai kemasyarakatan dalam pergaulan nasional, maupun internasional.
Demokrasi yang dikenal luas sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, ditandai dengan adanya pengakuan dan praktek persamaan hak dan kewajiban dalam masyarakat luas. Pendidikan berjasa dalam membentuk pondasinya: rakyat yang tahu hak dan kewajibannya, rakyat yang mengakui persamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan, membuka kesempatan yang luas bagi semua lapisan masyarakat dalam mencapai persamaan, dan membentuk rakyat yang kritis. Dengan demikian pendidikan tidak saja memungkinkan tumbuhnya alam demokrasi, tetapi juga membuat demokrasi menjadi hal yang utama untuk hadir di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara.
Konsekuensi penerapan demokrasi dalam pendidikan berarti menjamin mengembangkan kebebasan akademik. Artinya pola penyelenggaraan pendidikan harus dapat memberikan kebebasan kepada seluruh elemen pendidikan dalam mengemukakan pendapat dan menghargai perbedaan pendapat, sehingga masyarakat belajar akan terbiasa dengan pengembangan daya nalar yang kritis dan progresif.
Di Indonesia, penerapan demokrasi dalam dunia pendidikan dilandasi oleh adanya kesedaran akan keberagaman kondisi masyarakat, dimana sistem pengelolaan pemerintahan dalam menangani masalah pendidikan di arahkan pada prinsip desentralisasi. Hal ini kian menyampingkan kebijakan sentralisasi yang diterapkan pada era orde baru. Komitmen penerapan demokrasi pendidikan di indonesia dalam mengemban misi reformasi total, diterbitkan UU nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah. Dalam konteks otonomi daerah, pemerintah memberikan kewenangan yang lebih luas kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendir atas dasar prakarsa dan partisipasi masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut, Indra Djati Sidi (2000) mengemukakan empat isu kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional yang perlu direkonstruksi dalam rangka otonomi daerah, baik untuk tujuan peningkatan mutu pendidikan, efesiensi pengelolaan pendidikan, relevansi pendidikan, maupun pemerataan pelayanan pendidikan, sebagai berikut.
1. Upaya peningkatan mutu pendidikan di lakukan dengan menetapkan tujuan dan standar kompetensi pendidikan, yaitu melalui konsensus nasional antara pemerintah dengan seluruh lapisan masyarakat. Standar kompetensi yang mungkin akan berbeda antar sekolah atau antar daerah akan menghasilkan standar kompetensi nasional dalam tingkatan standar minimal normal (mainstream), dan unggula.
2. Peningkatan efesiensi pengelolaan pendidikan mengarah pada pengelolaan pendidikan berbasis sekolah, dengan memberi kepercayaan yang lebih luas kepada sekolah untuk mengoptimalkan sumber daya yang tersedia bagi tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan.

3. Peningkatan relevansi pendidikan mengarah pada pendidikan berbasis masyarakat. Peningkatan peran serta orang tua dan masyarakat pada level kebijakan (pengambilan keputusan) dan level operasional melalui komite (dewan) sekolah. Komite ini terdiri atas kepala sekolah, guru senior, wakil orang tua, tokoh masyarakat, dan perwakilan siswa. Peran komite meliputi perencanaan, implementasi, monitoring, serta evaluasi program kerja sekolah.
4. Pemerataan pelayanan pendidikan mengarah pada pendidikan yang berkeadilan. Hal ini berkenaan dengan penerapan formula pembiayaan pendidikan yang adil dan transparan, upaya pemerataan mutu pendidikan dengan adanya standar kompetensi minimal, serta pemerataan pelayanan pendidikan bagi siswa pada semua lapisan masyarakat2).
Konsep desentralisasi dalam sistem otonomi pemerintahan sebagai wujud pelaksanaan demokrasi, memberikan landasan hidup masyarakat bahwa kebijakan yang diambil harus berdasarkan prinsip dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dalam komitmen penerapan demokrasi pendidikan sangat berhubungan dengan upaya pemberdayaan seluruh komponen bangsa dalam membangun dan meningkatkan kualitas pendidikan dengan kebijakan yang diambil sesuai potensi yang dimiliki.
Dengan demikian, prinsip-prinsip demokrasi dan pendidikan dapat diklasifikasi sebagai berikut.
1. Adanya kesamaan hak dan kewajiban.
2. Adanya pengakuan atas kebebasan berpendapat, bertindak, dan berinisiatif.
3. Kebijakan yang ditempuh berlandaskan pada keberagaman nilai-nilai masyarakat.
4. Lebih mengutamakan kepentingan mayoritas.

2) E. Mulyasa. Manajemen Berbasis Sekolah (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002).hlm. 6-7.

Memperhatikan prinsip di atas, dapat dikatakan bahwa pendidikan sebagai penentu keberhasilan pelaksanaan demokrasi, dan demokrasi akan memberikan keberhasilan kualitas pendidikan. Hal tersebut lebih memberikan pada makna peranan sumber daya manusia dalam menjalankan nilai-nilai kemasyarakatan. Semakin tinggi kualitas masyarakat sebagai hasil proses pendidikan, semakin besar kemungkinan masyarakat mengerti tentang penerapan sistem demokrasi pada suatu bangsa.
IV. Analisis dan Sintesis
Analisis demokrasi dan pendidikan, dapat dijabarkan sebagai berikut.

1. Aspek demokrasi.
Alam demokrasi memberlakukan nilai kehidupan masyarakat yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam sistem kenegaraan dan pemerintahan. Kesadaran demokrasi banyak tercipta akibat adanya keberagaman kondisi masyarakat yang pluralistik, sehingga segala bentuk kebijakan politis senantiasa bersandar pada pendapat mayoritas masyarakat. Unsur utama dari demokrasi adalah:
a. adanya persamaan hak dan kewajiban seseorang dalam sistem pemerintahan;
b. arah kebijakan dilandasi oleh prinsip buttom-up;
c. adanya partisipasi aktif seluruh komponen masyarakat;
d. berlakunya prinsip transparansi dan akuntabilitas publik;
e. kedaulatan negara berada di tangan rakyat.

2. Aspek pendidikan
Pendidikan sebagai suatu proses pembentukan karakter manusia yang mengarah pada kemandirian hidup, memerlukan suatu penataan yang matang dan terencana. Oleh karenanya, peran pendidikan senantiasa diarahkan pada upaya peningkatan kualitas manusia. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa, akan sangat bergantung pada kondisi sumber daya manusia yang cukup tinggi, sehingga dalam realitasnya dibutuhkan pola penyelenggaraan pendidikan yang mampu mengakomodir tuntutan kebutuhan lingkungan dan masyarakat.
Unsur-unsur utama yang berhubungan dengan pendidikan, meliputi:
1. adanya tujuan dan prioritas program yang jelas;
2. adanya peserta didik;
3. manajemen yang profesional;
4. struktur dan jadwal yang jelas;
5. isi (materi) yang tersedia;
6. tenaga kependidikan;
7. alat bantu belajar;
8. fasilitas;
9. teknologi;
10. pengawasan mutu;
11. penelitian;
12. biaya.
Ke dua belas unsur di atas, tentu harus dipenuhi dalam rangka mencapai tujuan pendidikan, yaitu meningkatnya kualitas sumber daya manusia.
Berdasarkan pada analisis di atas, sintesis dari demokrasi dan pendidikan dapat di identifikasikan sebagai berikut.
1. adanya kesamaan hak dan kewajiban setiap warga negara.
Pendidikan harus memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh warga negara untuk memperoleh pendidikan. Perlakuan proses penyelenggaraan pendidikan harus di arahkan pada keberagaman potensi individu peserta didik, dimana mereka diberikan kebebasan untuk mampu mengekspresikan diri dalam potensi berpikir, bertindak, dan berinovasi.
2. adanya arah kebijakan dilandasi oleh prinsip buttom-up.
Prinsip kebijakan dari bawah ke pucuk pimpinan, dalam dunia pendidikan memberikan konsekuensi terhadap keterlibatan aktif seluruh komponen peserta didik, orang tua, tenaga kependidikan, kepala sekolah, masyarakat, dan pemerintahan setempat. Keadaan ini mencerminkan berlakunya asas desentralisasi melalui prinsip penerapan otonomi daerah.
3. adanya partisipasi aktif seluruh komponen masyarakat.
Bentuk partisipasi dalam demokrasi pendidikan adalah berusaha melibatkan diri dalam proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan, dan pengawasan mutu pelayanan pendidikan. Hal ini sebagaimana prinsip yang diterapkan dalam manajemen berbasis masyarakat (School based community).
4. berlakunya prinsip transparansi dan akuntabilitas publik.
Demokrasi pendidikan pada hakikatnya harus dilaksanakan atas prinsip memperhatikan kebutuhan perkembangan tuntutan masyarakat dan lingkungan. Di sisi lain, pendidikan dalam era demokrasi memberikan wahana bagi pembentukan nasib dan perilaku masyarakat. Oleh karena itu, dalam implementasinya, pendidikan akan diarahkan pada kebijakan yang lebih transparan, serta memiliki komitmen bagi akuntabilitas publik.

V. Temuan-temuan
Penerapan demokrasi dalam pendidikan, disamping memberikan peluang kepada kemajuan uniformalitas penyelenggaraan, juga memberikan beberapa aspek kelemahan dalam tataran pelaksanaannya. Beberapa temuan kelemahan pelaksanaan demokrasi dalam pendidikan, banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut.
1. Rendahnya keperdulian masyarakat terhadap pendidikan.
Secara umum, kondisi masyarakat dalam melihat peran pendidikan hanya sebatas strategi formalistik untuk memperoleh gelar tertentu. Di sisi lain, peran pendidikan pun masih belum banyak menyentuh terhadap kebutuhan masyarakat secara riil, sehingga pendidikan sering dinobatkan sebagai ‘menara gading’ di tengah keberadaan komunitas tertentu. Rendahnya keperdulian masyarakat terlihat dari menurunnya tingkat partisipasi terhadap standar kualitas yang diinginkan, baik secara fisik maupun bobot lulusan. Pendidikan sering dipandang hanya sebatas tanggung jawab pemerintah, padahal pendidikan yang bermutu sangat memerlukan peran aktif seluruh komponen masyarakat, baik dalam segi perancangan kurikulum, materi pembelajaran, proses pendidikan, dan pembiayaan.
2. Rendahnya kualitas pemahaman demokrasi dalam pendidikan.
Proses penyelenggaraan pendidikan masih menitikberatkan pada kondisi pembelajaran yang bersifat doktrinisasi. Hal tersebut banyak dipengaruhi oleh sistem sentralisasi kewenangan pada masa orde baru dalam membentuk sistem pendidikan sebagai komoditas politik dan ekonomi. Pada masa transisi dalam era reformasi, upaya memperbarui pola penyelenggaraan pendidikan ke arah demokrasi, nampaknya masih memerlukan waktu yang cukup lama, oleh karena dibutuhkan suatu langkah penyesuaian kebijakan sekaligus peran tenaga kependidikan dan manajemen sekolah yang mengerti terhadap prinsip dasar demokrasi pendidikan.
3. Rendahnya pembiayaan pendidikan.
Komponen masalah yang terbesar dalam mengejar kualitas pendidikan bertumpu pada faktor pembiayaan. Untuk menumbuhkembangkan kondisi pembaruan pendidikan ke arah demokrasi tentu memerlukan biaya yang cukup besar, baik bagi kepentingan peningkatan kualitas tenaga kependidikan, maupun sarana pendukung proses pembelajaran.

VI. Pembahasan
Berdasarkan pada beberapa permasalahan, sintesis dan analisis, serta temuan-temuan dalam hubungannya dengan demokrasi dan pendidikan, penulis mencoba mengkaji dengan beberapa sudut pandang yang terangkum dalam pembahasan sebagai berikut.

1. Rendahnya tingkat partisipasi masyarakat.
Peran serta masyarakat dalam kehidupan demokrasi merupakan persyaratan dalam menciptakan pemikiran positif serta proses penetapan kebijakan publik. Demokrasi dalam dunia pendidikan memberikan konsekuensi terhadap penerapan asasn desentralisasi, efesiensi pengelolaan, relevansi pendidikan, peningkatan mutu, serta pembiayaan yang harus ditanggung. Partisipasi masyarakat dalam pendidikan akan terlihat dari seberapa besar prosentase keikutsertaan masyarakat dalam batasan umur peserta didik setiap jenjang program, disamping itu, peran masyarakat pun dapat ditujukan pada sikap keperdulian terhadap upaya memberikan kontribusi bagi pengembangan pendidikan, baik dari segi kuantitas, fisik, maupun kualitas pendidikan. Hal yang sepatutnya diterapkan dalam upaya menumbuhkembangkan partisipasi masyarakat, adalah pengaturan kebijakan publik yang memberi peluang kepada masyarakat dalam menentukan model, materi, serta kualitas pendidikan sesuai kebutuhan tuntutan masyarakat dan lingkungan, sehingga peran pendidikan akan dijadikan sebagai landasan bagi peningkatan kemampuan potensi lokal serta pengembangan nilai-nilai kemasyarakatan.

2. Rendahnya Inisiatif kebijakan yang demokratis.
Berlakunya demokrasi pendidikan secara inheren akan memberikan implikasi terhadap kemampuan masyarakat dalam proses perencanaan, dan pengawasan pelaksanaan pendidikan. Strategi penerapan demokrasi pendidikan membutuhkan komitmen pengambilan kebijakan yang mengarah pada konsekuensi kondisi demokratis. Dalam dunia pendidikan, alam demokratis lebih ditujukan pada nuansa kebebasan mimbar akademik, di mana seluruh komponen pendidikan memiliki kebebasan dalam mengemukakan pendapat serta berpikir kritis terhadap pengembangan daya nalar. Demokrasi tentu saja dapat mambentuk karakter komponen masyarakat yang mampu menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan dan perbedaan dalam keberagaman masyarakat. Oleh karena itu, inisiatif kebijakan yang demokratis dapat mencakup: kebijakan desentralisasi, konsekuensi kebutuhan SDM yang memadai, fasilitas penunjang pembelajaran yang cukup, serta mengarah pada aspek keberagaman potensi individual manusia.

3. Tantangan kehidupan Global.
Derasnya era globalisasi yang memberikan proses percepatan pembaruan sistem pendidikan, telah banyak menciptakan suatu tantangan sekaligus pula peluang dalam persaingan global. Penerapan demokrasi dalam sistem pendidikan nasional perlu memperhatikan aspek perkembangan dunia internasional, baik dalam proses pelaksanaan pendidikannya, maupun kualitas lulusan yang lebih universal. Kendati pendidikan diterapkan dalam mekanisme otonomi daerah dengan asas desentralisasi, namun prakarsa seyogyanya tetap melihat aspek standar kualitas global, sehingga diharapkan dalam perkembangannya mampu menciptakan inovasi baru baik dari segi pengetahuan, maupun kesenaian dan kebudayaan daerah yang mampu berperan dalam percaturan global. Pemikiran yang fundamental dalam kerangka demokrasi pendidikan menuju globalisasi adalah dengan prinsip the think globally at locally.

VII. Simpulan
Paradigma pendidikan yang mengarah pada era demokrasi banyak memberikan konsekuensi logis dalam mempersiapkan kondisi masa transisi budaya. Masyarakat yang mengalami situasi demokrasi umumnya lebih menghargai perbedaan pandangan dan keberagaman status sosial. Demokrasi pendidikan tidak terlepas dari peran aktif seluruh komponen masyarakat dalam menentukan arah dan sasaran kulaitas yang diinginkan. Dengan kata lain, demokrasi pendidikan sangat terkait dengan partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat dalam menentukan kebijakan pendidikan, melalui mekanisme buttom-up.
Demokrasi pendidikan di Indonesia, dipengaruhi oleh suatu kondisi pluralisme masyarakat yang memiliki heterogenitas linguistik, budaya, agama, dan letak geografis. Sehingga keseragaman pola pendidikan yang pernah dilakukan pada pemerintahan orde baru, sangatlah tidak tepat, sehingga akan menciptakan karakter bangsa yang seba seragam. Oleh karenanya, pada era reformasi, demokrasi pendidikan mengalami pergeseran paradigma ke araha keberagaman. Bahwa setiap daerah memiliki potensi yang berbeda untuk dikembangkan, serta adanya komitmen terhadap pengakuan kebebasan berpikir, pendidikan sebaiknya mencoba memberikan kebebasan kepada setiap daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam menentukan kualitas kemampuan peserta didik serta pengembangan nilai-nilai kemasyarakatan yang berlaku.
Permasalahan yang dihadapi dalam demokrasi dan pendidikan adalah rendahnya partisipasi masyarakat dalam pendidikan, rendahnya inisiatif kebijakan demokratis, serta tantangan era globalisasi. Adapun sintesis dan analisis yang diambil sebagai prinsip dasar pelaksanaan demokrasi pendidikan adalah adanya kesamaan hak dan kewajiban setiap warga negara, adanya arah kebijakan dilandasi oleh prinsip buttom-up, adanya partisipasi aktif seluruh komponen masyarakat, berlakunya prinsip transparansi dan akuntabilitas publik.
Berbagai masalah serta hasil analisis dan sintesis, dapat diambil kesimpulan bahwa untuk menumbuhkan demokrasi diperlukan suatu pendidikan yang turut menunjang peningkatan kualitas masyarakat yang dapat memahami budaya demokras, serta pendidikan yang demokratis sangat ditunjang oleh sistem kenegaraan yang demokratis. Untuk menyerasikan muatan demokrasi pendidikan dalam konteks otonomi daerah, diharapkan prakarsa kualitas pendidikan disamping harus memperhatikan potensi lokal yang dimiliki, juga harus mampu melihat peluang dan tantangan kebutuhan kualitas secara global. Hal tersebut diupayakan agar sistem pendidikan di Indonesia tidak hanya mampu berkiprah dalam pergaulan nasional, namun dalam era globalisasi perlu memperhitungkan persaingan secara internasional.
»»  read more

11.04.2009

Psikologi Kepribadian Frued

A. Pendahuluan
Sigmund Freud (6 Mei 1856 - 23 September 1939) adalah seorang psikiater Austria dan pendiri aliran psikoanalisis dalam psikologi. Konsep dari teori Freud yang paling terkenal adalah tentang adanya alam bawah sadar yang mengendalikan sebagian besar perilaku. Dengan adanya teori alam bawah sadar ini, Freud telah merubah cara menyembuhkan pasiennya dari teknik hypnosis menjadi teknik asosiasi alam bebas dan analisis mimpi, yang dikembangkan dari pengetahuan tentang bawah sadar itu. Sebenarnya pemikiran Freud tentang alam bawah sadar ini merupakan teori yang banyak mengandung kontroversial dikalangan ahli psikologi.
Kalangan behavioris, humanis dan eksistensialis Percaya bahwa: Dorongan-dorongan dan persoalan-persoalan yang dikaitkan dengan alam bawah sadar ternyata lebih sedikit dari perkiraan Freud . Bahwa alam bawah sadar ternyata tidak serumit dan sekompleks yang dibayangkan Freud. Bahkan ada teoritikus yang tidak menggunakan konsep alam bawah sadar ini sama sekali, seperti Brentano dan William James . Akan tetapi ada ahli psikologi yang memanfaatkan teorinya Freud ini yaitu Calr Jung.
Tetapi walaupun demikian, kalangan psikologi modern mulai menggunakan metode bawah sadar ini. Maka dari itu sebagai manusia yang ingin mengetahui tentang teori ini, penulis akan menguraikan tentang bahasan ini.
Analogi jelasnya dari ketiga pikiran itu dengan mesin pelacak search engine yang paling mutaakhir , yang memiliki oprating sistem sendiri. pada mesin pencari itu kita hanya bisa mengakses data atau keyword yang kita cari, sisa data yang tidak terpancing keluar adalah terbentuk database yang luar biasa banyaknya. alam sadar adalah alam yang sedang kita gunakan keyword/kata kuncinya atau jika tampilan yang muncul ketika kita menggunakan sebuah mesin pencarian, sisanya tidak terlihat atau atau tidak terdekteksi lagi, jadi alam sadar adalah alam yang ada saat suatu waktu kita perlukan. Kemudian mengenai pengalaman yang terjadi masa lalu, Freud mengatakan bahwa sisa-sisa pengalaman masa lalu akan tetap ada di alam bawah sadar . Dengan demikian yang menjadi isi dari alam bawah sadar di antaranya adalah pengalaman masa lalu.
Topografi pemikiran ini digunakan untuk mencermati setiap event mental seperti berfikir dan berfantasi. Sigmund freud menggunakan ketiga teori itu (kesadaran, prasadar dan ketidaksadaran) hanya sampai pada tahun 1920an . Dan kemudian pada tahun 1923 ia mengenalkan model lain dari pemikiran yaitu id, ego dan superego. Tapi walaupun demikian, dari ketriga konsep barunya Freud itu, tetap berhubungan dan tidak menghilangkan konsep awalnya.
1. Alam Bawah Sadar
Alam bawah sadar adalah alam yang menyimpan berbagai dorongan terhadap sebagian besar prilaku seseorang yang tidak disadari oleh seseorang tersebut. Dengan adanya pengertian ini, kiranya kita bisa membayangkan alam itu berada. Namun dengan keterbatasan kemampuan kita, banyak diantara kita yang tidak bisa mengetahui dimana alam bawah sadar itu. Karena sesungguhnya itu tidak bisa dibuktikan secara langsung tetapi. Akan tetapi Freud telah mengatakan adanya ketidaksadaran itu hanya dapat dibuktikan secara tidak langsung .
Alam bawah sadar ini hampir semua mengendalikan prilaku manusia, bahkan ketika tidur alam ini tetap bekerja seperti bernafas, mengatur detak jantung dan denyut nadi manusia.
Walaupun demikian banyak kalangan yang masih meragukan teori ini. Hal itu terjadi karena pikiran alam bawah sadar tidak dapat dibuktikan secara langsung, namun dengan melalui perantara yang lainnya. Semua motif bawah sadar tidak bisa dikontrol oleh kemauan kita, tetapi motif-motif itu, terkadang hanya ditarik ke alam kesadaran (jika bisa). Dan itu tidak terikat oleh hukum-hukum yang ada pada alam kesadaran seperti hukum logika dan geraknya tidak dibatasi oleh waktu dan tempat .
Motif ketidaksadaran sebenarnya sering naik ke alam sadar tetapi tidak dengan wujud aslinya. Mengingat antara alam tidak sadar, prasadar dan alam sadar banyak penjagaan. Sehingga motif itu merubah diri dalam bentuk lain sehingga bisa lolos dari penjagaan itu. Contoh, ketika ada seseorang benci kepada ibunya. Perasaan benci ini tidak disadari oleh orang tersebut, akan tetapi rasa itu tidak serta-merta bisa hinggap di alam sadar, sehingga untuk bisa naik ke alam sadar, harus melewati alam prasadar yang harus menyamar dengan bentuk lain seperti cemas. Dari prasadar merubah bentuk lagi dengan memunculkan prilaku seseorang mencintai ibunya dengan berlebih-lebihan (cinta mencolok). Itulah yang disebut penyamaran motif bawah sadar.
Adapun motif-motif atau isi dari alam sadar adalah dorongan-dorongan, kenginan-keinginan, sikap-sikap, perasaan-perasaan, pikiran-pikiran dan insting-insting yang tidak dapat dikontrol oleh kemauan . Motif pada kalanya muncul di alam sadar tetapi dalam perubahan bentuk dari asalnya, seperti yang telah dijelaskan diatas. Dalam konteks ketidaksadaran ini bukan berarti nonaktif atau tidur . Semua isi dari ketidaksadaran itu berjuang untuk menjadi sadar walaupun hasilnya bukan wujud aslinya mengingat untuk menjadi alam sadar harus melewati benteng pertahanan yang ada di tingkat prasadar dan alam sadar.
2. Alam Prasadar
Alam prasadar merupkan alam yang ada di antara alam sadar dan bawah sadar. Karenanya, isi dari keprasadaran ini bisa dengan mudah hinggap di kesadaran. Dalam artian apa-apa yang terdapat di prasadar bisa di panggil ke alam sadar dengan hambatan yang tidak sulit. Isi dari keprasadaran berasal dari dua alam lainnya, yaitu persepsi sadar dan ketidaksadaran . Banyak di antara kita yang semula mempunyai persepsi secara sadar tetapi lambat laun persepsi itu hilang, karena pikiran kita memikirkan hal-hal yang lainnya. Hilangnya persepsi itu, tidak hilang kemana-mana tapi pindah kealam prasadar yang sewaktu-waktu dapat kita mengingatnya kembali.
Pada persepsi ketidaksadaran, banyak pikiran dan perasaan yang terjun keprasadaran dengan cara memodif dirinya dalam bentuk yang lain. Dalam hal ini penyamaran di lakukan oleh pikiran-pikiran alam bawah sadar. Hanya dengan seperti itulah pikiran itu bisa menerobos penjagaan yang ada di pintu-pintu alam prasadar. Namun tidak semua pikiran yang hinggap di alam prasadar itu bisa menjadi pikiran sadar karena dimunkinkan setelah terjadi penyamaran pertama kita mengetahui bahwa pikiran itu merupakan turunan dari ketidaksadaran. Sehingga rasa cemas pun akan bertambah. Dengan demikian penyensur terakhir merepresikan pikiran-pikiran kecemasan itu kedalam ketidaksadaran . Sedangkan yang lolos dari penjagaan terakhir akan menjadi sadar hanya saja masih dalam bentuk penyamaran, seperti mimpi dan salah ucap seperti yang sering kita alami.
3. Alam Sadar
Alam sadar merupakan kesadaran yang berisi semua hal yang kita cermati pada saat tertentu . Dan sebagai elemen-elemen mental dalam kesadaran pada saat tertentu . Adapun isi dari alam ini berasal dari dua sumber yaitu: pertama, berasal dari persepsi organ-organ panca indera. Dengan catatan objek persepsian itu tidak mengancam terhadap kesadaran. Jadi dapat di pastikan bahwa apa-apa yang menjadi persaksian yang tidak terlalu mengancam kita merupakan sumber dari pikiran-pikiran atau elemen-elemen kesadaran. Kedua, berasal dari pikiran-pikiran prasadar yang tidak mengancam dan juga pikiran pikiran yang mengancam dari ketidaksadaran namun berubah dalam bentuk penyamaran yang baik seperti yang telah penulis jelaskan sebelumnya.


B. Struktur Kepribadian
Freud dalam bukunya yang berjudul The Ego and The Id , menggambarkan pemikiran yang terdiri dari campuran atau gabungan-gabungan dari kekuatan-kekuatan yang berasal dari alam sadar dan bawah sadar. Gambaran itu dibagi tiga yaitu: id, ego dan superego. Dari ketiga unsur kepribadian itu masing-masing memiliki fungsi yang berbeda namun dalam membentuk kepribadian ketiganya tidak bisa dipisahkan; tingkah laku selalu merupakan hasil sama dari ketiga aspek itu .
1. Id
Id bahasa lainnya adalah Das Es atau it (benda) . Bagian ini merupakan bagian tertua dari kepribadian dan masih bersifat primitif yang beroperasi sejak bayi masih tidak berhubungan dengan dunia luar, maka ia mengandung semua dorongan bawaan yang disebut insting-insting dalam psikoanalisis. Id dianggap oleh Freud sebagai sumber dorongan yang paling utama dalam tubuh manusia sehingga disebut “binatang dalam manusia ”. Id beroperasi di alam ketidaksadaran yang tidak di atur oleh hukum logika, pertimbangan waktu dan tempat. Semua isi yang terdapat di id bersifat segera dalam memenuhinya. Karena tidak terikat oleh hukum-hukum itu, maka cara memenuhinya harus sesuai dengan keinginannya yang bersifat kenikmatan baginya, walaupun tidak sesuai dengan nilai-nilai social sehingga karena demikian maka di kontrol oleh ego dan superego sehingga dengan kontrolan seperti itu manusia bisa di terima oleh lingkungan.
Untuk menghindari rasa sakit jika keinginannya tidak terpenuhi dan untuk mendapatkan kenikmatan maka id mempunyai dua macam cara untuk memenuhinya yaitu:
a. Tindakan-tindakan refleks
Tindakan ini bersifat otomatis dan bawaan. Ia biasanya segera mereduksikan tegangan dan manusia dilengkapi dengan refleks semacam itu untuk menghadapi bentuk-bentuk rangsangan yang relative sederhana . Seperti berkedip, bersin dan lain sebagainya.
b. proses primer
proses primer ini berusaha menghentikan tegangan-tegangan yang menimbulkan gerak refleks itu. Misalnya ketika seseorang merasa lapar maka ketika itu juga terbayang yang namanya makanan, sehingga orang tersebut menghayal. Akan tetapi proses primer ini tidak mampu mereduksi tegangan, karena tidak munkin orang bisa makan khayalan. Sehingga dengan adanya hal itu akan terbentuk proses sekunder yang berupaya untuk memenuhi keinginan id yang terdapat di ego.
Penggambaran tentang id ini bisa kita lihat pada bayi, pada waktu itu prilaku bayi merupakan bentuk lebih lanjut dari id yang seutuhnya dan tidak di halang-halangi oleh ego dan soperego. Ketika bayi merasa lapar perasaannya langsung di rubah menjadi tangisan dan mengisap-ngisap pada mulutnya meskipun tidak ada puting ibunya, atau bayi akan mengisap apa saja yang di sodorkan ke mulutnya seperti jari tangan orang lain atau kalau tidak ada ia mengisap jari tangannya sendiri. Ia tidak menyadari bahwa prilaku yang hanya mengisap-ngisap jari itu tidak akan bisa merubah dan memenuhi keinginan id.
Ciri-ciri dari prilaku id ini adalah tidak realistis, tidak logis dan secara serempak memiliki pikiran-pikiran yang bertentangan . Kemudian ciri yang lainnya yaitu sama dengan ketidaksadaran yaitu tidak memiliki moralitas karena ia tidak bisa membedakan mana yang baik dan yang buruk dan juga tidak teratur serta seluruh energinya hanya digunakan untuk satu tujuan yaitu mencari kenikmatan tanpa menghiraukan benar atau salah.
2. Ego
Ego dalam bahasa jermannya disebut dengan das ich yang berarti aku atau diri ini. Dan berkembang dari id yang dikhususkan menangani persoalan realitas, karena id tidak bisa berhubungan dengan dunia kenyataan. Dalam artian, ego dalam memenuhi kebutuhan id, itu di sesuaikan dengan konsep realitas atau kenyataan. Ego tidak memiliki energi sendiri dalam beraktifitas tetapi energinya berasal dari id.
Dengan adanya ego manusia bisa membedakan dirinya dan lingkungan sekitarnya . Ego tumbuh karena kebutuhan id harus disesuaikan dengan dunia kenyataan objektif. Contoh; orang yang lapar, seketika membanyangkan makanan (pemuas ala id). Karena khayalan tentang makanan tadi tetap tidak merubah tegangan yang di timbulkan oleh id, maka manusia harus mencari makanan untuk menhilangkan tegangan yang ditimbulkan oleh rasa lapar itu. Tetapi dalam memenuhi kepuasan id itu, ego harus mempertimbangkan kenginan superego yang bermoral itu. Ego beroperasi di tiga daerah yaitu daerah taksadar-prasadar-sadar.
Untuk memenuhi segala tuntutan id, maka ego menggunakan cara kerja sebagai berikut:
a. prinsip kenyataan
maksud dari prinsip ini adalah ego dalam melaksanakan tugasnya disesuaikan dengan konsep realita. Bukan khayalan. Prinsip ini bertujuan mencegah terjadinya tegangan sampai ditemukan suatu objek yang cocok untu pemuasan kebutuhan .
b. proses sekunder
adalah berfikir realistis yang dipakai dalam ego memuaskan kebutuhan id. Ego menyusun rencana untuk memuaskan kebutuhan dan kemudian menguji rencana itu berhasil atau tidak .
3. Superego
Superego merupakan kekuatan moral dari kepribadian. Sebagai kepribadian yang paling luhur, maka superego ini merupakan lawan dari ego dan id dalam cara memenuhkan kebutuhan. Superego dikendalikan oleh prinsip-prinsip moralistik dan idealistik . Sehingga cara kerjanya menggunakan prinsip idealistis dan moralistik. Superego berkembang dari ego dan tidak mempunyai energi sendiri tetapi sama dengan eneginya ego berasal dari id. Namun ego dan superego sangat berbeda, kalau ego berhungan dengan dunia luar atau dunia nyata, sehingga cara pemenuhan terhadap keinginannya realistis. Tetapi kalau superego tidak berhungan dengan dunia luar (nyata) sehingga kinerjanya tidak rasional.
Superego mengontrol ego dengan mengacu pada nilai masyarakat sekitar. Sehingga jika id menginginkan makanan dan ego mencarinya tanpa pertimbangan apapun yang penting bisa memuaskan id, sehingga ego tidak tahu terhadap boleh dan tidak bolehnya makanan itu, pokoknya bisa melayani id dengan baik. Pada waktu seperti itulah superego mengontrol kegiatan ego dengan membabi buta menekan kinerja ego yang tidak sesuai dengan moralitas masyarakat.
Superego tidak rasional dan menuntut kesempurnaan, ia menghukum dengan keras kesalahan ego, entah itu sudah dikerjakan atau masih dalam pemikiran. Superego tidak hanya menunda pemuasan id tetapi sekaligus menghalanginya.
Ada tiga fungsi yang dimiliki oleh superego yaitu:
a. mendorong ego menggantikan tujuan-tujuan realistik dengan tujuan moralistik
b. merintangi rangasangan (impuls) id yang bertentangan dengan standar nilai masyarakat.
c. Mengejar kesempurnaan diri.

C. Kepribadian Menurut Islam
Kepribadian yang diungkapkan oleh Freud seperti diatas, kiranya dalam islam yang selanjutnya di sebut psikologi islam juga membicarakan tentang kepribadian yang disebut dengan banyak nama diantaranya: huwiyah, aniyah, dzatiyah, nafsiyah, khuluqiyah dan syakhshiyah sendiri . Tetapi tidak semua kelompok psikolog islam yang sepakat dengan kepribadian yang di ungkapkan oleh Freud diatas. Misalnya, kelompok psikolog-falsafi, yakni Al-Kindi yang merumuskan kepribadian itu hanya terbentuk dari daya Nafsu Syahwat, yang menginduksi segala yang menyenangkan, daya pemarah, yang menolak segala yang membahayakan dan daya berfikir (al-qawwah al-aqilah). Dan kelompok psikolog-taswufi seperti Al-Hallaj yang membagi kepribadian itu dengan natur kemanusian dan natur ketuhanan. Sedangkan kelompok yang mirip bahasannya dengan Freud adalah kelompok psikolog falsafi-tasawufi yang mengungkap tiga daya yang terdapat pada jiwa manusia, yaitu kognisi, konasi dan emosi . Ketiga yang dalam psikologi islam disebut dengan qalbu (hati), aqal (akal) dan hawa nafsu.
a. Kalbu
Dalam bahasa arab, hati desebut dengan qalbu namun penamaan itu masih simpang-siur antara hati dan jantung karena qalbu dalam bahasa inggris disebut dengan heart (jantung). Naumn terlepas dari tumpang tindih itu penulis akan membahas kalbu pada umumnya yakni hati.
Al-qhazali melihat hati dari dua segi: pertama, kalbu jasmani adalah daging yang terbentuk seperti jantung pisang yang terletak di sebelah kiri dada. dan juga dimilki oleh hewan selain manusia. Kedua, kalbu ruhani adalah sesuatu yang bersifat halus, rabbani dan ruhani yang berhubungan dengan kalbu jasmani. Bagian inilah yang merupakan esensi dari manusia dan hanya dimiliki oleh manusia. inilah yang membedakan antara hewan dengan manusia.
Adapun karakter yang dimilki oleh kalbu ruhani adalah insting yang sering disebut dengan cahaya ilahi yang diciptakan oleh Allah sesuai dengan fitrah asalnya dan berkecenderungan menerima kebenaran dari-Nya . Sehingga banyak orang mengatakan kalbu ini merupakan pancaran ilahi. Karena seperti itulah maka setiap pemenuhan kepuasan jiwa yang tidak sesuai dengan nilai ilahiyah dan social akan di tekan oleh kalbu ini. Karena sesungguhnya tugasnya adalah pemandu, pengontrol, dan pengendali tingkah laku manusia. dengan demikian jika pengontrolnya jelek maka tingkah laku manusia akan jelek pula. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori yang artinya:
“sesungguhnya didalam tubuh terdapat segumpal daging. Apabila ia baik maka semua tubuh menjadi baik, tetapi apabila ia rusak maka semua tubuh menjadi rusak pula. Ingatlah bahwa ia adalah kabu.”
b. Akal
pengertian akal adalah menahan, mengikat, melarang, dan mencegah. Sedangkan orang yang berakal adalah orang yang bisa menahan dan mengikat hawa nafsunya yang cara memenuhi keinginannya tidak rasional. Hanya dengan mengekang, menahan dan mengikat hawa nafsu kinerja akal yang rasional bisa eksis dan pada akhirnya akan memenuhi kenginan jiwa dengan pemenuh yang rasional. Ketika hawa nafsu ingin merusak sesuatu maka akallah yang akan mempertimbangkan bahkan akan mencegah agar hal itu tidak terjadi.
Secara psikologis akal memilki fungsi kognisi (daya cipta), sehingga mampu menjawab keinginan jiwa secara rasional. Dan juga menghubungkan, menilai, atau mempertimbangkan sesuatu. Atau akal ini berhubungan dengan strategi pemecahan masalah dengan menggunakan logika .
c. Hawa Nafsu
Nafsu merupakan sinergi jasmani-ruhani manusia dan merupakan totalitas struktur kepribadian manusia . ia memilki dua daya yaitu al-qhadhab dan al-syahwat. Qhadhab merupakan daya untuk menghindar dari segala sesuatu yang membahayakan dirinya. Naturnya seperti binatang buas yang memiliki naluri dasar menyerang, merusak, mengacaukan dan lain sebagainya yang bisa membuat derita terhadap orang lain. Namun semua potensi yang membahayakan itu tidak akan terjadi jika dikelola dengan baik oleh kalbu. Bahkan akan menjadi kekuatan dan kemampuan (qudrah) . Qudrah inilah yang didalam psikoanalisis desebut dengan defense (pertahan, pembelaan, dan penjagaan).
Al-Syahwat adalah daya yang berpotensi untuk menginduksi diri dari segala yang menyenangkan . Dalam psikologi syahwat di sebut dengan appitite yaitu hasrat (keinginan, birahi, hawa nafsu), motif, atau implus berdasarkan perubahan fisiologi.
Hawa nafsu bergerak di wilayah bawah sadar atau prasadar. Kerjanya mengikuti prinsip kenikmatan (pleasure principle). Dalam artian ini sama dengan id yang di ungkapkan oleh Freud yang bekerja dengan sesegera mungkin untuk memenuhi keinginannya sehingga kinerjanya sama dengan prinsip kebinatangan karena keinginan biasanya bersifat biologis seperti seks dan lain sebagainya.

D. Dinamika Kepribadian
Dalam hukum penyimpangan energi yang menyatakan bahwa energi tidak dapat dimusnahkan tetapi bisa berubah bentuk menjadi bentuk yang lain, rupanya mengilhami pemikiran Freud yang mengungkap dinamika kepribadian seseorang. Bagi Freud manusia merupakan suatu system energi komleks yang energinya berasal dari makanan dan menggunakannya untuk berbagai hal, seperti bernafas, gerakan otot, sirkulasi dan lain sebagainya.
Kalau bagi para ahli ilmu alam energi bisa di definisikan menurut daerah kerjanya seperti energi mikanik, magnitik dan lain sebagainya. Maka, Freud dalam menjelaskan dinamika kepribadian juga menamakan energi sesuai wilayah kerjanya yakni energi psikis. Dengan mengacu pada hukum penyimpangan energi, Freud berpendapat bahwa energi psikis bisa dapat dipindahkan ke energi fisiologis dan sebaliknya . Sedangkan yang menjadi jembatanya antara energi fisik dan psikis ini adalah id berserta insting-instingnya.
1. Insting
Insting adalah perwujudan psikologis dari kebutuhan tubuh yang menuntut pemuasan . Jadi ketika lapar dapat dijelaskan secara fisiologis merupakan keadaan tubuh yang kekurangan makanan pada jaringan-jaringannya. Sedangkan secara psikologis merupakan keinginan akan makanan. Keinginan itulah yang dijadikan alasan seseorang yang lapar untuk bertingkah laku yakni dengan mencari makanan. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa kepribadian merupakan perwujudan dari insting-insting yang bekerja di dalamnya. Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah darimana, untuk apa insting tersebut?
Insting berasal dari kondisi jasmaniah atau kebutuhan yang digunakan untuk menyeimbangkan tubuh, karena tubuh selalu menuntut keseimbangan. Insting lapar misalnya, bertujuan menghilangkan keadaan tubuh yang kekurangan makanan dengan cara makan.
Sasaran atau objek insting adalah seluruh kegiatan yang menjembatani antara munculnya suatu hasrat dan pemenuhannya . Sehingga objek disini tidak hanya terfokus pada benda tetapi semua usaha yang memicu pada pemenuhan yang terakhir. Insting lapar misalnya, memunculkan motif untuk mencari makanan. Namun sebelum mencapai makanan itu sendiri maka seseorang harus melakukan usaha misalnya, mencari uang kemudian berjalan ke warung untuk membeli makanan. Usaha-usaha itulah yang menjadi objek insting. Kemudian yang mempengaruhi kinerja insting adalah besar-kecilnya kebutuhan.
a. Insting hidup
Ini disebut juga dengan eros, merupakan dorongan untuk menajmin survival (keselamatan) dan reproduksi, seperti insting makan, minum dan seksual. Dengan kata lain insting ini melayani maksud seseorang untuk tetap hidup dan memperpanjang ras. Sedangkan energi yang dipakai oleh insting hidup disebut libido. Freud mengakui akan banyaknya insting yang bekerja dalam kepribadian. Namun yang paling utama menurutnya adalah insting seksual. Dalam hal ini bukan hanya berkenaan dengan kenikmatan organ seksual tetapi juga insting yang berhubungan dengan kepuasan yang di peroleh dari bagian tubuh lainnya.
b. Insting mati
Insting mati ini juga di sebut dengan destruktif, yang kerjanya secara tersembunyi. Sehingga sampai saat ini tidak bisa melihat bentuk insting mati ini serta energinya tidak diketahui, namun hanya kita akan menemukan kenyataan bahwa semua orang pasti mati. Pada waktu itulah kerja insting mati mencapai puncaknya. Menurut Freud, tujuan kehidupan adalah kematian .
»»  read more
0

Demokrasi Pendidikan


Peranan pendidikan dalam kehidupan kenegaraan akan banyak memberikan dimensi pembangunan karakter bangsa (nations character building). Aktualisasi karakter masyarakat dapat membentuk nilai-nilai budaya yang tumbuh pada komunitas lingkungan sosial-politik, baik dalam bentuk berpikir, berinisiatif, dan aneka ragam hak asasi manusia. Dengan demikian, pendidikan senantiasa melahirkan tata nilai kehidupan masyarakat dalam sistem kenegaraan yang di anut oleh suatu pemerintahan.
Pada kondisi negara yang memiliki heterogenitas masyarakat, cenderung menerapkan sistem demokrasi dalam menjalankan roda pemerintahan. Konteks demokrasi secara sederhana menunjukkan adanya pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Prinsip utama dalam penerapan alam demokrasi adalah adanya pengakuan atas kebebasan hak individual (human right) terhadap upaya untuk menikmati hidup, sekaligus dalam mekanisme menjalankan kewajiban sebagai warga negara. Sehingga, pada gilirannya dapat membentuk kondisi community development pada nilai-nilai keberagaman, baik berpikir, bertindak, berpendapat, maupun berkreasi.
Sistem demokrasi merupakan suatu bentuk tindakan yang menghargai perbedaan prinsip, keberagaman (heterogenitas) nilai-nilai masyarakat dalam suatu negara. Konsekuensi logis dari penerapan demokrasi adalah memberikan kebebasan bertindak pada setiap orang sesuai dengan kehendaknya dalam batasan normatif tertentu. Terbentuknya budaya demokrasi pada suatu negara banyak ditentukan oleh penerapan sistem pendidikan yang berlaku, sehingga semakin demokratis pelaksanaan pendidikan di suatu negara, akan memberikan implikasi pada peningkatan taraf keperdulian masyarakat terhadap hak dan kewajibannya dalam menggunakan pikiran, tenaga, dan suaranya. Impact yang sangat kuat dari penerapan demokrasi pendidikan yaitu berkembangnya keberagaman pola pikir masyarakat, kreativitas, dan daya inovasi yang tinggi.
Demokrasi dalam dunia pendidikan memiliki konsekuensi bagi terbentuknya desentralisasi kewenangan, di mana pengelolaan pendidikan akan banyak ditentukan oleh pelaksana langsung, baik pengelola, tenaga kependidikan, maupun masyarakat dalam menciptakan isi (materi) sistem pembelajaran, termasuk pengembangan kualitas peserta didik. Di sisi lain, demokrasi pendidikan akan berdampak pula pada aspek kurikulum, efesiensi administrasi, pendapatan dan biaya pendidikan, serta pemerataan terhadap perolehan pendidikan masyarakat.
Demokrasi dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia, sebagaimana di atur dalam UU nomor 2 tahun 1989 BAB III pasal (5) menyebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Artinya bahwa setiap orang memiliki kebebasan untuk memperoleh pendidikan dalam rangka mengembangkan diri dan meningkatkan pengetahuan, serta kemampuan mereka.
Letak geografis Negara Indonesia yang merupakan negara maritim terbesar dan mempunyai keberagaman kondisi masyarakat baik secara linguistik, budaya, agama, dan etnis, mengharuskan penerapan sistem pendidikan yang demokratis. Sejalan dengan adanya tuntutan reformasi, hingga pada pemberlakuan otonomi daerah berdasarkan UU nomor 22 dan 25 tahun 1999, telah memberikan paradigma baru dalam sistem pendidikan yang mengarah pada prinsip desentralisasi. Demokrasi pendidikan di Indonesia mempunyai dua tugas utama, yaitu sebagai pengembangan potensi nyata yang dimiliki oleh setiap daerah, dan pengembangan nilai-nilai hidup yang berlaku di dalam masyarakat suatu daerah. Namun, koridor tugas pendidikan tersebut tetap berpegangan pada koridor Negara kesatuan Republik Indonesia.
Desentralisasi pendidikan ternyata merupakan suatu proses yang kompleks, oleh karena:
1. akan menciptakan suatu sistem pendidikan dengan kebijakan-kebijakan yang konkret;
2. mengatur sumber daya serta pemanfaatannya;
3. melatih tenaga-tenaga (SDM) yang professional, baik tenaga guru maupun tenaga-tenaga manajer pada tingkat lapangan;
4. menyusun kurikulum yang sesuai, dan;
5. mengelola sistem pendidikan yang berdasarkan kepada kebudayaan setempat1).
Sasaran desentralisasi pendidikan adalah sebagai program peningkatan tanggung jawab yang lebih besar untuk pemerintah daerah dalam mencapai tujuan PUS (pendidikan untuk semua). Peningkatan kesempatan memperoleh pendidikan di saat ada kendala ekonomi yang serius merupakan tantangan yang sangat besar bagi para pengambil keputusan bidang pendidikan, sekolah, dan masyarakat. Dalam mengambil keputusan tentang pendanaan, program-program yang berkaitan dengan persamaan kesempatan tersebut sering dianggap sebagai program nomor dua, dengan alasan efesiensi ekonomi. Pengalaman program desentralisasi di negara lain seperti di Filipina mengisyaratkan perlunya masalah pemerataan kesempatan ini dijadikan perhatian dalam pengalokasian berbagai sumber untuk menghindari disparitas di antara kelompok masyarakat yang berbeda.
Agar pelaksanaan desentralisasi pendidikan dapat terlaksana secara tepat, diperlukan mekanisme penerapan demokrasi dalam pendidikan dan pendidikan dalam demokrasi. Hal tersebut sebagai upaya untuk membentuk budaya masyarakat dan pengambil kebijakan yang lebih mengedapankan pengakuan terhadap kesamaan hak dan kewajiban yang dilatarbelakangi oleh nuansa keberagaman.

II. Permasalahan
Demokrasi dan pendidikan merupakan suatu kondisi tata nilai yang harus dikembangkan dalam masyarakat yang heterogen, sehingga dimungkinkan dapat mengembangkan potensi daerah serta nilai-nilai kebudayaan yang hidup di masyarakat. Demikian pula halnya dengan kondisi bangsa Indonesia yang memiliki keberagaman letak geografis,
1) H.A.R. Tilaar. Paradigma Baru Pendidikan Nasional (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000).hlm.88-89.
linguistik, budaya, dan agama, sangatlah bergantung pada pola-pola kebijakan yang mengakui adanya perbedaan dan keberagaman potensi dalam bentuk desentralisasi kebijakan.
Terdapat berbagai masalah yang dihadapi dalam penerapan demokrasi dan pendidikan di Indonesia, sebagai berikut.
1. Rendahnya tingkat partisipasi masyarakat.
Terjadinya krisis moneter sejak tahun 1998, telah menciptakan laju inflasi yang tak terkendalikan, sehingga daya beli masyarakat semakin menurun. Dampak terbesar dari fenomena ini adalah menurunnya tingkat partisipasi masyarakat dalam pendidikan. Kendati pun pemerintah telah berupaya membuat kebijakan wajib belajar 9 tahun yang disertai dana kompensasi BBM serta bantuan jaring pengaman sosial, namun ironinya kesadaran masyarakat untuk mengenyam pendidikan bukanlah dijadikan prioritas utama dalam menghadapi kondisi kebutuhan hidup. Padahal, krisis yang terjadi dalam berbagai bidang kehidupan, bersumber dari rendahnya kualitas, kemampuan, dan semangat kerja. Secara jujur dapat kita katakana bahwa bangsa ini belum mampu mandiri dan terlalu banyak mengandalkan intervensi dari pihak asing. Meskipun agenda reformasi telah digulirkan untuk memperbaiki sendi-sendi kekuatan dengan menetapkan prioritas tertentu, hal tersebut belum berlangsung secara kaffah (menyeluruh) dan baru pada tahap mencari kesalahan orang lain.Pendidikan sebagai landasan untuk meningkatkan kualitas, kemampuan dan semangat kerja masyarakat, dalam kondisi bangsa Indonesia yang memiliki rendahnya tingkat partisipasi masyarakat, secara inheren akan memberikan kondisi bangsa yang sulit untuk dapat keluar dari kendali krisis multi dimensi. Terutama dalam hubungannya untuk membentuk budaya demokrasi dalam sistem kenegaraan kita. Peran pendidikan nampaknya masih dianggap sebagai ‘menara gading’ dalam segi kehidupan bermasyarakat, namun belum diupayakan sebagai bentuk investasi masa depan yang akan membentuk nilai-nilai hidup kemasyarakatan secara universalitas.
Rendahnya partisipasi pendidikan tentu akan membentuk rendahnya kualitas sumber daya manusia, sehingga pemikiran kreatif, inovatif, dan progresif akan sukar untuk muncul dalam proses pembangunan bangsa dalam sistem kenegaraan demokrasi. Demikian pula halnya, pola penyelenggaraan pendidikan akan cenderung sukar untuk menjiwai nilai-nilai demokratis, sehingga tidak akan menumbuhkan kondisi kebebasan metode pendidikan yang beragam, dan masih bersandar pada doktrinisasi sebagai wujud penerapan kebijakan sentralisir.
2. Rendahnya Inisiatif kebijakan yang demokratis.
Pemberlakuan demokrasi, baik dalam tatanan politik, ekonomi, maupun pendidikan, memberikan konsekuensi terhadap pembaruan kebijakan yang harus disesuaikan dengan perkembangan tuntutan mayoritas masyarakat. Dalam dunia pendidikan, system pendidikan nasional yang selama ini masih menginduk pada UU nomor 1989, dinilai sudah usang dan mengharapkan perubahan ke arah kebijakan yang lebih democratis, khususnya pemberian kewenangan secara desentralisir.
Prinsip dasar diberlakukannya demokrasi pendidikan diarahkan pada terbentuknya partisipasi masyarakat di suatu wilayah untuk turut memikirkan dan mengejar kualitas pendidikan sesuai dengan potensi yang dimiliki. Penerapan desentralisasi pendidikan terkait dengan diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia sesuai UU nomor 22 dan 25 tahun 1999. Konsekuensi asas desentralisasi pendidikan yaitu berkembangnya penataan pendidikan local dalam membangun kemampuan masyarakat di sekitarnya, serta pengembangan nilai-nilai budaya masyarakat yang diupayakan mampu berkiprah dalam pergaulan global.
3. Tantangan kehidupan Global.
Derasnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, menghadapkan dunia pendidikan dalam situasi persaingan global. Sehingga berbagai kebijakan pendidikan diperlukan penyesuaian dengan standar kualitas universal. Kondisi pendidikan di Indonesia dalam konteks otonomi daerah, tentu dapat memberikan suasana penerapan pendidikan yang berbasis lokal (education based local), keadaan ini apabila tidak dapat ditata secara baik, akan memperparah kualitas pendidikan secara global. Oleh karena itu, prioritas kebijakan dalam era demokrasi, pendidikan diharapkan mampu mengolah potensi lokal dalam upaya mensejajarkan diri dengan tuntutan kualitas global (the think globally at locally).

III. Deskripsi dan Kajian Teori
Tantangan terbesar dalam dunia pendidikan adalah pemberlakuan era globalisasi, namun di sisi lain era tersebut akan memberikan peluang yang cukup besar dalam mengembangkan peran pendidikan dalam nuansa universal. Pendidikan pada era global mengharuskan suatu penetrasi peran yang serba instan, baik dari segi pembaruan manajemen, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta nilai-nilai kebudayaan yang progresif.
Penerapan demokrasi dalam sektor pendidikan merupakan suatu kerangka yang dapat menyerap berbagai tuntutan kebutuhan masyarakat dalam berbagai kondisi heterogenitas linguistik, budaya, agama, serta geografis. Hal ini diharapkan agar pendidikan lebih mengedepankan keberagaman metode pendidikan yang mampu mengembangkan kemampuan masyarakat daerah secara professional serta dapat mengembangkan nilai-nilai kemasyarakatan dalam pergaulan nasional, maupun internasional.
Demokrasi yang dikenal luas sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, ditandai dengan adanya pengakuan dan praktek persamaan hak dan kewajiban dalam masyarakat luas. Pendidikan berjasa dalam membentuk pondasinya: rakyat yang tahu hak dan kewajibannya, rakyat yang mengakui persamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan, membuka kesempatan yang luas bagi semua lapisan masyarakat dalam mencapai persamaan, dan membentuk rakyat yang kritis. Dengan demikian pendidikan tidak saja memungkinkan tumbuhnya alam demokrasi, tetapi juga membuat demokrasi menjadi hal yang utama untuk hadir di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara.
Konsekuensi penerapan demokrasi dalam pendidikan berarti menjamin mengembangkan kebebasan akademik. Artinya pola penyelenggaraan pendidikan harus dapat memberikan kebebasan kepada seluruh elemen pendidikan dalam mengemukakan pendapat dan menghargai perbedaan pendapat, sehingga masyarakat belajar akan terbiasa dengan pengembangan daya nalar yang kritis dan progresif.
Di Indonesia, penerapan demokrasi dalam dunia pendidikan dilandasi oleh adanya kesedaran akan keberagaman kondisi masyarakat, dimana sistem pengelolaan pemerintahan dalam menangani masalah pendidikan di arahkan pada prinsip desentralisasi. Hal ini kian menyampingkan kebijakan sentralisasi yang diterapkan pada era orde baru. Komitmen penerapan demokrasi pendidikan di indonesia dalam mengemban misi reformasi total, diterbitkan UU nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah. Dalam konteks otonomi daerah, pemerintah memberikan kewenangan yang lebih luas kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendir atas dasar prakarsa dan partisipasi masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut, Indra Djati Sidi (2000) mengemukakan empat isu kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional yang perlu direkonstruksi dalam rangka otonomi daerah, baik untuk tujuan peningkatan mutu pendidikan, efesiensi pengelolaan pendidikan, relevansi pendidikan, maupun pemerataan pelayanan pendidikan, sebagai berikut.
1. Upaya peningkatan mutu pendidikan di lakukan dengan menetapkan tujuan dan standar kompetensi pendidikan, yaitu melalui konsensus nasional antara pemerintah dengan seluruh lapisan masyarakat. Standar kompetensi yang mungkin akan berbeda antar sekolah atau antar daerah akan menghasilkan standar kompetensi nasional dalam tingkatan standar minimal normal (mainstream), dan unggula.
2. Peningkatan efesiensi pengelolaan pendidikan mengarah pada pengelolaan pendidikan berbasis sekolah, dengan memberi kepercayaan yang lebih luas kepada sekolah untuk mengoptimalkan sumber daya yang tersedia bagi tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan.

3. Peningkatan relevansi pendidikan mengarah pada pendidikan berbasis masyarakat. Peningkatan peran serta orang tua dan masyarakat pada level kebijakan (pengambilan keputusan) dan level operasional melalui komite (dewan) sekolah. Komite ini terdiri atas kepala sekolah, guru senior, wakil orang tua, tokoh masyarakat, dan perwakilan siswa. Peran komite meliputi perencanaan, implementasi, monitoring, serta evaluasi program kerja sekolah.
4. Pemerataan pelayanan pendidikan mengarah pada pendidikan yang berkeadilan. Hal ini berkenaan dengan penerapan formula pembiayaan pendidikan yang adil dan transparan, upaya pemerataan mutu pendidikan dengan adanya standar kompetensi minimal, serta pemerataan pelayanan pendidikan bagi siswa pada semua lapisan masyarakat2).
Konsep desentralisasi dalam sistem otonomi pemerintahan sebagai wujud pelaksanaan demokrasi, memberikan landasan hidup masyarakat bahwa kebijakan yang diambil harus berdasarkan prinsip dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dalam komitmen penerapan demokrasi pendidikan sangat berhubungan dengan upaya pemberdayaan seluruh komponen bangsa dalam membangun dan meningkatkan kualitas pendidikan dengan kebijakan yang diambil sesuai potensi yang dimiliki.
Dengan demikian, prinsip-prinsip demokrasi dan pendidikan dapat diklasifikasi sebagai berikut.
1. Adanya kesamaan hak dan kewajiban.
2. Adanya pengakuan atas kebebasan berpendapat, bertindak, dan berinisiatif.
3. Kebijakan yang ditempuh berlandaskan pada keberagaman nilai-nilai masyarakat.
4. Lebih mengutamakan kepentingan mayoritas.

2) E. Mulyasa. Manajemen Berbasis Sekolah (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002).hlm. 6-7.

Memperhatikan prinsip di atas, dapat dikatakan bahwa pendidikan sebagai penentu keberhasilan pelaksanaan demokrasi, dan demokrasi akan memberikan keberhasilan kualitas pendidikan. Hal tersebut lebih memberikan pada makna peranan sumber daya manusia dalam menjalankan nilai-nilai kemasyarakatan. Semakin tinggi kualitas masyarakat sebagai hasil proses pendidikan, semakin besar kemungkinan masyarakat mengerti tentang penerapan sistem demokrasi pada suatu bangsa.
IV. Analisis dan Sintesis
Analisis demokrasi dan pendidikan, dapat dijabarkan sebagai berikut.

1. Aspek demokrasi.
Alam demokrasi memberlakukan nilai kehidupan masyarakat yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam sistem kenegaraan dan pemerintahan. Kesadaran demokrasi banyak tercipta akibat adanya keberagaman kondisi masyarakat yang pluralistik, sehingga segala bentuk kebijakan politis senantiasa bersandar pada pendapat mayoritas masyarakat. Unsur utama dari demokrasi adalah:
a. adanya persamaan hak dan kewajiban seseorang dalam sistem pemerintahan;
b. arah kebijakan dilandasi oleh prinsip buttom-up;
c. adanya partisipasi aktif seluruh komponen masyarakat;
d. berlakunya prinsip transparansi dan akuntabilitas publik;
e. kedaulatan negara berada di tangan rakyat.

2. Aspek pendidikan
Pendidikan sebagai suatu proses pembentukan karakter manusia yang mengarah pada kemandirian hidup, memerlukan suatu penataan yang matang dan terencana. Oleh karenanya, peran pendidikan senantiasa diarahkan pada upaya peningkatan kualitas manusia. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa, akan sangat bergantung pada kondisi sumber daya manusia yang cukup tinggi, sehingga dalam realitasnya dibutuhkan pola penyelenggaraan pendidikan yang mampu mengakomodir tuntutan kebutuhan lingkungan dan masyarakat.
Unsur-unsur utama yang berhubungan dengan pendidikan, meliputi:
1. adanya tujuan dan prioritas program yang jelas;
2. adanya peserta didik;
3. manajemen yang profesional;
4. struktur dan jadwal yang jelas;
5. isi (materi) yang tersedia;
6. tenaga kependidikan;
7. alat bantu belajar;
8. fasilitas;
9. teknologi;
10. pengawasan mutu;
11. penelitian;
12. biaya.
Ke dua belas unsur di atas, tentu harus dipenuhi dalam rangka mencapai tujuan pendidikan, yaitu meningkatnya kualitas sumber daya manusia.
Berdasarkan pada analisis di atas, sintesis dari demokrasi dan pendidikan dapat di identifikasikan sebagai berikut.
1. adanya kesamaan hak dan kewajiban setiap warga negara.
Pendidikan harus memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh warga negara untuk memperoleh pendidikan. Perlakuan proses penyelenggaraan pendidikan harus di arahkan pada keberagaman potensi individu peserta didik, dimana mereka diberikan kebebasan untuk mampu mengekspresikan diri dalam potensi berpikir, bertindak, dan berinovasi.
2. adanya arah kebijakan dilandasi oleh prinsip buttom-up.
Prinsip kebijakan dari bawah ke pucuk pimpinan, dalam dunia pendidikan memberikan konsekuensi terhadap keterlibatan aktif seluruh komponen peserta didik, orang tua, tenaga kependidikan, kepala sekolah, masyarakat, dan pemerintahan setempat. Keadaan ini mencerminkan berlakunya asas desentralisasi melalui prinsip penerapan otonomi daerah.
3. adanya partisipasi aktif seluruh komponen masyarakat.
Bentuk partisipasi dalam demokrasi pendidikan adalah berusaha melibatkan diri dalam proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan, dan pengawasan mutu pelayanan pendidikan. Hal ini sebagaimana prinsip yang diterapkan dalam manajemen berbasis masyarakat (School based community).
4. berlakunya prinsip transparansi dan akuntabilitas publik.
Demokrasi pendidikan pada hakikatnya harus dilaksanakan atas prinsip memperhatikan kebutuhan perkembangan tuntutan masyarakat dan lingkungan. Di sisi lain, pendidikan dalam era demokrasi memberikan wahana bagi pembentukan nasib dan perilaku masyarakat. Oleh karena itu, dalam implementasinya, pendidikan akan diarahkan pada kebijakan yang lebih transparan, serta memiliki komitmen bagi akuntabilitas publik.

V. Temuan-temuan
Penerapan demokrasi dalam pendidikan, disamping memberikan peluang kepada kemajuan uniformalitas penyelenggaraan, juga memberikan beberapa aspek kelemahan dalam tataran pelaksanaannya. Beberapa temuan kelemahan pelaksanaan demokrasi dalam pendidikan, banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut.
1. Rendahnya keperdulian masyarakat terhadap pendidikan.
Secara umum, kondisi masyarakat dalam melihat peran pendidikan hanya sebatas strategi formalistik untuk memperoleh gelar tertentu. Di sisi lain, peran pendidikan pun masih belum banyak menyentuh terhadap kebutuhan masyarakat secara riil, sehingga pendidikan sering dinobatkan sebagai ‘menara gading’ di tengah keberadaan komunitas tertentu. Rendahnya keperdulian masyarakat terlihat dari menurunnya tingkat partisipasi terhadap standar kualitas yang diinginkan, baik secara fisik maupun bobot lulusan. Pendidikan sering dipandang hanya sebatas tanggung jawab pemerintah, padahal pendidikan yang bermutu sangat memerlukan peran aktif seluruh komponen masyarakat, baik dalam segi perancangan kurikulum, materi pembelajaran, proses pendidikan, dan pembiayaan.
2. Rendahnya kualitas pemahaman demokrasi dalam pendidikan.
Proses penyelenggaraan pendidikan masih menitikberatkan pada kondisi pembelajaran yang bersifat doktrinisasi. Hal tersebut banyak dipengaruhi oleh sistem sentralisasi kewenangan pada masa orde baru dalam membentuk sistem pendidikan sebagai komoditas politik dan ekonomi. Pada masa transisi dalam era reformasi, upaya memperbarui pola penyelenggaraan pendidikan ke arah demokrasi, nampaknya masih memerlukan waktu yang cukup lama, oleh karena dibutuhkan suatu langkah penyesuaian kebijakan sekaligus peran tenaga kependidikan dan manajemen sekolah yang mengerti terhadap prinsip dasar demokrasi pendidikan.
3. Rendahnya pembiayaan pendidikan.
Komponen masalah yang terbesar dalam mengejar kualitas pendidikan bertumpu pada faktor pembiayaan. Untuk menumbuhkembangkan kondisi pembaruan pendidikan ke arah demokrasi tentu memerlukan biaya yang cukup besar, baik bagi kepentingan peningkatan kualitas tenaga kependidikan, maupun sarana pendukung proses pembelajaran.

VI. Pembahasan
Berdasarkan pada beberapa permasalahan, sintesis dan analisis, serta temuan-temuan dalam hubungannya dengan demokrasi dan pendidikan, penulis mencoba mengkaji dengan beberapa sudut pandang yang terangkum dalam pembahasan sebagai berikut.

1. Rendahnya tingkat partisipasi masyarakat.
Peran serta masyarakat dalam kehidupan demokrasi merupakan persyaratan dalam menciptakan pemikiran positif serta proses penetapan kebijakan publik. Demokrasi dalam dunia pendidikan memberikan konsekuensi terhadap penerapan asasn desentralisasi, efesiensi pengelolaan, relevansi pendidikan, peningkatan mutu, serta pembiayaan yang harus ditanggung. Partisipasi masyarakat dalam pendidikan akan terlihat dari seberapa besar prosentase keikutsertaan masyarakat dalam batasan umur peserta didik setiap jenjang program, disamping itu, peran masyarakat pun dapat ditujukan pada sikap keperdulian terhadap upaya memberikan kontribusi bagi pengembangan pendidikan, baik dari segi kuantitas, fisik, maupun kualitas pendidikan. Hal yang sepatutnya diterapkan dalam upaya menumbuhkembangkan partisipasi masyarakat, adalah pengaturan kebijakan publik yang memberi peluang kepada masyarakat dalam menentukan model, materi, serta kualitas pendidikan sesuai kebutuhan tuntutan masyarakat dan lingkungan, sehingga peran pendidikan akan dijadikan sebagai landasan bagi peningkatan kemampuan potensi lokal serta pengembangan nilai-nilai kemasyarakatan.

2. Rendahnya Inisiatif kebijakan yang demokratis.
Berlakunya demokrasi pendidikan secara inheren akan memberikan implikasi terhadap kemampuan masyarakat dalam proses perencanaan, dan pengawasan pelaksanaan pendidikan. Strategi penerapan demokrasi pendidikan membutuhkan komitmen pengambilan kebijakan yang mengarah pada konsekuensi kondisi demokratis. Dalam dunia pendidikan, alam demokratis lebih ditujukan pada nuansa kebebasan mimbar akademik, di mana seluruh komponen pendidikan memiliki kebebasan dalam mengemukakan pendapat serta berpikir kritis terhadap pengembangan daya nalar. Demokrasi tentu saja dapat mambentuk karakter komponen masyarakat yang mampu menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan dan perbedaan dalam keberagaman masyarakat. Oleh karena itu, inisiatif kebijakan yang demokratis dapat mencakup: kebijakan desentralisasi, konsekuensi kebutuhan SDM yang memadai, fasilitas penunjang pembelajaran yang cukup, serta mengarah pada aspek keberagaman potensi individual manusia.

3. Tantangan kehidupan Global.
Derasnya era globalisasi yang memberikan proses percepatan pembaruan sistem pendidikan, telah banyak menciptakan suatu tantangan sekaligus pula peluang dalam persaingan global. Penerapan demokrasi dalam sistem pendidikan nasional perlu memperhatikan aspek perkembangan dunia internasional, baik dalam proses pelaksanaan pendidikannya, maupun kualitas lulusan yang lebih universal. Kendati pendidikan diterapkan dalam mekanisme otonomi daerah dengan asas desentralisasi, namun prakarsa seyogyanya tetap melihat aspek standar kualitas global, sehingga diharapkan dalam perkembangannya mampu menciptakan inovasi baru baik dari segi pengetahuan, maupun kesenaian dan kebudayaan daerah yang mampu berperan dalam percaturan global. Pemikiran yang fundamental dalam kerangka demokrasi pendidikan menuju globalisasi adalah dengan prinsip the think globally at locally.

VII. Simpulan
Paradigma pendidikan yang mengarah pada era demokrasi banyak memberikan konsekuensi logis dalam mempersiapkan kondisi masa transisi budaya. Masyarakat yang mengalami situasi demokrasi umumnya lebih menghargai perbedaan pandangan dan keberagaman status sosial. Demokrasi pendidikan tidak terlepas dari peran aktif seluruh komponen masyarakat dalam menentukan arah dan sasaran kulaitas yang diinginkan. Dengan kata lain, demokrasi pendidikan sangat terkait dengan partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat dalam menentukan kebijakan pendidikan, melalui mekanisme buttom-up.
Demokrasi pendidikan di Indonesia, dipengaruhi oleh suatu kondisi pluralisme masyarakat yang memiliki heterogenitas linguistik, budaya, agama, dan letak geografis. Sehingga keseragaman pola pendidikan yang pernah dilakukan pada pemerintahan orde baru, sangatlah tidak tepat, sehingga akan menciptakan karakter bangsa yang seba seragam. Oleh karenanya, pada era reformasi, demokrasi pendidikan mengalami pergeseran paradigma ke araha keberagaman. Bahwa setiap daerah memiliki potensi yang berbeda untuk dikembangkan, serta adanya komitmen terhadap pengakuan kebebasan berpikir, pendidikan sebaiknya mencoba memberikan kebebasan kepada setiap daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam menentukan kualitas kemampuan peserta didik serta pengembangan nilai-nilai kemasyarakatan yang berlaku.
Permasalahan yang dihadapi dalam demokrasi dan pendidikan adalah rendahnya partisipasi masyarakat dalam pendidikan, rendahnya inisiatif kebijakan demokratis, serta tantangan era globalisasi. Adapun sintesis dan analisis yang diambil sebagai prinsip dasar pelaksanaan demokrasi pendidikan adalah adanya kesamaan hak dan kewajiban setiap warga negara, adanya arah kebijakan dilandasi oleh prinsip buttom-up, adanya partisipasi aktif seluruh komponen masyarakat, berlakunya prinsip transparansi dan akuntabilitas publik.
Berbagai masalah serta hasil analisis dan sintesis, dapat diambil kesimpulan bahwa untuk menumbuhkan demokrasi diperlukan suatu pendidikan yang turut menunjang peningkatan kualitas masyarakat yang dapat memahami budaya demokras, serta pendidikan yang demokratis sangat ditunjang oleh sistem kenegaraan yang demokratis. Untuk menyerasikan muatan demokrasi pendidikan dalam konteks otonomi daerah, diharapkan prakarsa kualitas pendidikan disamping harus memperhatikan potensi lokal yang dimiliki, juga harus mampu melihat peluang dan tantangan kebutuhan kualitas secara global. Hal tersebut diupayakan agar sistem pendidikan di Indonesia tidak hanya mampu berkiprah dalam pergaulan nasional, namun dalam era globalisasi perlu memperhitungkan persaingan secara internasional.
Read more
0

Psikologi Kepribadian Frued

A. Pendahuluan
Sigmund Freud (6 Mei 1856 - 23 September 1939) adalah seorang psikiater Austria dan pendiri aliran psikoanalisis dalam psikologi. Konsep dari teori Freud yang paling terkenal adalah tentang adanya alam bawah sadar yang mengendalikan sebagian besar perilaku. Dengan adanya teori alam bawah sadar ini, Freud telah merubah cara menyembuhkan pasiennya dari teknik hypnosis menjadi teknik asosiasi alam bebas dan analisis mimpi, yang dikembangkan dari pengetahuan tentang bawah sadar itu. Sebenarnya pemikiran Freud tentang alam bawah sadar ini merupakan teori yang banyak mengandung kontroversial dikalangan ahli psikologi.
Kalangan behavioris, humanis dan eksistensialis Percaya bahwa: Dorongan-dorongan dan persoalan-persoalan yang dikaitkan dengan alam bawah sadar ternyata lebih sedikit dari perkiraan Freud . Bahwa alam bawah sadar ternyata tidak serumit dan sekompleks yang dibayangkan Freud. Bahkan ada teoritikus yang tidak menggunakan konsep alam bawah sadar ini sama sekali, seperti Brentano dan William James . Akan tetapi ada ahli psikologi yang memanfaatkan teorinya Freud ini yaitu Calr Jung.
Tetapi walaupun demikian, kalangan psikologi modern mulai menggunakan metode bawah sadar ini. Maka dari itu sebagai manusia yang ingin mengetahui tentang teori ini, penulis akan menguraikan tentang bahasan ini.
Analogi jelasnya dari ketiga pikiran itu dengan mesin pelacak search engine yang paling mutaakhir , yang memiliki oprating sistem sendiri. pada mesin pencari itu kita hanya bisa mengakses data atau keyword yang kita cari, sisa data yang tidak terpancing keluar adalah terbentuk database yang luar biasa banyaknya. alam sadar adalah alam yang sedang kita gunakan keyword/kata kuncinya atau jika tampilan yang muncul ketika kita menggunakan sebuah mesin pencarian, sisanya tidak terlihat atau atau tidak terdekteksi lagi, jadi alam sadar adalah alam yang ada saat suatu waktu kita perlukan. Kemudian mengenai pengalaman yang terjadi masa lalu, Freud mengatakan bahwa sisa-sisa pengalaman masa lalu akan tetap ada di alam bawah sadar . Dengan demikian yang menjadi isi dari alam bawah sadar di antaranya adalah pengalaman masa lalu.
Topografi pemikiran ini digunakan untuk mencermati setiap event mental seperti berfikir dan berfantasi. Sigmund freud menggunakan ketiga teori itu (kesadaran, prasadar dan ketidaksadaran) hanya sampai pada tahun 1920an . Dan kemudian pada tahun 1923 ia mengenalkan model lain dari pemikiran yaitu id, ego dan superego. Tapi walaupun demikian, dari ketriga konsep barunya Freud itu, tetap berhubungan dan tidak menghilangkan konsep awalnya.
1. Alam Bawah Sadar
Alam bawah sadar adalah alam yang menyimpan berbagai dorongan terhadap sebagian besar prilaku seseorang yang tidak disadari oleh seseorang tersebut. Dengan adanya pengertian ini, kiranya kita bisa membayangkan alam itu berada. Namun dengan keterbatasan kemampuan kita, banyak diantara kita yang tidak bisa mengetahui dimana alam bawah sadar itu. Karena sesungguhnya itu tidak bisa dibuktikan secara langsung tetapi. Akan tetapi Freud telah mengatakan adanya ketidaksadaran itu hanya dapat dibuktikan secara tidak langsung .
Alam bawah sadar ini hampir semua mengendalikan prilaku manusia, bahkan ketika tidur alam ini tetap bekerja seperti bernafas, mengatur detak jantung dan denyut nadi manusia.
Walaupun demikian banyak kalangan yang masih meragukan teori ini. Hal itu terjadi karena pikiran alam bawah sadar tidak dapat dibuktikan secara langsung, namun dengan melalui perantara yang lainnya. Semua motif bawah sadar tidak bisa dikontrol oleh kemauan kita, tetapi motif-motif itu, terkadang hanya ditarik ke alam kesadaran (jika bisa). Dan itu tidak terikat oleh hukum-hukum yang ada pada alam kesadaran seperti hukum logika dan geraknya tidak dibatasi oleh waktu dan tempat .
Motif ketidaksadaran sebenarnya sering naik ke alam sadar tetapi tidak dengan wujud aslinya. Mengingat antara alam tidak sadar, prasadar dan alam sadar banyak penjagaan. Sehingga motif itu merubah diri dalam bentuk lain sehingga bisa lolos dari penjagaan itu. Contoh, ketika ada seseorang benci kepada ibunya. Perasaan benci ini tidak disadari oleh orang tersebut, akan tetapi rasa itu tidak serta-merta bisa hinggap di alam sadar, sehingga untuk bisa naik ke alam sadar, harus melewati alam prasadar yang harus menyamar dengan bentuk lain seperti cemas. Dari prasadar merubah bentuk lagi dengan memunculkan prilaku seseorang mencintai ibunya dengan berlebih-lebihan (cinta mencolok). Itulah yang disebut penyamaran motif bawah sadar.
Adapun motif-motif atau isi dari alam sadar adalah dorongan-dorongan, kenginan-keinginan, sikap-sikap, perasaan-perasaan, pikiran-pikiran dan insting-insting yang tidak dapat dikontrol oleh kemauan . Motif pada kalanya muncul di alam sadar tetapi dalam perubahan bentuk dari asalnya, seperti yang telah dijelaskan diatas. Dalam konteks ketidaksadaran ini bukan berarti nonaktif atau tidur . Semua isi dari ketidaksadaran itu berjuang untuk menjadi sadar walaupun hasilnya bukan wujud aslinya mengingat untuk menjadi alam sadar harus melewati benteng pertahanan yang ada di tingkat prasadar dan alam sadar.
2. Alam Prasadar
Alam prasadar merupkan alam yang ada di antara alam sadar dan bawah sadar. Karenanya, isi dari keprasadaran ini bisa dengan mudah hinggap di kesadaran. Dalam artian apa-apa yang terdapat di prasadar bisa di panggil ke alam sadar dengan hambatan yang tidak sulit. Isi dari keprasadaran berasal dari dua alam lainnya, yaitu persepsi sadar dan ketidaksadaran . Banyak di antara kita yang semula mempunyai persepsi secara sadar tetapi lambat laun persepsi itu hilang, karena pikiran kita memikirkan hal-hal yang lainnya. Hilangnya persepsi itu, tidak hilang kemana-mana tapi pindah kealam prasadar yang sewaktu-waktu dapat kita mengingatnya kembali.
Pada persepsi ketidaksadaran, banyak pikiran dan perasaan yang terjun keprasadaran dengan cara memodif dirinya dalam bentuk yang lain. Dalam hal ini penyamaran di lakukan oleh pikiran-pikiran alam bawah sadar. Hanya dengan seperti itulah pikiran itu bisa menerobos penjagaan yang ada di pintu-pintu alam prasadar. Namun tidak semua pikiran yang hinggap di alam prasadar itu bisa menjadi pikiran sadar karena dimunkinkan setelah terjadi penyamaran pertama kita mengetahui bahwa pikiran itu merupakan turunan dari ketidaksadaran. Sehingga rasa cemas pun akan bertambah. Dengan demikian penyensur terakhir merepresikan pikiran-pikiran kecemasan itu kedalam ketidaksadaran . Sedangkan yang lolos dari penjagaan terakhir akan menjadi sadar hanya saja masih dalam bentuk penyamaran, seperti mimpi dan salah ucap seperti yang sering kita alami.
3. Alam Sadar
Alam sadar merupakan kesadaran yang berisi semua hal yang kita cermati pada saat tertentu . Dan sebagai elemen-elemen mental dalam kesadaran pada saat tertentu . Adapun isi dari alam ini berasal dari dua sumber yaitu: pertama, berasal dari persepsi organ-organ panca indera. Dengan catatan objek persepsian itu tidak mengancam terhadap kesadaran. Jadi dapat di pastikan bahwa apa-apa yang menjadi persaksian yang tidak terlalu mengancam kita merupakan sumber dari pikiran-pikiran atau elemen-elemen kesadaran. Kedua, berasal dari pikiran-pikiran prasadar yang tidak mengancam dan juga pikiran pikiran yang mengancam dari ketidaksadaran namun berubah dalam bentuk penyamaran yang baik seperti yang telah penulis jelaskan sebelumnya.


B. Struktur Kepribadian
Freud dalam bukunya yang berjudul The Ego and The Id , menggambarkan pemikiran yang terdiri dari campuran atau gabungan-gabungan dari kekuatan-kekuatan yang berasal dari alam sadar dan bawah sadar. Gambaran itu dibagi tiga yaitu: id, ego dan superego. Dari ketiga unsur kepribadian itu masing-masing memiliki fungsi yang berbeda namun dalam membentuk kepribadian ketiganya tidak bisa dipisahkan; tingkah laku selalu merupakan hasil sama dari ketiga aspek itu .
1. Id
Id bahasa lainnya adalah Das Es atau it (benda) . Bagian ini merupakan bagian tertua dari kepribadian dan masih bersifat primitif yang beroperasi sejak bayi masih tidak berhubungan dengan dunia luar, maka ia mengandung semua dorongan bawaan yang disebut insting-insting dalam psikoanalisis. Id dianggap oleh Freud sebagai sumber dorongan yang paling utama dalam tubuh manusia sehingga disebut “binatang dalam manusia ”. Id beroperasi di alam ketidaksadaran yang tidak di atur oleh hukum logika, pertimbangan waktu dan tempat. Semua isi yang terdapat di id bersifat segera dalam memenuhinya. Karena tidak terikat oleh hukum-hukum itu, maka cara memenuhinya harus sesuai dengan keinginannya yang bersifat kenikmatan baginya, walaupun tidak sesuai dengan nilai-nilai social sehingga karena demikian maka di kontrol oleh ego dan superego sehingga dengan kontrolan seperti itu manusia bisa di terima oleh lingkungan.
Untuk menghindari rasa sakit jika keinginannya tidak terpenuhi dan untuk mendapatkan kenikmatan maka id mempunyai dua macam cara untuk memenuhinya yaitu:
a. Tindakan-tindakan refleks
Tindakan ini bersifat otomatis dan bawaan. Ia biasanya segera mereduksikan tegangan dan manusia dilengkapi dengan refleks semacam itu untuk menghadapi bentuk-bentuk rangsangan yang relative sederhana . Seperti berkedip, bersin dan lain sebagainya.
b. proses primer
proses primer ini berusaha menghentikan tegangan-tegangan yang menimbulkan gerak refleks itu. Misalnya ketika seseorang merasa lapar maka ketika itu juga terbayang yang namanya makanan, sehingga orang tersebut menghayal. Akan tetapi proses primer ini tidak mampu mereduksi tegangan, karena tidak munkin orang bisa makan khayalan. Sehingga dengan adanya hal itu akan terbentuk proses sekunder yang berupaya untuk memenuhi keinginan id yang terdapat di ego.
Penggambaran tentang id ini bisa kita lihat pada bayi, pada waktu itu prilaku bayi merupakan bentuk lebih lanjut dari id yang seutuhnya dan tidak di halang-halangi oleh ego dan soperego. Ketika bayi merasa lapar perasaannya langsung di rubah menjadi tangisan dan mengisap-ngisap pada mulutnya meskipun tidak ada puting ibunya, atau bayi akan mengisap apa saja yang di sodorkan ke mulutnya seperti jari tangan orang lain atau kalau tidak ada ia mengisap jari tangannya sendiri. Ia tidak menyadari bahwa prilaku yang hanya mengisap-ngisap jari itu tidak akan bisa merubah dan memenuhi keinginan id.
Ciri-ciri dari prilaku id ini adalah tidak realistis, tidak logis dan secara serempak memiliki pikiran-pikiran yang bertentangan . Kemudian ciri yang lainnya yaitu sama dengan ketidaksadaran yaitu tidak memiliki moralitas karena ia tidak bisa membedakan mana yang baik dan yang buruk dan juga tidak teratur serta seluruh energinya hanya digunakan untuk satu tujuan yaitu mencari kenikmatan tanpa menghiraukan benar atau salah.
2. Ego
Ego dalam bahasa jermannya disebut dengan das ich yang berarti aku atau diri ini. Dan berkembang dari id yang dikhususkan menangani persoalan realitas, karena id tidak bisa berhubungan dengan dunia kenyataan. Dalam artian, ego dalam memenuhi kebutuhan id, itu di sesuaikan dengan konsep realitas atau kenyataan. Ego tidak memiliki energi sendiri dalam beraktifitas tetapi energinya berasal dari id.
Dengan adanya ego manusia bisa membedakan dirinya dan lingkungan sekitarnya . Ego tumbuh karena kebutuhan id harus disesuaikan dengan dunia kenyataan objektif. Contoh; orang yang lapar, seketika membanyangkan makanan (pemuas ala id). Karena khayalan tentang makanan tadi tetap tidak merubah tegangan yang di timbulkan oleh id, maka manusia harus mencari makanan untuk menhilangkan tegangan yang ditimbulkan oleh rasa lapar itu. Tetapi dalam memenuhi kepuasan id itu, ego harus mempertimbangkan kenginan superego yang bermoral itu. Ego beroperasi di tiga daerah yaitu daerah taksadar-prasadar-sadar.
Untuk memenuhi segala tuntutan id, maka ego menggunakan cara kerja sebagai berikut:
a. prinsip kenyataan
maksud dari prinsip ini adalah ego dalam melaksanakan tugasnya disesuaikan dengan konsep realita. Bukan khayalan. Prinsip ini bertujuan mencegah terjadinya tegangan sampai ditemukan suatu objek yang cocok untu pemuasan kebutuhan .
b. proses sekunder
adalah berfikir realistis yang dipakai dalam ego memuaskan kebutuhan id. Ego menyusun rencana untuk memuaskan kebutuhan dan kemudian menguji rencana itu berhasil atau tidak .
3. Superego
Superego merupakan kekuatan moral dari kepribadian. Sebagai kepribadian yang paling luhur, maka superego ini merupakan lawan dari ego dan id dalam cara memenuhkan kebutuhan. Superego dikendalikan oleh prinsip-prinsip moralistik dan idealistik . Sehingga cara kerjanya menggunakan prinsip idealistis dan moralistik. Superego berkembang dari ego dan tidak mempunyai energi sendiri tetapi sama dengan eneginya ego berasal dari id. Namun ego dan superego sangat berbeda, kalau ego berhungan dengan dunia luar atau dunia nyata, sehingga cara pemenuhan terhadap keinginannya realistis. Tetapi kalau superego tidak berhungan dengan dunia luar (nyata) sehingga kinerjanya tidak rasional.
Superego mengontrol ego dengan mengacu pada nilai masyarakat sekitar. Sehingga jika id menginginkan makanan dan ego mencarinya tanpa pertimbangan apapun yang penting bisa memuaskan id, sehingga ego tidak tahu terhadap boleh dan tidak bolehnya makanan itu, pokoknya bisa melayani id dengan baik. Pada waktu seperti itulah superego mengontrol kegiatan ego dengan membabi buta menekan kinerja ego yang tidak sesuai dengan moralitas masyarakat.
Superego tidak rasional dan menuntut kesempurnaan, ia menghukum dengan keras kesalahan ego, entah itu sudah dikerjakan atau masih dalam pemikiran. Superego tidak hanya menunda pemuasan id tetapi sekaligus menghalanginya.
Ada tiga fungsi yang dimiliki oleh superego yaitu:
a. mendorong ego menggantikan tujuan-tujuan realistik dengan tujuan moralistik
b. merintangi rangasangan (impuls) id yang bertentangan dengan standar nilai masyarakat.
c. Mengejar kesempurnaan diri.

C. Kepribadian Menurut Islam
Kepribadian yang diungkapkan oleh Freud seperti diatas, kiranya dalam islam yang selanjutnya di sebut psikologi islam juga membicarakan tentang kepribadian yang disebut dengan banyak nama diantaranya: huwiyah, aniyah, dzatiyah, nafsiyah, khuluqiyah dan syakhshiyah sendiri . Tetapi tidak semua kelompok psikolog islam yang sepakat dengan kepribadian yang di ungkapkan oleh Freud diatas. Misalnya, kelompok psikolog-falsafi, yakni Al-Kindi yang merumuskan kepribadian itu hanya terbentuk dari daya Nafsu Syahwat, yang menginduksi segala yang menyenangkan, daya pemarah, yang menolak segala yang membahayakan dan daya berfikir (al-qawwah al-aqilah). Dan kelompok psikolog-taswufi seperti Al-Hallaj yang membagi kepribadian itu dengan natur kemanusian dan natur ketuhanan. Sedangkan kelompok yang mirip bahasannya dengan Freud adalah kelompok psikolog falsafi-tasawufi yang mengungkap tiga daya yang terdapat pada jiwa manusia, yaitu kognisi, konasi dan emosi . Ketiga yang dalam psikologi islam disebut dengan qalbu (hati), aqal (akal) dan hawa nafsu.
a. Kalbu
Dalam bahasa arab, hati desebut dengan qalbu namun penamaan itu masih simpang-siur antara hati dan jantung karena qalbu dalam bahasa inggris disebut dengan heart (jantung). Naumn terlepas dari tumpang tindih itu penulis akan membahas kalbu pada umumnya yakni hati.
Al-qhazali melihat hati dari dua segi: pertama, kalbu jasmani adalah daging yang terbentuk seperti jantung pisang yang terletak di sebelah kiri dada. dan juga dimilki oleh hewan selain manusia. Kedua, kalbu ruhani adalah sesuatu yang bersifat halus, rabbani dan ruhani yang berhubungan dengan kalbu jasmani. Bagian inilah yang merupakan esensi dari manusia dan hanya dimiliki oleh manusia. inilah yang membedakan antara hewan dengan manusia.
Adapun karakter yang dimilki oleh kalbu ruhani adalah insting yang sering disebut dengan cahaya ilahi yang diciptakan oleh Allah sesuai dengan fitrah asalnya dan berkecenderungan menerima kebenaran dari-Nya . Sehingga banyak orang mengatakan kalbu ini merupakan pancaran ilahi. Karena seperti itulah maka setiap pemenuhan kepuasan jiwa yang tidak sesuai dengan nilai ilahiyah dan social akan di tekan oleh kalbu ini. Karena sesungguhnya tugasnya adalah pemandu, pengontrol, dan pengendali tingkah laku manusia. dengan demikian jika pengontrolnya jelek maka tingkah laku manusia akan jelek pula. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori yang artinya:
“sesungguhnya didalam tubuh terdapat segumpal daging. Apabila ia baik maka semua tubuh menjadi baik, tetapi apabila ia rusak maka semua tubuh menjadi rusak pula. Ingatlah bahwa ia adalah kabu.”
b. Akal
pengertian akal adalah menahan, mengikat, melarang, dan mencegah. Sedangkan orang yang berakal adalah orang yang bisa menahan dan mengikat hawa nafsunya yang cara memenuhi keinginannya tidak rasional. Hanya dengan mengekang, menahan dan mengikat hawa nafsu kinerja akal yang rasional bisa eksis dan pada akhirnya akan memenuhi kenginan jiwa dengan pemenuh yang rasional. Ketika hawa nafsu ingin merusak sesuatu maka akallah yang akan mempertimbangkan bahkan akan mencegah agar hal itu tidak terjadi.
Secara psikologis akal memilki fungsi kognisi (daya cipta), sehingga mampu menjawab keinginan jiwa secara rasional. Dan juga menghubungkan, menilai, atau mempertimbangkan sesuatu. Atau akal ini berhubungan dengan strategi pemecahan masalah dengan menggunakan logika .
c. Hawa Nafsu
Nafsu merupakan sinergi jasmani-ruhani manusia dan merupakan totalitas struktur kepribadian manusia . ia memilki dua daya yaitu al-qhadhab dan al-syahwat. Qhadhab merupakan daya untuk menghindar dari segala sesuatu yang membahayakan dirinya. Naturnya seperti binatang buas yang memiliki naluri dasar menyerang, merusak, mengacaukan dan lain sebagainya yang bisa membuat derita terhadap orang lain. Namun semua potensi yang membahayakan itu tidak akan terjadi jika dikelola dengan baik oleh kalbu. Bahkan akan menjadi kekuatan dan kemampuan (qudrah) . Qudrah inilah yang didalam psikoanalisis desebut dengan defense (pertahan, pembelaan, dan penjagaan).
Al-Syahwat adalah daya yang berpotensi untuk menginduksi diri dari segala yang menyenangkan . Dalam psikologi syahwat di sebut dengan appitite yaitu hasrat (keinginan, birahi, hawa nafsu), motif, atau implus berdasarkan perubahan fisiologi.
Hawa nafsu bergerak di wilayah bawah sadar atau prasadar. Kerjanya mengikuti prinsip kenikmatan (pleasure principle). Dalam artian ini sama dengan id yang di ungkapkan oleh Freud yang bekerja dengan sesegera mungkin untuk memenuhi keinginannya sehingga kinerjanya sama dengan prinsip kebinatangan karena keinginan biasanya bersifat biologis seperti seks dan lain sebagainya.

D. Dinamika Kepribadian
Dalam hukum penyimpangan energi yang menyatakan bahwa energi tidak dapat dimusnahkan tetapi bisa berubah bentuk menjadi bentuk yang lain, rupanya mengilhami pemikiran Freud yang mengungkap dinamika kepribadian seseorang. Bagi Freud manusia merupakan suatu system energi komleks yang energinya berasal dari makanan dan menggunakannya untuk berbagai hal, seperti bernafas, gerakan otot, sirkulasi dan lain sebagainya.
Kalau bagi para ahli ilmu alam energi bisa di definisikan menurut daerah kerjanya seperti energi mikanik, magnitik dan lain sebagainya. Maka, Freud dalam menjelaskan dinamika kepribadian juga menamakan energi sesuai wilayah kerjanya yakni energi psikis. Dengan mengacu pada hukum penyimpangan energi, Freud berpendapat bahwa energi psikis bisa dapat dipindahkan ke energi fisiologis dan sebaliknya . Sedangkan yang menjadi jembatanya antara energi fisik dan psikis ini adalah id berserta insting-instingnya.
1. Insting
Insting adalah perwujudan psikologis dari kebutuhan tubuh yang menuntut pemuasan . Jadi ketika lapar dapat dijelaskan secara fisiologis merupakan keadaan tubuh yang kekurangan makanan pada jaringan-jaringannya. Sedangkan secara psikologis merupakan keinginan akan makanan. Keinginan itulah yang dijadikan alasan seseorang yang lapar untuk bertingkah laku yakni dengan mencari makanan. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa kepribadian merupakan perwujudan dari insting-insting yang bekerja di dalamnya. Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah darimana, untuk apa insting tersebut?
Insting berasal dari kondisi jasmaniah atau kebutuhan yang digunakan untuk menyeimbangkan tubuh, karena tubuh selalu menuntut keseimbangan. Insting lapar misalnya, bertujuan menghilangkan keadaan tubuh yang kekurangan makanan dengan cara makan.
Sasaran atau objek insting adalah seluruh kegiatan yang menjembatani antara munculnya suatu hasrat dan pemenuhannya . Sehingga objek disini tidak hanya terfokus pada benda tetapi semua usaha yang memicu pada pemenuhan yang terakhir. Insting lapar misalnya, memunculkan motif untuk mencari makanan. Namun sebelum mencapai makanan itu sendiri maka seseorang harus melakukan usaha misalnya, mencari uang kemudian berjalan ke warung untuk membeli makanan. Usaha-usaha itulah yang menjadi objek insting. Kemudian yang mempengaruhi kinerja insting adalah besar-kecilnya kebutuhan.
a. Insting hidup
Ini disebut juga dengan eros, merupakan dorongan untuk menajmin survival (keselamatan) dan reproduksi, seperti insting makan, minum dan seksual. Dengan kata lain insting ini melayani maksud seseorang untuk tetap hidup dan memperpanjang ras. Sedangkan energi yang dipakai oleh insting hidup disebut libido. Freud mengakui akan banyaknya insting yang bekerja dalam kepribadian. Namun yang paling utama menurutnya adalah insting seksual. Dalam hal ini bukan hanya berkenaan dengan kenikmatan organ seksual tetapi juga insting yang berhubungan dengan kepuasan yang di peroleh dari bagian tubuh lainnya.
b. Insting mati
Insting mati ini juga di sebut dengan destruktif, yang kerjanya secara tersembunyi. Sehingga sampai saat ini tidak bisa melihat bentuk insting mati ini serta energinya tidak diketahui, namun hanya kita akan menemukan kenyataan bahwa semua orang pasti mati. Pada waktu itulah kerja insting mati mencapai puncaknya. Menurut Freud, tujuan kehidupan adalah kematian .
Read more